In

AS A MOM

becoming a mom. it's a great things.

24 Agustus 2023. 

Kamis ke-tujuh aku menjadi ibu. Alhamdulilah, 40 hari pertama kehadiran Keenan sudah terlewati dan semakin terasa cepat juga hari rasanya berlalu. apakah aku sudah sedikit memahami pola dan keinginannya, jadi terasa lebih nyaman hari-hari belakangan. Keenan sudah bangun dan tidur sesuai jadwalnya. Bangun pukul setengah tiga pagi, dan tidur pukul delapan malam. Jadwal pumping asi ku juga sudah bisa ontrack dengan cc asi yang bisa cepat penuh, kadang juga sedikit lama. tapi aku cukup enjoy dengan pumping karena aku bisa melakukan aktivitas lainya, sambil menonton film, membaca buku, dan seperti sekarang, sambil menulis blog pribadiku tetang pengalaman sebagai seorang ibu. Ibu Sisi. yang bahkan dahulu tidak pernah aku tulis dalam buku harian mengenai target menikah dan memiliki anak diusiaku ke dua puluh enam.

Usia 26. 
Sebagai ibu baru, jujur aku masih belum benar-benar sepenuhnya hadir saat DBF Keenan. Pernah sambil menonton serial netflix, sambil balas chat temen kantor, sambil melihat youtube, dan video-video random di Instagram. Yep, bukan hanya video random, tapi juga story temen-temen di sosmed. Di usia 26 mereka, sebagian ada yang sudah menjadi yang mereka inginkan, tekun, dan tentu saja terlihat sangat keren. Entah itu dengan pekerjaan mereka, dengan kesibukan mereka, atau bahkan hobi baru mereka. Tentu saja menarik dan menyenangkan melihat teman-teman yang dahulu pelatihan bersama, sekolah bersama, atau les bersama sudah menjadi seseorang. Mengingat ingat semua yang sudah dilalui 26 tahun terakhir. ternyata benar, waktu secepat itu ya. Overtime screening ini tidak berujung kalau tidak aku sendiri yang hentikan. Aku semakin tersadar, aku harus kembali on-track karena membaca buku "Berani tidak disukai" yang sudah aku beli sejak akhir 2021 silam, dan masih on-going sampai sekarang. Selain karena tidak menemukan mood -yang harusnya juga ngga gitu yah-. Dan overtime screentime ini membuatku stuck dan jalan di tempat, atau bahkan mundur dari sudut pandangku melihat diriku sendiri. Aku harus menyelamatkan diriku sendiri. Dengan lebih mindfullness. 

Mindfullness.
Menjadi Ibu bukan soal anak ternyata. Ini mengenai bagaimana aku mengenali diriku sendiri. Bagaimana aku bisa memahami anakku kalau belum bisa memahami soal diriku sendiri. Akhirnya itu yang kembali muncul dipikiranku. Kalau saja aku menjadi ibu yang sekedar menjalani rutinitas, bisa aja. Tapi aku ngga mau itu terjadi pada diriku sendiri, sedangkan aku berharap Keenan akan menjadi anak yang mempercayai segala hal yang nantinya diusahakan, disukainya, dan ditekuni. Aku harus kembali membuat mind-map, dan hal apa yang membuatku bersemangat setiap harinya bukan hanya sekedar menjalani tanpa makna. Seperti halnya belakangan. Dan bicara soal itu, semua dimulai dari rasa ikhlas dan menerima diri seapa adanya. you're enough Si. 

Merasa cukup.
Perkara merasa cukup kiranya perlu latihan sejak dini, dan sejak dini latihan ini tidak terlalu intensif sampai pada masa kuliah. Waktu kuliah adalah momentum terbaik diriku karena banyak asupan afirmasi positif dari ilmu yang aku pelajari, teman sampai dosen. Karena semua yang diawal dengan itu, berakhir ikhtiar dan tawakal. Aku berusaha semampu dan semaksimal mungkin, sisanya biar Allah yang mengurus. Hal hal yang diluar kendali memang seharusnya tidak perlu dipikirkan. Ketika itu terjadi semua melegakan. Sekarang dengan adanya Keenan, aku merasa punya motivasi dan kesadaran diri penuh. 

Keenan.
Halo Nak! ini ibu di usia 26 tahun, kamu usianya 7 minggu menuju 8 minggu. Ibu nulis ini waktu kamu sudah tidur setelah poop dan kena sprei dan baju ibu karena poop waktu lagi nenen, meski refleks ibu masih kaget, padahal tau jadwal poopmu selalu jam 6 sore, 6 pagi dan 12 siang, tapi ibu selalu seneng loh kalau kamu banyak poopnya. karena itu artinya tidurmu akan pules dan malem harinya ga akan poop ditengah malam. Makasi ya Keen sayang, kamu selalu bisa bikin ibu menyadari hal-hal baik satu persatu. Ibu mau melakukan yang terbaik buat ibu dan juga Keen. Semoga keluarga kecil kita selalu kompak dan ditunjukan jalan sama Allah ya Nak. Semoga bisa segera bareng-bareng Papap ga LDR-an lagi, semoga ibu bisa segera merealisasikan rencana-rencana ibu. Semoga banyak kenangan yang akan jadi core memory ibu dan kamu. Kamu tumbuh menjadi anak yang percaya diri, menerima diri dan mengusahakan yang terbaik untuk dirimu. Sehat-sehat ya Sayangnya Ibu dan Papap. 



Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In #life #opinion

Awal & Akhir, berlawan namun beriringan.

Awal dan Akhir. 

Dua kalimat bertolak belakang tapi saling berkaitan. Tanpa ada awal, tidak akan ada akhir, begitupun sebaliknya, akhir dari sesuatu adalah awal yang baru. 

mungkin, hal ini bisa di sebut keseimbangan, seperti badai dan pelangi, hujan dan panas, sedih dan senang, tanpa ada hal yang berlainan, kita tidak bisa menikmati hal lainnya secara nyata. 

Ketika kita merasa sedih, tentunya, hal-hal membahagiakan kecil akan lebih bisa disyukuri. Hari yang melelahkan, diganti dengan sapaan hangat teman kantor yang menanyakan harimu. Sambutan hangat dari keluarga, atau malah sebaliknya. Hari yang memusingkan di rumah, disambut tawa ceria suasana kantor.  


Banyak yang aku harapkan bisa aku kerjakan sesuai ekspetasi, selesaikan, ataupun taklukkan. Tapi pada akhirnya, menyadari sebelum dirasa mampu oleh orang lain bukanlah kegagalan. Kadang, ada waktunya kamu untuk berhenti mencoba, dan kembali memutar kembali semua hal yang diperjuangkan selama ini. Pekerjaan dan dedikasi adalah salah satunya. 

Sejak kuliah aku berprinsip menyelesaikan dengan sebaik-baiknya hal yang sudah kumulai. Menyelesaikan dengan sempurna masa jabatan di organisasi, meski terasa melelahkan tanpa adanya mentor kanan-kiri. Melakukan yang terbaik dalam hal yang sedang di tekuni, mulai dari tugas akhir kuliah, pekerjaan part-time dengan dosen, sampai pekerjaan pertama seusai kuliah dengan sedikit dramanya. Semua selalu kuusahakan diakhiri dengan baik dan ditutup semanis saat ia dibuka.

Tidak terkecuali pekerjaanku saat ini. Tidak sedikit aku merefleksikan diri dan merenungi setiap kali mendapat teguran kecil maupun keras, beberapa waktu aku merasa benar-benar tidak bisa diharapkan, meskipun sudah mengulik dengan mendetail. Ada waktu dimana, akhirnya hati merasa cukup tenang, ketika di peringati atau hal-hal kecil lainnya. Tapi selepas kejadian pada suatu hari di akhir bulan Januari, tahun 2023. Akhirnya aku mengerti, ada kalanya kita berhenti mencoba, berhenti mendebat, berhenti menjelaskan. Kadang memang ada orang-orang tidak mau mendengar penjelasan karena ia hanya ingin melampiaskan. 

Hari-hari sebelumnya, sudah cukup melelahkan, aku berusaha untuk tetap bisa stabil ditengah tekanan yang memang akan selalu ada. Hari itu cukup membuatku akhirnya tidak bisa menahan lagi semuanya, dan harus kembali memikirkan masalah "selesai" setelah 5 bulan berhasil kembali merasa lebih lega. 

akhirnya, pada akhir bulan 2023 ini, aku yakin, aku harus selesai dengan lingkungan tidak sesuai ini. Aku sudah berhenti mencoba dan berusaha. Pada akhirnya, ada hal-hal yang memang tidak bisa selalu di upayakan. Mengambil langkah mundur, untuk bisa berlari lebih jauh di tempat yang lainnya.

Karena akhir adalah permulaan lainnya yang baru.

cheer up! :)  

Aku berterima kasih atas semua pelajaran, kenangan, dan pengalaman selama bekerja di sana, tidak ada yang tidak aku syukuri. Teman yang baik, tempat belajar yang kompleks dan suka-duka yang menyertai. 

Masa belajarku sudah harusnya berakhir sebelum semakin tidak baik. 

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In #life #opinion #selftalk

Sebulan Setelah Hari Pernikahan.


Sebulan, lebih tiga hari, aku melangsungkan hari itu. Hari dimana beberapa perasaan terjadi bersamaan. Senang, Haru, Tidak sabar dinanti, Gugup. Hari dimana aku akan membutuhkan ridhonya atas segala pertimbangan dalam pengambilan keputusan-keputusan. Hari dimana kami menjalani ibadah terpanjang dimulai. Hari pernikahanku dengan pria berkacamata, sedikit berjanggut dan berkumis asal bumi sunda. 

***

Aku bertemu dengannya di tempat yang sejak kecil selalu ku idam-idamkan menjadi tempat tinggal masa depan yang juga menjadi tempat rantauan pertamaku setelah lulus kuliah. 

Kalau diingat-ingat lagi, jujur, pertama kali bertemu, sebenarnya tidak terlalu berkesan. Sikapnya yang cukup terbuka, membuat perisai sinyal siagaku menyala. Sampai akhirnya aku menyadari, dia memang cukup pandai membuka pembicaraan yang menyenangkan. Bukan karena sedang tebar pesona. Tapi, memang sedang bersikap ramah dan sopan kepada semuanya. Mungkin awalnya aku terlalu mawas diri, hingga merasa dia sedang mencari perhatian ya.

Sebelum bertemu dengannya, aku cukup mudah beralih perhatian satu ke lainnya, terutama ketika bertemu orang yang memang seru diajak berbicara hal-hal yang aku senangi atau aku ingin tahu lebih. Anehnya, orang ini bisa membuatku selalu fokus pada satu titik, yang mana itu adalah dia. Entah karena daya tariknya yang mengingatkanku pada paket komplit, selalu mampu membuatku tersenyum saat didekatnya, karena selera humor kami sama. Intinya, orang ini memang tidak bisa diabaikan dengan mudah. 

Hal-hal diantara kami terjadi begitu saja. Kami bahkan sebenarnya tidak banyak berkata-kata, selain saat pulang di mesin checklog dan bertegur sapa di siang hari saat mau makan siang. Dan saat itu aku merasa nyaman dengan diriku sendiri. Tapi saat didekatnya aku juga tidak merasa keberatan. Aku nyaman bersamanya. Dia membuatku merasa seperti dirumah, saat aku bahkan sedang jauh dari rumah.

Dia memperhatikan hal-hal kecil yang aku hindari dan aku sukai. Mendengarkan cerita dengan seksama, dan mampu memberi respon yang aku butuhkan. Tidak terlalu mengekang dan bisa memberikan afirmasi sesuai porsinya. Tidak terlihat merayu atau persuasif, dan tetap objektif. 

***

Konsep pernikahan yang kami harapkan memang simple-intimate. Awalnya. Dan akhirnya berakhir sederhana yang cukup ramai lancar, seperti jalan tol. Hahaha. 

Semua kecemasan yang aku bayangkan ternyata tidak terjadi seburuk yang di kepala. Acara pernikahan kecil-kecilan kami berjalan on-track. Dan hari itu menjadi hari paling membahagiakan selama 25 tahun berjalanku. Siapa yang menyangka, Sisi yang merencanakan segalanya dalam kehidupan termasuk target menikah di umur 26, menikah setahun lebih awal. Dan keputusan ini terjadi karena kalau bukan dia, karena siapa lagi. Hidup memang lucu, penuh perubahan-perubahan yang tidak kita sadari, seiring bertemu dengan orang-orang yang memberikan dampak pada diri kita.

Cita-cita yang dahulunya mau aku usahakan sendiri, ternyata sama Allah dikasih teman yang akan selalu mendampingi. Hal-hal yang membuatku kembali berani bermimpi dan mengusahakannya. Ada dia menyertai. 

Hal-hal yang dulu aku anggap masalah besar dalam kepala, sekarang menjadi hal yang dengan cukup percaya diri aku yakini bisa tangani. Hal-hal yang dahulu tak terbanyangkan bisa menjadi penguat, ternyata memang menguatkan, menenangkan, dan memberi banyak harapan, karena sekarang kami menjadi satu kesatuan yang diamini olehNya dalam ikatan suci. 

Percaya, kalau orangnya sudah tepat. Kedepannya akan saling menguatkan. 



Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In

This Too Shall Pass.

 Kembali dengan duniaku yang paling menyenangkan. Berdiam di depan layar dengan kata-kata yang keluar secara spontan dari dalam pikiranku. Benar kata A. Fuadi. Mulailah menulis dengan hal yang paling kamu nyaman. Tanpa perlu banyak berpikir, eksptasi atau harapan apapun. Dengan bisa kembali menulis seperti ini, membuat hatiku nyaman. Pernakah dalam pekerjaan kamu merasa ingin menyerah, ingin berputar arah dan tidak memulai semuanya sehingga tidak perlu menyelesaikan apapun. Tapi, entah kenapa aku lagi-lagi berada dalam fase itu. Beberapa tahun terakhir berjalan sangat acak. Ada hari-hari dimana hatiku merasakan nyaman dan tenang. Namun, tidak di hari lainnya. Tidak jarang rasa cemas dan khawatir berlebih membuat hari-hariku terasa sangat kacau. Aku hanya ingin segera tidur, dan keluar dari semua hal ini. Aku merasa kebingungan mengatasi berbagai bombardir keresahan, ketidak pastian, dan kekalutan dalam otakku. 

"Kalau bisa waktu diulang," selalu itu yang aku katakan. Padahal dengan sangat jelas, waktu tidak dapat di putar. Dan keputusan sudah bulat. Hari dimana aku memutuskan tidak menjalankan tugas untuk tes CPNS ke Jogjakarta. Hari dimana aku bahkan tidak menyentuh web seleksi untuk melihat-lihat apakah ada jurusanku di dalam nominasi calon karyawannya. Dan atau akhirnya hari dimana, aku tetap ikut tes, namun memang belum ada kesungguhan dalam proses menuju seleksi, seakan-akan aku akan lolos dengan mudah. Dan, nyatanya aku kembali terjebak dalam situasi yang sama dengan perasaan yang sama juga. 

Pada hari-hari selanjutnya, aku percaya, akan kembali ada pelangi setelah badai. Aku akan mendapatkan titik balikku kembali, seperti halnya Allah menunjukkan kepadaku hal-hal yang memang ingin Ia tunjukkan.

aku menantikannya.
Selagi waktu sampai tiba di tempatnya, mari menjalani takdirNya sebaik-baiknya menjalankan amanah. 

I know This Too Shall Pass. 

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In

25. Me


Hari-hari berlalu semakin cepat semenjak aku sudah lulus kuliah. Fase-fase dimana merasa kehilangan diri sendiri, kehilangan rasa antusias dan kehilangan cara bermimpi. Satu-satunya keahlian yang aku bisa kembangkan selama ini. Tiba-tiba hilang begitu saja. Aku takut terlalu berangan-angan, aku takut terlalu berharap atau takut-takut yang lainnya. Sejak kejadian hari yang cukup membuatku setiap kali bangun pagi dan memikirkan pekerjaan bernafas berat. Sering kali berfikir, apakah aku sebodoh itu, kenapa aku berulang kali melakukan kesalahan bodoh yang sama. Apakah aku tidak seharusnya berada ditempat aku berada sekarang. Apakah aku tidak sesuai? apakah aku ini dan itu. 

Di hari hari lainnya, aku percaya, mungkin itu memang bukan tempatku tapi mungkin di tempat lainnya dengan pekerjaan yang sama, aku bisa melakukan dengan lebih baik. Apakah aku harusnya memang saatnya berpindah dan mencari tempat yang lebih sesuai. Mungkin ada kendala lainnya lagi, tapi aku yakin aku bisa lebih nyaman dan tidak selalu teringat-ingat hal yang menyebabkan hari itu aku merasa bersalah. Bahkan setelah 3 bulan yang berlalu, masih belum ada yang banyak berubah. Yang berubah hanya aku lebih bisa menjaga jarak. Memang hidup kadang soal menjaga jarak. Jarak dengan lingkungan dan orang-orang yang seharusnya tidak boleh melebihi batas itu. Atau salah satu dari kami akan saling menyakiti.

Aku tidak mau menyerah, aku mau terus melakukan hal yang membuatku antusias itu. Aku tau, aku bisa, dan pasti bisa. Aku percaya pada diriku. dan pada orang-orang yang selama ini selalu ada untuk mendukungku. 

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In

Bunga dan Lampu Lalu Lintas

Sabtu, 04 September 2021

Hari-hari yang aneh. Saat pagi, hal terasa baik dan menyenangkan. Bunga sakura mulai bermekaran disekeliling kota. Cuaca juga cukup membuat badan mengeluarkan keringat, untungnya hari itu Air Conditioner ruangan tetap membuat kedinginan seharian. Jarak kantor dengan tukang digital printing ternyata tidak sedekat dugaan awalku. Meski dengan sedikit kekhawatiran, akhirnya ekspetasi hasilnya memuaskan. Hampir saja aku mencela jarak dan biaya yang harus aku keluarkan. Selepas menggambil hasil itu, aku berhenti sejenak menanti lampu rambu lalu lintas. Ah, sudah musim bunga ternyata. Cantik sekali warna pink bercambur biru. Kuambil kamera di saku dan "click" aku mempunyai satu gambar langit yang bisa aku jadikan wallpaper handphone.

Tapi, setelah aku mengambil potret kamera itu, tiba-tiba teringat soal laporan yang belum aku garap setelah interview dengan kandidat yang pernah bekerja di perusahaan konstruksi yang juga menyediakan barang dagang lampu lalu lintas. 

Baiklah, akan aku selesaikan setelah semua perintilan soal reward kontes kemerdekaan bulan Agustusku ini kelar. 


Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In #opinion #selftalk

Rebranding Me.

Hai. Kembali lagi sama aku, Sisi, di section ngobrol random malam-malam. Setelah berkelana di berbagai lini masa, ya karena sekarang masih pandemi, jadi berkelananya jangan kemana-mana selain di dunia maya yah! tapi aku menemukan banyak hal yang ngga kalah menarik dari dunia itu loh. Hari ini aku lagi-lagi terinspirasi oleh seorang seniman random yang muncul di beranda youtube-ku, namanya Kyuuwaii, Dia orang jepang yang suka bikin cover lagu. Hihi, gayanya yang beda dan unik membuat aku melihat beberapa video randomnya. Kyuuwaii punya hal yang ngga kebanyakan artis cover lain punya. Pertama aku suka sikap bebasnya dalam bergerak-gerak seperti cacing laut ketika ia bernyanyi, kadang hal itu mengingatkanku dengan diriku sendiri ketika menyanyi sambil ngedance random hanya untuk menikmati lagunya. Kedua alat musiknya dari bolpen dan perabotan rumah tangga yang lainnya, yang ternyata bisa ya menghasilkan musik yang bagus. He's such a brilliant dan tentunya out of the box. Hahaha. Selanjutnya tentu bagaimana caranya menjadi dirinya sendiri di setiap karyannya tanpa memikirkan pendapat orang lain. Aku rasa seni memang seharusnya sebebas itu tanpa ada beban ekspetasi apapun. Papin, ilustrator kesukaanku juga mengatakan tidak ada gambar yang jelek, sama halnya dengan seni lainnya, semua memiliki segmentasi, pasar dan peminatnya masing-masing. Bisa jadi hal sereceh itu lucu bagiku tapi aneh di kamu, ya sebenarnya semua kembali lagi ke selera. Kita tidak harus disukai semua orang. Cukup orang-orang yang memang menyukaimu yang kamu perlu perhatikan, dan orang-orang yang mencibirmu biarkan saja. Hidup memang berjalan begitu, sama halnya seperti udara yang bergerak karena angin yang berbeda. Indah bukan, hah? hahaha~

Oh iya sebenarnya tulisan ini juga bukan untuk siapa-siapa selain untuk jurnal pribadiku. Seniman yang sesungguhnya seniman adalah yang melakukan bukan untuk siapa-siapa selain menyenangkan dirinya sendiri, wkwkw. And I love to write about how I feel. Oh apakah aku menyebut diriku sendiri seniman? hahaha, iya dong, semua orang adalah seniman di kehidupan mereka masing-masing karena mereka menggambar apa yang ingin mereka gambar soal diri mereka di selembar kertas putih. Dan aku ingin memulai kembali mengenal diriku tanpa ekspetasi apapun. 

Who am I? I'm still learning to know myself better too actually. Let's be Friends again Si and start everything from the very beginning.

Aku adalah perempuan yang menyukai hal hal apa saja terutama yang berbau lingkungan, budaya, pendidikan, dan seni (mulai dari musik, drama, lukis, sampai tulis). Aku juga tipikal ENFJ kalau dalam teori MBTI Psikologi ya. Yep, ekstrover perasa intuitif dan menyukai hal-hal berjalan sesuai rencanaku sebenarnya. Tapi hidup terlalu singkat diisi oleh kekecewaan, so let it be what it should be. Beberapa kali ketika aku terlalu memaksakan aku harus seperti apa, justeru membuatku tidak leluasa mengenali dan berdamai dengan diriku sendiri. Jadi, hari ini, aku mau memulai semuanya lagi, dengan diriku sendiri. Aku akan menulis blog tanpa ada beban tanggung jawab moral karena sarjana Psikologi dan harus mengangkat tema-tema berbau psikologi, atau aku tidak akan memaksa diriku untuk menjadi terlihat keren di depan orang lain, aku hanya ingin menjadi diriku sendiri seperti apa yang membuatku merasa nyaman. Aku harap kamu juga bisa menerima dan menyayangi diri sendiri tanpa ekspetasi apapun. Cukup bernafas dan nikmati hal-hal yang masih bisa dinikmati sampai sejauh ini. Let's meet in another random talk! See ya.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In #volunteer

11


Inilah ceritaku dengan Kesepuluh orang yang berhasil membuat aku ingin terus belajar; belajar dari pengalaman, belajar dari perjalanan, belajar lebih dari arti kata berbagi.

Sekali Lagi

Sekali lagi, aku ketagihan dengan kegiatan berbagi ala TnT Seribu Guru Surabaya. Travelling to Care, Teaching to Share. Sesuai semboyannya, mereka sungguh membuktikannya. Dengan jumlah total sebelas orang volunteer dan panitia. Kami tetap berangkat apapun yang terjadi. Waktu keberangkatan jatuh di malam jum’at ciamik, berhiaskan rembulan tepat diatas langit, menyapai kami, melambai-lambai, menemani, menyinari, cantik tersenyum manja bak bidadari jatuh ke bumi.

Sesuai jadwal kami akan bertemu di Meeting Point (re: Depan Gedung Graha Pena Surabaya) pukul 18:00. Tapi jadwal dan kenyataan belum tentu sama, sabar dulu, aku akan menceritakan kronologis terlogis pernah ada seantero bumi ini –oke ini agak hiperbola-  mengenai alasan kenapa keberangkatan kali ini tidak tepat waktu.

—FlashBack—

SOSOK PERTAMA

MBAK WIRA

“Pertemuan Pertama”

Rumahku ada di perbatasan Surabaya dan Sidoarjo, dekat dengan Terminal Bungurasih, Bandara Juanda, dekat dengan Supermarket Giant Waru, Stasiun Waru, dan juga SMA Hang Tuah Dua Sidoarjo. Serba dekat lah intinya. Hehehe.

Karena rumahku yang dekat dengan Bandara, Mas Andra (koordinator 1000guru surabaya) meminta tolong kepadaku untuk nge-LO in salah satu Volunteer yang jauh-jauh datang dari jakarta. Mbak Wira namanya. Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di salah satu instansi milik pemerintah dan berdomisili di Jakarta. Sebelumnya Mas Andra sudah memberikan gambaran umum mengenai beliau.

“Anak Kelas Inspirasi Jelajah Pulau”

“jam terbangnya uda tinggi diaa haha

“vols terbanyak mengikuti tnt 1000guru regional di Indonesia”

Itu pesan WhatsApp dari Mas Andra ketika aku menanyakan soal profil singkat Mbak Wira. Sontak dalam hatiku mengatakan, “Wah, pasti keren ini mbaknya,”. Seperti biasa aku selalu suka bertemu orang-orang baru. Aku merasa akan mendapat sesuatu yang berarti buatku dari mengenal mereka. Pasti ada cerita baru.

Pertemuan pertama yang begitu berkesan. Aku tidak merasa ini merupakan pertemuan pertama kita. Ini terasa seperti sebuah reuni kawan lama. Sungguh.

Aku menyapanya, tersenyum manis dan penuh spirit positiv karena aku bertemu orang hebat. Dan Mbak Wira pun juga begitu. Senyum merekahnya semerekah baju bunga-bunga indah yang dikenakannya saat itu. Manis sekali. Mbak Wira yang baru tiba langsung mengajakku untuk mampir sebentar ke atm dan mampir makan.

Sambil menikmati makanan kita, disini Mbak Wira mulai menceritakan bagaimana perjalanannya sampai datang ke Surabaya.

“Pesan WhatsApp

Semua dimulai sejak Mas Andra yang tiba-tiba mengiriminya pesan whatsapp pada hari rabu 11 Oktober 2017 (h-3 kegiatan volunteer) di tengah malam menawarkan untuk menjadi volunteer di kegiatan 1000 guru surabaya Reuni Vol.2 . Mbak Wira yang sudah banyak pengalaman dengan mudahnya memahami betapa daruratnya dan krisisnya acara TnT kali ini. Sampai – sampai Koor mengajaknya secara langsung di tengah malam pula.

Rencana awal Mbak Wira yang akan beristirahat di akhir pekan minggu gagal. Karena minggu sebelumnya Mbak wira sudah melancong ke luar kota dan minggu depannya akan terbang lagi ke Kupang.

Namun panggilan hati memang tidak bisa dipungkiri, Mbak Wira suka berbagi, dan adik-adik juga pastinya sudah menanti.

Tapi ternyata pesan Mas Andra bukan sekedar undangan. Tetapi juga permintaan penambahan jumlah volunteer. Mbak Wira ini sebenarnya bingung berapa jumlah anak yang harus diajaknya, karena Mas Andra tidak memberikan spesifikasi jumlahnya. Setelah melakukan chat kesana kesini dalam waktu sesingkat itu, tidak ada yang memberi respon positiv.

Akhirnya mulai ada titik terang. Ia mengirimi pesan ke salah satu partnernya di TnT Kalsel, Safira namanya. Mbak Wira menceritakan kalau ia mau ke surabaya dan mengikuti tnt reuni nya 1000 guru surabaya. Dan dengan semangat safira yang juga suka kegiatan tnt ditambah adanya mbak wira mengiyakan ajakannya. Menyanggupi akan membuatkan 30 nametag untuk anak-anak, dan mulai menyiapkan materinya berdua via online.

Akhirnya mbak wira ada partner mengajar. Oiya tidak hanya dua, sesuai booklet yang dibuatkan oleh si Cis salah satu alumni TnT 15 yang sekarang jadi panitia sie Acara pun membubuhi satu nama cantik, Anissadi daftar pengajar kelas 3,4 SDN Gajah 3 itu. Mbak Wira dan Mbak Anissa ini sudah saling mengenal juga sebenarnya dari acara TnT Seribu Guru Malang, cuma Mbak Anissaini tidak ada komunikasi lanjut dengan Mbak Wira. Akhirnya Mbak Wira Cuma berkoordinasi dengan Safira aja.

Setelah selesai masalah partner, sekarang saatnya pindah ke masalah perizinan kantor. Seperti yang kalian ketahui, perizinan dikantor tidak dapat semudah itu di lobby apalagi dalam waktu yang singkat. Namun lagi-lagi Allah memberikan kemudahannya.

“Cinta 1000 Guru”

Jakarta pasti identik dengan jalanan macetnya. Itu asli. Mbak Wira hampir saja tertinggal pesawat menuju surabaya. Aslinya gate sudah ditutup, tapi dengan kekuasaan Allah, lagi-lagi segalanya dimudahkan.

Dan aku juga tidak tahu apa yang akan terjadi kalau sampai Mbak Wira sungguhan telat dan ketinggalan pesawat. Dengan jumlah volunteer yang sudah sangat sedikit, beberapa pun masih belum pasti. Ini juga merupakan TnT terdadakan, tertidak terduga dan terdrama yang pernah dialaminya.

Jujur aku juga sempat agak syok ketika tahu jumlah volunteer pada beberapa hari terakhir menuju keberangkatan. Mungkin kalau orang yang tidak sungguh-sungguh cinta sama kegiatan volunteer tidak akan sampai bela-belain begini. Dalam waktu sesingkat itu, menyiapkan segala keperluan materi, tiket, reward, dan tetek bengeknya. Di saat tanggungan kerjaan juga sedang menggunung.

“kalau orang ga bener-bener cinta sama TnT ga bakal bela-belain gini. Untung aku cinta sama 1000 guru,” ungkapnya dengan semangat saat itu.

Makan sore kami berakhir dengan cerita singkat perjalanan Mbak Wira menuju kemari. Dan pengalaman-pengalaman lalu di TnT regional lain. Dilanjutkan lah dengan acara bersih diri dirumahku. Sharing-sharing tipis dan Mbak Wira juga bercerita mengenai pertemuannya dengan Mas Andra di TnT Celebes dulu. Beberapa hal masih terjadi diluar perkiraan Mbak Wira ataupun aku.

Sungguh aku merasa seperti menemukan sosok kakak dalam dia. Kakak yang sudah lama tidak bertemu, manis. Aku bahkan sudah diberi oleh-oleh gantungan kunci sama Mbak Wira karena ia baru dari Padang. Bisa seakrab ini dengan orang yang aku kenal beberapa jam lalu adalah hal yang sangat luar biasa. Mungkin karena kesamaan passion. Mbak Wira juga suka bertemu orang-orang baru, dan berbagi pengalaman bersama mereka. Sama persis.

Ini adalah salah satu hal yang membuatku cinta 1000 guru, kami memiliki kesamaan passion. Di sini aku ditemukan oleh orang-orang hebat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap sesama. Disini aku bertemu dengan mereka yang setujuan. Disini aku menjadi seutuhnya aku.

—Now—

Beberapa drama kecil yang terjadi saat itu, didukung waktu yang terus melaju tanpa mau tau, menjadi alasan kenapa aku dan Mbak Wira telat beberapa menit sampai di Meeting Point. Dan yahh....seperti biasa, ternyata di lokasi pun baru hadir satu manusia, ditemani tumpukan barang-barang yang tak tertata rapi dengan perlengkapan donasi, dan hal lain-lain yang waktu itu kurang teramati dengan jeli dan teliti. Aku yang sewaktu itu kebagian membawa donasi susu dari Frisian Flag, segera menurukan barang-barang dari uber. Enam dus kotak susu donasi, dua tikar karpet dan tas yang tidak terlalu berisi aku letakkan sembarangan sembari mataku melihati berkeliling, mencari dimanakah para tim dan volunteer ini. Aku masih terpaku karena jumlah orang yang ada dilokasi saat itu. Sungguh disitu Cuma sepasang sepatu sedang duduk-duduk temenung.

Biar aku deskripsikan orang yang diam dan menepi itu. Ia berjenis kelamin laki-laki bertubuh jangkung dan kurus, duduk manis didepan ATM Center Graha Pena, dengan telepon gengamnya, barang-barang donasi didepannya dan tas di pundaknya. Mungkin mas ini kelewat positive thingking kalau kita akan tepat waktu berangkat pukul 18:00 WIB dari Surabaya. Dia duduk ditemani galon tak terisi dan dinginnya angin malam pinggir jalan Ahmad Yani. Ternyata mas satu ini memang yang sejak awal paling berdedikasi, batinku dalam hati. Mengapa aku membantin begitu? Jadi, Ini kisah awal mula pertemuanku dengan sosok yang memiliki nama sama dengan Presiden Kedua RI ini. Habibi.

—FlashBack—

SOSOK KEDUA

MAS HABIBI

Jumpa Pertama

Pertemuan pertamaku dengan Mas Habibi terjadi di Technichal Meeting, tepatmya Hari Minggu Tanggal Delapan Bulan Oktober. Aku yang berpamitan datang telat pada Mbak Hilda (Penanggung Jawab TnT Reuni) baru sampai lokasi pukul 12:30 WIB – dengan wajah agak kucel akibat perjalanan ditemani teriknya matahari dan debu manis Surabaya yang makin hari makin bertambah polusinya-  sedikit terkejut dengan jumlah orang yang hadir di lantai dua Togamas Diponegoro kala itu. Cuma tiga orang. Mbak Hilda, Mbak Nida dan satu orang volunteer, Mas Habibi.

Oke ini memang diluar ekspetasiku. Jujur aku sebagai panitia juga kurang banyak tahu mengenai perkembangan TnT Reuni, aku tidak dapat mengikuti rapat minggu lalu, dan di grup panitia sendiri juga B aja gitu, sepi.

Dan Ada tiga hal diluar ekspetasiku.

Pertama aku baru tahu ternyata jumlah murid SDN 3 Gajah, Desa Gajah, Kecamatan Sambit Ponorogo  ada 85 murid. Sebelumnya memang destinasi sekolah ada di daerah lain, namun dikarenakan, kami tidak ada survey. Keputusan diambil di sekolah yang sudah jelas medannya. Dan sekolah ini memang dapat referensi dari guru kenalannya Mas Andra sewaktu di Pulau Bawean.

Kedua, ternyata banyak volunteer yang tiba-tiba mengundurkan diri H-7 Kegiatan. Dan dalam SOP sebenarnya mereka tetap harus membayar setengah biayanya. Jumlah total volunteer yang pasti waktu itu 5 orang.

Ketiga ternyata Mbak Hilda sendiri juga tidak bisa mendampingi kami dalam tiga hari. Dan Semua itu aku tahu baru di hari itu.

Sungguh, ini sangat mengherankan. Kalau dibandingkan dengan TnTku di SDN Tondomulo Desa Bunten, Kec. Kedungadem, Kab. Bojonegoro. Dengan jumlah total siswa SD-SMPnya sekitar 30anak. Dan jumlah total volunteer dan panitia 25 orang. Sangat bertolak belakang bangetlah pokoknya. Dan Jumlah total volunteer dan tim yang ikut Cuma 13 orang waktu itu. Waktu itu. Dan ini masih bisa berubah sewaktu-waktu.

Waktu terus bergulir mengalir membuat percakapanku dengan batin tiba-tiba terhenti, dan mulai fokus kepada seorang laki-laki yang sedari tadi tidak banyak berbicara apalagi ketawa – ketiwi. Kak Hilda memperkenalkannya dengan sebutan Kak Anang. Dan tampak tak ada perlawanan atas sebutan itu.

Aku Habibi bukan Anang

Mas Habibi, sebut saja dengan panggilan itu. Karena ia sepertinya juga sudah geli sejak awal dipanggili Kak Anang olehku dan Kak Hilda. Akhirnya Suasana menjadi cair, ketika hadir dua orang perempuan manis yang juga sudah kenal Mas Habibi. Mbak Ajeng dan Mbak Disty. Mereka datang memanggili Mas Habibi yang sudah mulai lesu dan berharap segera bisa balik ke atas selimut kamarnya, karena sebenarnya ia baru saja kembali dari Jakarta pada pukul satu dini hari.

Aku belum melihat banyak sisi lain dari Mas Habibi di pertemuan pertama ini. Dia terlihat seperti manusia normal lainnya. Yang sopan, santun, kalem, dan seperti para volunteer pada umumnya tapi semua presepsiku berubah setelah melewati tiga hari di antara bukit-bukit desa gajah itu. Untuk cerita lengkap mengenai sosok Habibi ini akan terus berkembang seiring kalian membaca cerita ini. Oke saatnya kita kembali ke masa sekarang ya.

—Now—

Tidak terlalu lama, datanglah sepasang bola mata milik gadis tinggi, cantik bak seorang puteri dan bidadari yang nyasar ke bumi #eaa. Dengan senyuman ramah, ia menyapaku hangat. Tanpa pilkir panjang, aku menghampiri dan duduk disampingnya. Sementara Mbak Wira masih sibuk dan entah pergi kemana. Kami bersalaman dan menyebutkan nama masing – masing, entahlah, langit sepertinya sedang berkonspirasi. Aku merasa terlalu banyak kesamaan yang ada padaku dan perempuan yang juga sama-sama semester lima ini. Dalam waktu sepersekian detik, aku merasa klik dan bisa saling tertawa lepas membahas hal-hal yang mendasari dan menjadi motivasi hadir saat ini dan di tempat ini.

SOSOK KETIGA

SAFIRA

Safira namanya. Salah seorang yang diceritakan oleh Mbak Wira di awal pertemuanku dengannya. Perempuan dengan semangatnya untuk segera mengiyakan ajakannya ketika tau Mbak Wira datang ke Surabaya untuk mengikuti acara TnT di 1000 Guru Surabaya. Tidak Cuma punya fisik yang cantik ala model-model hijabi masa kini, Safira membuktikan bahwa nama adalah doa. Arti nama safira sendiri ialah perhiasaan berwarna  biru, hatinya sebiru namanya. Biru melambangkan air, dimana air sendiri selalu bermanfaat untuk manusia. Tanpa air tidak ada kehidupan. Seperti itulah sosoknya yang aku rekam di beberapa menit pertama percakapan kami. Dengan nyamannya ia membicarakan mengapa ia menyukai hal-hal semacam ini. Kegiatan TnT pertamanya dilakukan di Kalimantan Selatan, dan ia berpasangan dengan Mbak Wira. Ia rela jauh-jauh datang ke luar pulau untuk menjadi pengajar. Meluangkan waktu, tenaga, dan niat tidak pernah sebercanda itu memang. Dan ia melakukannya.

Kali kedua mengikuti kegiatan TnT, ia rela pergi jauh-jauh dengan kendaraan kereta api, sendirian selama 10 jam. Dan itu merupakan pengalaman pertamanya sendirian dalam perjalanan selama itu, “sampai orang depan sampingku itu udah ganti berapa kali, aku masih tetep duduk aja sendiri,” katanya sambil tertawa sumringah ketika bercerita kepadaku.

Karena sudah mencoba di beberapa regional lain, safira ini juga penasaran ingin coba di regional kota nya berdomisili saat ini. Sudah mencoba dua kali tapi selalu gagal. Alhasil ia sempat trauma, dan tidak mau mencoba lagi.

Sampai tiba di suatu malam datanglah ajakan dari Mbak Wira. Safira yang sebenarnya juga ada tugas praktek kerja lapangan (PKL) ke luar kota saat itu, segera mengondisikan segalanya, mencari penggatinya, mengosongkan jadwalnya yang sudah tertatat rapi hanya untuk kegiatan tnt ini. Allah lagi-lagi selalu ikut berkonspirasi yang akhirnya kini aku bisa bertemu sosoknya di depan jalanan ahmad yani yang makin malam makin tidak sunyi.

Safira, seorang mahasiswi Ilmu Komunikasi semester lima Universitas Airlangga (UNAIR) yang sedang ujian tengah semester kala itu, sekali lagi masih mau peduli meluangkan waktu pribadi menyiapkan segala pernik untuk bahan materi.

Penantian yang mulai Berakhir

Setelah berbincang dan sharing pengalaman dengan si Safira, tidak terasa waktu dengan cepat berubah angka. Sekarang sudah pukul 19:00 itu yang aku ingat, satu persatu manusia yang aku nantikan hadir mengisi kekosongan kursi pinggiran ini. Cis, Mbak Distyk, Mbak Ajeng. Mereka adalah para pejuang dan salah tiga kontributor besar dalam acara tnt reuni ini, yang pastinya juga masih ada dua punggawa hebat lainnya (Mas Andra dan Mas Fajar) yang belum terlihat batang hidungnya sedari tadi.

Mungkin masih sibuk mengurusi beberapa hal yang belum beres. Seperti banner, background bintang harapan, dan hal krusial lainnya seperti Kaos .

SOSOK KEEMPAT

CIS

Rizki atau yang biasa dipanggil Cis oleh orang rumahnya ini adalah temanku saat di TnT Bojonegoro kemarin. Dia juga mengajar adik-adik SMP, bedanya dia mengajar SMP kelas 3 dengan jumlah tiga murid. Mungkin ia merasakan hal yang sama denganku, perasaan nyaman berada di komunitas ini. Mungkin. Atau mungkin ada beberapa alasan lain yang membuatnya ikut acara kepanitian tnt kali ini bersama aku.

Cis tergolong orang yang beruntung menurutku, betapa tidak. Di usia semesternya yang masih menginjak semester tiga, ia sudah mendapatkan banyak pengalaman dari kegiatan – kegiatan volunteer seperti ini. Dulu waktu aku saat masih semeseter tiga masih galau dan ga jelas mau ikut komunitas luar kampus yang seperti apa. Meskipun selama kepanitian kami Cuma bertemu sekali itupun di rapat terakhir, tapi kami selalu reunian sendiri membahas tnt kami sendiri juga. Ya emang dasarnya kita masih baper sih. Wkwkw.

Cis Si Anak Acara

Cis yang sie acara datang dengan membawa tas cangklongan besar. Segera setelah melihatnya, aku bertanya. Apa saja yang dibawanya. Kenapa banyak sekali

“ini loh, aku bawa jajan buat reward nya adek-adek”

“nanti biar tiap tingkatan kelas dapat, sudah aku itung juga jumlah jajannya”

Oiya aku jadi teringat kegiatan pengobatan gratis kita gagal dilaksanakan, karena kurangnya tenaga medis yang tersedia, juga yang dari jurusan farmasi tidak ada. Akhirnya digantilah menjadi penyuluhan kesehatan, karena mungkin bisa memungkinkan apabila ada sekitar dua tiga orang dokter yang bisa meng-handle kegiatan penyuluhan.

Dan lagi-lagi ada berita di hari ‘itu’ juga dari Mbak Distyk yang menghubungi para volunteer kesehatan -Mas Fadlan dan Mbak Annisa-  yang berhalangan hadir karena padatnya kehidupan seorang dokter. Dan akhirnya, Cis akan menggantinya dengan kegiatan bermain permainan tradisional. Semua serba mendadak memang. Tapi dibalik semua itu, yang paling berkesan karena improvisasi ini.  

Improvisasi

Jujur, kepanitian kali ini mungkin menjadi kepanitian yang paling improvisasi sepanjang hidupku. Beberapa jam sebelum keberangkatan ada yang cancel, beberapa jam sebelum keberangkatan banner baru jadi, beberapa jam sebelum keberangkatan background bintang harapan baru di cetak, Kurang dari 48 Jam sebelum keberangkatan kaos baru mulai disablon. Beberapa jam sebelum keberangkatan uang masih kurang. Beberapa jam sebelum keberangkatan masih banyak sekali drama yang terjadi diantara para panitia.

Senernya aku merasa semua serba ga enak dalam beberapa jam sebelum keberangkatan kali ini. entah karena ga enak sama volunteernya karena kita molor, entah gaenak karena karaena Pjnya sendiri Kak Hilda tidak bisa terlalu berlama-lama di lokasi mepo, entah karena akunya sendiri aja yang merasa aneh dengan jumlah yang Cuma beberapa ini dibanding pas tnt bojonegoroku kemarin.

Dan entah mengapa mungkin sudah terlewat profesional ya kakak – kakak dengan kadar keyakinan berlebih, bondo nekat, pokoke yakin ini, seperti Mbak Distyk, Mbak Ajeng, Mas Fajar, dan Mas Andra ini, aku juga merasa tntku kali ini akan jauh lebih berkesan dari sekedar tnt bojonegoro kemarin.

—FlashBack—

SOSOK KELIMA

MBAK DISTYK

Si Ceria pemberi energi positif

Saat itu adalah kali kedua diadakannya rapat TnT dan kali pertama aku bertemu Mbak Distyk, si ceria pemberi energi positif, perempuan yang juga ditunjuk sebagai sekertaris acara TnT kali ini. Kesan pertama yang aku tangkap darinya adalah, ramah. Dia datang dengan candaanya dengan Pak Koordinator -Mas Andra-. Mereka berdua tampak akrab. Seperti saudara aja. Aku menikmati perasaan nyaman yang ada diantara mereka. Selain itu Mbak Distyk juga menyambutku seperti adiknya sendiri.

Tertangguh

Sama seperti sub-judul itu. Menurutku sosok Mbak Distyk bisa dibilang perempuan tangguh. Alumni volunteer TnT 4 ini juga menceritakan banyak hal mengenai TnT sebelumnya yang pernah ia ikuti. Menceritakan dinamika komunitas seribu gutu sejak tahun 2015. Ia sering mengikuti kegiatan-kegiatan semacam ini. Ia juga salah satu volunteer Kelas Inspirasi Surabaya. Dan Mbak Distyk juga dulu yang menjadi panitia kegiatan Reuni dan Berbagi (RnB) 2017 Seribu Guru Surabaya. Mbak Distyk yang lulusan UNAIR Jurusan Sumber Daya Perairan ini memang sepertinya ketagihan dengan kegiatan sosial seperti ini. Aku salut dengan semangatnya.

Di beberapa jam sebelum keberangkatan -tepatnya malam kamis sehari sebelum kami berangkat keesokan harinya- banyak pekerjaan yang di handle sama Mbak Distyk ini. Mulai dari ke Pasar Grosir Surabaya (PGS) buat ambil tas sampai urusin masalah sponsorship ke togamas. Sungguh contoh adalah panitia yang teladan deh. Wkwkw. Semangatnya buat adik-adik di Desa Gajah itulo. Yang bikin aku makin sayang dan respect. Kamu keren Mbak Distyk.

Pasangan Serasi

Sosok selanjutnya merupakan pasangan serasi dari mbak distyk. Ia juga merupakan alumni TnT 5 dan 6 yang aktif bantu-bantu komunitas seribu guru surabaya waktu acara buka bersama anak panti asuhan dan TnT reuni kali ini. Sosok yang imut-imut, awal aku kenal ia juga terlihat seperti perempuan pemalu dan kalem. Namun setelah tiga hari bersama di antara bukit-bukit Desa Gajah. Mbak ini ternyata tidak kalah semangat dan cerianya dengan Mbak Distyk.

SOSOK KEENAM

MBAK AJENG

“Mbak Ajeng!!!” Begitu panggilku saat tau ternyata dia adalah teman sekelas kakak perempuanku sewaktu SMA. Selain menjadi asisten bendaharanya Mbak Ajeng (yang sepertinya aku juga tidak terlalu membantu karena Mbak Ajeng sudah sangat expert bahkan tanpa bantuan, eheheh) aku lagi-lagi merasa menjadi seorang adik diantara mereka bertiga.

Pertemuan pertama kita di Loop Station  di rapat kedua, lalu pertemuan kedua ada di TM H-7 hari keberangkatan. Tidak terlalu banyak kesan yang aku dapatkan dari Mbak Ajeng diawal. Karena mbak ajeng ini begitu kalem, dengan kearifan sifatnya, dan kematang sosio-emosinya, dia Cuma berkomntar sedikit ketika Mbak Distyk cerita panjang lebar soal keluh kesah ketika pra-kegiata tnt ini. Tapi lagi lagi mereka berdua adalah salah satu alasanku memilih tetap konsisten ikut kegiatan tnt reuni ini.

Grup duit

Grup ini terdiri dari aku, Mbak Distyk dan Mbak Ajeng. Kita bertiga. Hehehe. Jadi ceritanya, aku aslinya dari sie konsumsi, tapi karena dalam sie konsumsi ini belum terlalu banyak hal yang harusnya dikerjakan, maka Kak Hilda menunjukku menjadi asisten bendaharanya Mbak Ajeng. Seperti yang aku bilang sebelumnya, aku merasa tidak terlalu banyak peran disini, selain menghubungi dan mengingatkan para alumni via jalur pribadi untuk membayar biaya donasi atau menjawab pertanyaan para alumni karena nomorku sendiri yang memang dijadikan Contact Person.

Tenyata tidak banyak yang menghubungiku meski sudah jadi CP. Heheh. Sedih sekali. Cuma ada beberapa orang yang bertanya, dan syukurnya di jam-jam terakhir ada alumni yang mengabari mau berdonasi alat tulis. Syukurnya.

Di grup duit ini isinya mungkin sesuai namanya, kami membahas masalah duit. Kekurangan. Pengambilan logistik dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Sosok mbak ajeng ini akan lebih berkembang lagi keunikannya seiring berjalannya waktu. Kalian harus baca sampai akhir ya!:)

SOSOK KETUJUH

MAS FAJAR

Wah. Mas Fajar. Seperti namanya dia memang menjadi sosok yang menerangi kita. Eaaa. Mas fajar adalah Tim Seribu guru yang menjadi penanggung jawab dari pihak tim acara TnT reuni ini. Dia anak multimedia, bagian fotografi dan videografi biasanya. Dan di TnT kali ini sebenernya dia pingin banget jadi pengajar, yah sayangnya tidak terealisasi ya. Wkwkw. Selain seorang mahasiswa, Mas Fajar juga seorang pegawai. Ya meskipun di semeter akhir kehidupannya sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara dan juga aktivis di Lembaga Pers kampus dan anak Karang Taruna –banyak banget ternyata kesibukan Kakak satu ini- yang super duper sibuk sampai kadang suka miss communication gitu sama kita-kita. Tapi dia masih bisa profesional bagi – bagi waktu menurutku.

Sebenarnya tiga orang terbaru yang aku ceritakan ini (Mbak Distyk, Mbak Ajeng, dan Mas Fajar) juga sempat ada sedikit konflik di pra-acara. Aduh panjang sekali ceritanya deh kalau tau gimana curhatannya Mba Distyk tentang Mas Fajar wkwk. Dan bagaimana melas wajah Mas Fajar ketika hadir di rapat terakhir kali pada malam kamis itu. Atau omelan-omelan kecil Mbak Distyk waktu tahu masih banyak beberapa hal yang belum fix di menit-menit terakhir. Atau alasan-alasan ketidak-bisaan Mas Fajar karena terbatasanya waktu 24 jam dalam sehari karena masih banyak tanggung jawab lain yang tidak bisa ditinggalkan atau wajah–wajahku dan Cis yang antara heran dan takjub bagaimana bisa persiapan yang begitu mepet menghasilkan sebuah cerita penuh rasa ini. Karena kami adalah yang paling newbie diantara orang-orang hebat tnt reuni kali ini.

Intinya, jujur aslinya aku salut sama Mas Fajar, buat keyakinannya, semangatnya, tidak mengeluhnya, dan tanggung jawabnya untuk acara ‘penuh kisah’ sebelas punggawa berfaedah ini.

—Now—

Akhirnya kita kembali ke kids jaman now. Eh salah. Kembali ke masa sekarang maksudnya, setelah menggebara ke beberapa waktu lalu. beberapa waktu terdahulu untuk menelisik mereka satu persatu.

Sekarang di depan atm center Graha Pena ada aku, Cis, Mas Habibi, Dan Mas Fajar. Mbak Distyk, Kak Hilda Dan Mbak Ajeng masih di KFC A Yani masih mengguntingi Id Card dan memasukkanya ke dalam keplek. Tiba-tiba Kak Hilda sudah datang disana -eh emang Kak Hilda datang lebih awal daripada aku sih, Cuma dia lagi ada di dalam KFC jadi ndak langsung ketemu- dengan tergesa-gesa dia memintaku membantunya mengambil donasi alat tulis dari alumni yang aku ceritakan tadi. Ya memang Kak Hilda yang menyanggupi bertemu dengan kakak alumni di KFC A Yani waktu siang itu, dan sebagai gantinya Kak Hilda yang seharusnya ambil susu donasi dari frisian flag di dekat CK Waru -bawah jembatan layang waru itu- digantikan olehku.

Setiap orang mempunyai dramanya masing-masing memang di TnT kali ini. Dan ini adalah drama pra-acara tnt versiku. Setelah dari tadi aku selalu menceritakan drama teman-temanku, akhirnya datang juga giliranku wehehe

—FlashBack—

Jum’at dramatis

Hari Jum’at (13/10) kala itu mungkin bisa dibilang menjadi hari jum’at terproduktif-ku. Pagi hari aku ke kampus untuk mengurus masalah tugas Psikologi Eksperimenku dan sudah janjian dengan salah satu panti asuhan untuk bertemu dan membahas tugas besar (tubes) matkul itu. Beberapa hal kadang kala memang harus diselesaikan satu waktu. Aku yang biasanya perlu banyak waktu untuk mempersiapkan keperluanku sebelum bepergian, kini bisa hanya dalam waktu 15 menit. Ini merupakan peningkatan pesat. Aku dulunya sangat takut ada barang yang tertinggal, aku buat list, ngelihatin lagi, dan memilih baju dalam waktu yang agak lebih lama. Kali ini menurutku aku telah memecahkan rekor lama mikirku yey. Wkwkw

Ibuku yang biasanya khawatir dengan segala persiapanku pun sampai tidak tahu aku sudah selesai mempersiapkan semuanya. Malam kamis itu aku memang baru pulang sekitar jam sebelas malam dan seperti biasa aku bisa mencuri-curi tidur saat mengendarai Motor Mio unguku yang menemani perjalanan dan menjadi korbanku selama 2 tahun terakhir. Aku sudah pernah jatuh dengannya lebih dari 3 kali di jalan raya. Kasian sekali dia. Huhuh

Oke kembali ke Hari Jumat, aku menyiapkan semua perlengkapan pada pukul 07.00-07.15 lalu bersiap ke kampus pada pukul 09:00, awalnya Mas Andra bilang kalau ambil susu sekitar jam sembilan. Oke, aku akan ambil susu sebentar, lalu baru ke kampus. Tapi ternyata ada beberapa hal yang membuat molor (re: susunya belum di perah, eh di masukan ke kardus maksudnya) dan setelah menanti sampai jam sepuluh kok ga ada kabar-kabar. Teman teman sekelompokku sudah pada kumpul lagi, makin bingung bin resahlah aku. Akhirnya aku pamit ke Mas Andra buat mengurus masalah masa depanku dulu (re: kuliah) dan setelah semua urusan tuntas. Baru akan pergi ke tempat pengambilan susu Frisian Flag (FF) (wacana nya).

Banku, kamu kenapa?

Aku sungguh nggak merasakan apapun kemarin malam, Aku terlampau lelah sepertinya malam itu, jadi gabisa mikir yang lain selain pulang dan segeraa tidur.

Pagi harinya ayahku bilang untuk mengisi angin banku yang belakang. Aku hanya mengiyakan saja tanpa benar-benar peduli. Barulah ketika perjalanan menuju misi besar, aku tersadar, ada yang berbeda dari dia. Dia menjadi sering gerak-gerak ga jelas, di rem juga terasa mengerikan. Motor, kamu kenapa? Batinku dalam hati. Bernyali seribu doa Al Kahfi, aku percaya Allah akan terus melindungi hambanya yang pergi di jalan yang baik-baik.

Sampailah aku di kos temanku dulu, untuk menjemputnya. Dan hal pertama yang dikatakanya ketika naik motor mioku adalah. “Si, banmu ini bocor, kamu pakai sejak awal dari rumah tadi?“ Dan iya, ternyata setelah tugas ke panti kami jalani telah hampir mari. Wacana ke panti selanjutnya terpaksa diganti lain hari. Aku harus mengurusi motorku dulu ini. Aku berjalan dengan teman kosku yang tadi meniti menuju pak penambal ban yang dengan baiknya masih mau buka di siang terik panas, waktunya jum’at an (lagi). Ternyata banku ga ketusep paku atau apapun, tapi dia bolong. Lumayan besar. masyaAllah. Kasian kamu ban pikirku saat itu. Daripada lama, kuminta bapak mengganti ban saja tak perlu lah ditambal-tambal.

Susu frisian flag, aku datang

Setelah selesai tugasku sebagai mahasiswi, kini saatnya menuntaskan tugas sebagai sie konsumsi. Meluncurlah aku dengan gesitnya menuju lokasi kantor susu frisian flag. Dan drama baru terjadi. Aku yang baru sampai sekitar pukul 12:00 ternyata tidak dapat langsung bertemu mbak Ifi (mbak yang mau kasih susu donasi). Ya tak apa, memang ini jam makan siang. Ketika aku chat mbaknya via whatsapp, mbaknya pun membalas dengan cepat. Yah mbak baru aja aku keluar, bentar ya mbak masih makan siang.

Duh ! kan , udah kayak drama yang baru sampe satunya baru pergi. Aku dengan sopan membalas, iya mbak gapapa memang sudah waktunya jam makan siang, maaf saya baru mengabari, balasku singkat,

Baiklah aku akan menunggu di lobby saja.

Aku chat lagi dengan si mbaknya, eh ternyata ga ada sinyal oh three . . .  three . . . memang benar kamu murah, tapi ya gak gini juga. Berputar lah aku sebetar untuk mencari sinyal. Mencari secuil harapan ditengah-tengah keputus asaan yang sedihnya lagi, soket handphone ku rusak, menyebabkan hapeku gampang tak bisa di charge. Sekali nya bisa eh tidak akan bertahan lama. Dan ini adalah salah satunya contoh itu, batrai hapeku yang awalnya masih 10% tiba-tiba menjadi satu persen. Dan mau tidak mau, pesan singkat whatsapp ini harus segera terkirim ke mbak ifi

“mbak ifi, saya tunggu di lobby ya. Karena handphone saya lowbatt mohon maaf apabila tidak bisa menjawab pesan mbak ifi selanjutnya.”

Dan hapeku tertidurdengan tenang di dunianya.

Aku duduk manis, termenung, sedikit cemas, banyak rindunya eh kok malah jadi nyanyi ya. Heheh. Initinya aku yang memang gampang tertidur mulai merasa mata ini turun wattnya. Kuusir segala kekantukanku sekuat mungkin. Aku baca-baca majalah yang ada disana. Tiba-tiba tertegun beberapa saat, ketika hatiku seperti ada yang memanggil.

Oh. Nyatanya aku telah tertidur. Dan tidak lama kemudian seorang satpam memanggilku, pertanda mbak ifi telah datang. Yey

Mbak ifi telah tiba! Hore

Alhamdulilah semua tugas tugas telah terselesaikan dengan baik, aku bisa membawa enam dus dengan bantuan tali rafia, Cuma yang lucu di akhir bahagia ini adalah

Pertama, aku tertangkap basah tertidur di lobby. Entah kelewat gimana ya, sebenernya malu, tapi ya mau gimana udah kelihatan juga di cctv. Pak satpam yang ada di belakang lobby membantuku mengepaki dus-dus susu itu dengan polosnya bilang, “mbak tadi tidur ya?”, aku yang tidak kalah polosnya menjawab dengan seger “iya pak”. Batinku waktu itu adalah kalau aku bilang tidak kan juga bisa sebenarnya, kenapa aku jujur sekali. Dan aku mau memastikan lagi bapak ini tau dari mana, “kok tahu ya pak?”,”iya tadi kelihatan di cctv”. oh, batinku dalam hati, duh bingung mau merespon gimana. Yang jelas aku memang tertidur, dan sudah tidak punya tenaga buat malu juga. Karena sudah sering malu-maluin.

Hal kedua yang selalu bisa membuatku merasa lucu dengan tingkah-tingkah orang di Indonesia adalah, komentar-komentarnya. Mbak ifi yang dengan ramah memberikan dus-dus tersebut yang kemudian mengomentari dengan santai kemandirianku yang tak tertandingi.

“kok tumben mbak sendiri?”

“iya soalnya ga berdua mbak, heheh. Bisa kok sendiri jugaa, emang biasanya berdua ya mbak?”

“iya biasanya berdua mbak”

“iya saya luar biasa berarti mbak, hehehe”

“anak baru ya mbak?” waduh waktu pertanyaan ini keluar dari si Mbak, aku merasa sepergi pegawai masa percobaan tiga bulanan gitu..

Akhirnya pada pukul 14:00 aku sudah sampai rumah, dengan enam dus susu donasi, dua buah tikar gulung dan satu tas sedang untuk kaos dan perlengkapan lainnya. Akhirnya lengkap sudah semua persiapanku. Tinggal menjemput Mbak Wira. Sosok pertama yang sudah aku ceritakan tadi. Dengan begitu berakhirlah drama-drama h-beberapa jam sebelum tntku.

—Now—

The Bright

Setelah Mas Fajar datang dengan segala keperluan yang masih tersisa seperti banner, cover bintang harapan dan printilan-printilan-nya -volunteer yang cuma tiga manusia (Mas Habibi, Mbak Wira, Safira) dan kami para panitia- sudah tidak sabar menemui mereka besok pagi. Mendadak mendapat sedikit pencerahan, mendapat cahaya ilahi setelah dua kali melihat kecelakaan kecil tepat didepan tempat kami duduk duduk menanti  -Entah kenapa orang-orang ini pada menabrak pembatas jalan berwarna orange yang ditaruh polisi disitu-

 Cahaya itu datang dari kabar seorang perempuan -yang sedang menempuh pendidikan koasnya sebagai sarjana kedokteran- sepertinya bisa menyusul. Dan akhirnya, kami menambah pasukan. Setidaknya satu.

SOSOK KEDELAPAN

MBAK ANISSA

Iya, ini adalah Mbak Anissa yang sempat mau ikut diawal tadi, tapi mendadak bilang tidak bisa karena pergantian jadwal ujiannya. Awalnya si Mbak Anissa ini sungkan karena ditunggui banyak orang, yah padahal ga banyak-banyak juga sih. Sambil menanti jisang/garnisung/truk TNI atau apapun namanya itu, Mbak Anissa datang diantar seorang laki-laki dengan membawa dua tas, satu di punggung dan satunya lagi di bawa dengan tangan. Mbak Anissa yang awalnya memang tidak terencana bisa hadir ini belum mempersiapkan materinya. Sungguh improvisator sekali. Bermodalkan bismillah bu dokter cantik itu, kini bergabung dengan laskar harapanan menuju SDN 3 Gajah.

Let’s Get Start!

Sebelum kita berangkat malam jumat kala itu, kami menanti sendu bapak sopir truk TNI warna hijau itu. Setelah menunggu bu dokter habis ujian, sambil gunting-gunting materi untuk adik-adikku. Kini giliran bapak yang masih ngopi dulu. Yah dan terjadilah drama tunggu menunggu.

Tak apalah hitung-hitung buat pedekate lagi. Saling mencari chemsitry dengan yang baru. Tepat pukul delapan malam Jum’at itu. Kami berangkat mengucap penuh asa kata basmallah, tanda dimulainya perjalanan kami yang akan menjadi cerita baru yang seru.

Pukul delapan malam kala itu terlihat lebih cerah dari biasanya, hembusan angin di sela-sela jendela juga tidak terlalu menusuk kulitku. Semua tampak pas. Jisangnya, orang-orang didalamnya dan barang-barang yang menjadi saksi bisu dimulainya petualangan kami.

Meski di awal –jujur- aku merasa canggung karena banyaknya ruang kosong di jisang itu dibandingkan sewaktu di TnT 15 Bojonegoro kemarin yang ada 25 orang dalam satu jisangnya. Ya, tapi tak apa. Lagi-lagi Mbak Distyk dengan cerianya mengisi kekosongan itu.

Safira yang memang sejak awal bukan alumni dari seribu guru Surabaya masih malu-malu untuk bersuara. Mas Habibi juga belum memperlihatkan sosoknya, ia masih duduk manis ditempatnya. Kalau Cis, waktu itu sepertinya sedang tidak sedang mode ramai. Mbak Anissa dan Mbak Ajeng juga cuma sesekali tertawa ketika digudoi sama Mas Andra.

Mas Fajar duduk disamping bapak sopir, jadi aku tidak tahu apa yang dilakukannya. Mbak Wira masih asik bercerita sama Mas Andra, sepertinya nostalgia atau membahas masalah negara. Entah, aku juga kurang paham.

Intinya kita masih sibuk dengan kesendirian kita masing-masing.

Sampai akhirnya lengkap sudahlah tim kesebelasan untuk tiga hari kedepan, karena kehadiran fotografer perempuan yang dijemput langsung di bypass Krian.

SOSOK KESEMBILAN

MBAK IMEL

Tatak

Mbak Imel adalah orang terakhir yang bergabung bersama kami di dalam truk hari ini. Akhirnya tim kesebelasan kami full team. Mbak imel ini satu angkatan dengan Mas Habibi -sama-sama alumni dari TnT 7- hal yang pertama aku dapat dari mbak Imel adalah tata (red. Yakin).

Jadi ceritanya, Mbak Imel ini juga dadakan banget dapat ajakan TnT dari Mas Andra, bahkan dia ga juga cerita nggak nyangka tiba-tiba sudah duduk diatas kursi jisang yang agak atos itu. Mbak imel yang baru pulang kerja, langsung mempersiapkan kebutuhannya, drama tnt juga dilewati oleh Mbak Imel. Selain yang biasanya Mbak Imel ini susah di-izinin-nya kalau pergi-pergi mendadak, hari itu dengan mudahnya dapat izin. Dia juga sempat menunggu kurang lebih setengah jam-an karena ternyata jisang kami kejauhan. Padahal sewaktu berangkat di tempat penjemputan mbak imel sudah sangat tergopoh-gopoh sekali. Hehehe. But at least kita akhirnya bertemu.

Hal yang mendekatkan kami

Perjalanan kami memang masih panjang. Aku masih bisa melihat jelasnya cahaya bulan yang menyelip masuk diantara jendela depan tempat dudukku, aku masih melihat banyak kendaraan motor di jalanan, dan aku masih melihat tanda sinyal handphoneku penuh, ini masih jauh pikirku dalam hati. Namun perlahan-lahan suasana berubah menjadi lebih nyaman dan akrab, pelan tapi pasti akhirnya kami bisa berada dalam satu forum.

Mas Andra adalah dalangnya.

Salah satu ceritanya yang mampu membuat semua mata tertuju padanya, bukan sebuah kisah nabi apalagi sebuah kisah tentang kisah kasih. Lagi-lagi ini adalah kisah pengalaman pilu dia di jaman masih usia dini. Jaman masih newbie di suatu seminar, menjadi pembicara sebagai koordinator untuk Seribu Guru Surabaya pertama kalinya didepan ribuan mata para mahasiswa dan mahasiswi.

Tiba-tiba kami semua yang mulanya duduk berjauhan, mulai duduk mendekat dengan seksama. Mas andra memberi tanda bahwa cerita yang akan dibawakannya ini ‘lucu’ okeh, aku mewanti-wantinya. Mas Andra memulai kisahnya dengan raut wajah yang bergelora. Ia bilang kalau ini merupakan pengalaman pertamanya menjadi seorang narasumber, semua sudah disiapkannya dengan teliti.

Karena baru pertama, ia selalu mengontrol apa yang akan disampaikannya -saking takut salah ngomongnya- dan Sampai ditengah-tengah terjadilah drama itu. Drama dimana tiba-tiba slide yang ditampilkannya mati karena masalah teknis.

Ketika itu mas Andra merasa ini kesempatan bagus buat dia lebih merileks-kan diri, dengan improvisasi becandaan agar dapat chemistry-nya antar narasumber dengan audience.

Dalam benaknya ia sudah menyusun kata-kata yang akan diucapkannya,

“Nah Penasaran kan?”

Tapi alih-alih kata itu yang keluar, justeru alam bawah sadarnya kini yang memenangkan peperangan antara otak dan batin ini, yang keluar adalah apa yang dirasakan Mas Andra sedari awal acara,

“Nah, tegang kan?”

Kriiiiikkkkkkkk...........

Tiba-tiba suasana menjadi semakin krik-krik dan canggung. Kami semua yang mendengar ceritanya sontak tertawa lepas bersama.

Mas Andra masih mengingat jelas peristiwa itu. Dan cerita pengalaman itulah yang menjadi hal yang mendekatkan kami. Menjadi sesuatu yang membuat kita merasakan chemistry satu sama lain. Dan kisah-kisah konyol lainnya mulai mengudara dari masing-masing kita menyusuli satu demi satu, berbagi canda tawa, kisah sedih, mengharukan, horor, konyol. Semua saling berbagi bersama dibawah atap truk TNI ini, ditambah semiliran angin malam yang tak henti-hentinya melambaikan hawa nyaman disekitar kami.

Terimakasih Mas Andra menjadi pemecah batas diantara kami, dan ini juga merupakan kesanku terhadap sosoknya. Sosok lain seorang koordinator Seribu Guru Surabaya.

—FlashBack—

SOSOK KESEPULUH

MAS ANDRA

Keputusan terbaik

Seperti yang sudah kuceritakan di bagian Mbak Distyk. Aku sudah bertemu dengan Mas Andra pertama kali ketika rapat kedua TnT Reuni. Lalu pertemuan keduaku dengan Mas Andra adalah ketika ada rapat dengan tim seribu guru.

Karena sejak awal di TnT 15 Bojonegoro aku sudah nyaman dengan lingkungan komunitas seribu guru surabaya, akhirnya ketika ada oprec tim Divisi Rekruitmen, aku memutuskan untuk ikut bergabung.

Sabtu h-8 keberangkatan TnT Reuni, ada pertemuan dengan tim untuk membahas acara amal yang dibuat oleh seribu guru. Aku yang masih baru, tentu cenderung jadi pemalu, ya meskipun ada beberapa orang yang sudah familiar karena juga ikut di TnT Bojonegoro kemarin. Tapi tetap saja aku malu-malu.

Seperti judulnya, menjadi bagian dari seribu guru adalah keputusan terbaik yang pernah aku ambil. Teori belajar sosial milik Akung Vgotsky yang mencetuskan bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam belajar itu benar, karena aku merasa dapat banyak energi positif dari sini. Sebenarnya ada beberapa keputusan terbaik lainnya yang aku rasa berhasil ambil berkat Mas Andra, seperti keputusannku ikut acara tnt reuni ini.

Sepertinya orang-orang psikologi memang sudah seharusnya mudah membuat orang lain merasa nyaman. Dan aku nyaman ada di antara teman-teman tim seribu guru jugas salah satunya karena Mas Andra. Entah kenapa sosoknya seperti kakakku sendiri atau seperti dosen favoritku di kampus atau seperti ayahku yang terkadang ketika dia dengan bijaknya memberikan petuah-petuah –ala-ala pujangga gitu-.

Intinya Mas Andra ini tersangar. Bagaimana kepemimpinannya, bagaimana sifat ambivertnya, dan bagaimana kesederhanaannya yang membuat tim kesebelasan kita makin kompak aja setiap detiknya. Dan satu lagi orang memberi ide, ingin membukukan semua kisah kita ini adalah dia, Andra Maulud, Damar Kurung, Narasi Kopi dan nama-nama beken doi lain yang aku mungkin belum aku ketahui.

—Now—

Suasana menjadi semakin cair gara-gara dongengan Mas Andra tadi. Kini yang aktif bercerita jadi bertambah. Mas Habibi mulai menampakkan wujud aslinya, Safira mulai bisa ikut mengomentari, kita semua satu rasa. Bahagia!

Cerita horor yang nggak horor

Semakin malam, Cerita pengalaman lucu yang mendekatkan kita tiba-tiba berubah haluan menjadi cerita horor, dan entah siapa yang memulai semua ini.

Tapi itu juga menjadi alasan semakin merapatnya posisi duduk kita. Mulai dari Mbak Imel dan Mbak Distyk yang menceritakan pengalaman mereka ketika bertemu sesosok makhluk lain, dan sepertinya mereka memang bisa melihat hal-hal yang tidak kebanyakan orang bisa lihat. Si Safira yang sejak awal sudah bilang bahwasannya dia sering sekali tidak bisa tidur walaupun hanya mendengar cerita horor saja dan aku yang selalu suka didongengin -apapun genrenya- mulai menikmati perjalanan ini.

Mas Habibi kini mulai jadi seorang pendongen ulung.

Ini ceritanya.

Ada lagi cerita dari Mas Habibi, cerita pengalamannya melihat penampakan hantu ketika sedang bersepeda menuju suatu tempat, semakin ia lihat, hantunya semakin mendekat, padahal dia sudah baca banyak doa untuk mengusir, sampai akhirnya si hantu ada tepat didepannya, dan yang bisa Mas Habibi lakukan cuma menutup mata, berdoa, mengayuh sekuat mungkin. Akhirnya ia tidak tercebur di kali sebelah jalanan. Dan tetap berada di jalan yang benar sampai hantunya hilang.

Seluruh ekspresi yang diperagakannya mulai dari mimiknya, gerakan tangan, kaki, dan semua gesturenya selalu membuatku yang berniat tidur menjadi tidak bisa tidur. Malam itu sungguh aku lelah tertawa.

Setelah semalaman didongengin Mbak Distyk dan Mas Habibi yang masih asik cerita hantu-hantu akhirnya aku tidak kuat dan bubuk sejenak

The end.

Wajah Mas Habibi ketika menceritakan kisah itu entah flat atau memang gitu ‘gaya pembawaannya’ membuat aku tidak jadi merinding tetapi tertawa terpingkal-pingkal.

Konspirasi Alam yang cantik

Sekitar pukul setengah empat pagi, aku merasa kita sudah berada di tempat yang berbeda. Rasa-rasanya seperti sudah ada di pedalaman terjauh di pulau jawa. Nyatanya masih baru awal perjalanan menuju Desa Gajah. Lagi-lagi, akhirnya mataku jadi full watt. Tidak bisa berhenti menatap keluar jendela. Langit dengan hamparan bintang selalu bisa membuatku jatuh hati, ditambahi bau tanah yang wangi, dan tidak lupa sedikit goncangan memacu adrenalin menjadi hal favoritku mengenai perjalanan menuju pedalaman.

Saat itu goncangannya melebihi goncangan ketika ke Desa Bunten Bojonegoro, mungkin karena muatannya yang tidak terlalu banyak, menyebabkan banyak barang-barang yang berjatuhan -ih alay banget wkwkw- Bukan berjatuhan mungkin bisa dibilang pindah posisi. Kesana kemari menari mengitari kami. Mbak distyk, Mbak Ajeng dan aku yang duduk di tengah berusaha melawan goncangan yang ada. Rasanya seperti di wahana kora-kora batinku dalam hati. Dalam berbagai situasi, lagi-lagi aku tidak pernah sampai hati kalau tidak mencuri-curi pemandangan di depan mata kaki sampai mata hati. Sekali lagi aku mencoba mengabadikan momen langka kerlap kerlip lampu dari atas bukit tinggi, namun gagal.

Kamera lenovo A6000 ku tidak cukup canggih untuk merekam semua itu. Akhirnya aku memutuskan menikmati semua itu sambil terus berucap terimakasih dalam hati. Terimakasih atas kesempatan bertemu orang-orang ini di tempat seindah ini dan terjadi saat ini.

Tim semangat 45!

Kami sampai di lokasi –perkiraanku- sekitar pukul 05:00 pagi. Kami singgah di rumah Pak Robin salah seorang yang istrinya juga kebetulan mengajar di SDN 3 Gajah yang juga temannya Pak Wahid kami yang diperjalanan 8 jam akhirnya sampai juga di tempat singgah, tapi belum sampai di sekolah. Oiya perjalanan 8 jam kami ini sebenernya masih kalah lama dengan pak robin yang sudah menunggu kita di Alun-Alun Ponorogo sejak jam 10 pagi di hari jum’at kemarin sampai mengawal kami tiba dirumahnya jam 5 pagi  hari ini. Jadi begini ceritanya

—FlashBack—

Meeting Point kedua

Pak robin adalah orang yang harus aku hubungi untuk koordinasi masalah konsumsi selama kegiatan. Aku lupa kapan aku mulai chat dengan bapaknya, yang jelas selain membahas tentang konsumsi aku juga diamanahi oleh Mas Andra untuk mengingatkan dan koordinasi masalah penjemputan kami di alun-alun Ponorogo, tempat Meeting Point kedua kita sebelum sampai lokasi.

Dengan polosnya aku menganggap kalau pak robin tahu apa yang aku maksud ketika aku bilang bahwa kami akan berangkat ‘pukul tujuh’. Udah, pukul tujuh aja, tanpa ada keterangan lain-lain. Dan memang selama in aku tidak terbiasa menggunak format 24 jam. Jadi yang aku maksud itu pukul tujuh malam. Berangkatlah beliau dengan semangatnya ke alun-alun jam sepuluh, sholat jum’atan disana dan pada pukul satu siang beliau mengabari aku via whatsapp, bertanya

“sampai mana mbak?”

“kami berangkat jam 7 pak,”

laiya, mbak. Sekarang smp mana?”

Dan aku baru ngeh, oalah iyaiya dikira jam 7 pagi, bukan malam pasti ini. Aku akhirnya baru ngeh. Kalau ini salah paham

Sisi, sisi kamu itu yaa..... batinku dalam hati menyesali, tapi malah jadi bahan buly Mbak dan Masku yang lain. Diejekinlah aku yang mulai dari

“cie yang chat an ama pak robin,”

“Sisi khawatir sama pak robin rek, ojo ngunu,”

“Wah ngunu ngawur sii, tinggal ae sisi nek wes disana,”

Tapi justeru buli-bulian mereka yang membuatku makin sayang dan sedikit ngga takut salah. Karena salah itu hal yang wajar -Asal ga sering-sering ya wkwkwk-

—Now—

Oke, kembali ke masa sekarang!

Sudah tidak ada waktu untuk bersantai ria, sudah saatnya kita menyambut adek-adek di SDN 3 Gajah. Sholat subuh, dilanjut menyiapkan materi -mulai dari name tag, reward, dan perlengkapan lainnya- sambil menunggu antrian mandi. Aku masih sibuk menyapa orang-orang di rumah Pak Robin, oiya tidak lupa juga tadi sudah meminta maaf dengan beliau perihal drama yang aku sebabkan. Hehehe

Rumah yang hangat

Didalam rumah yang cukup besar itu diisi beberapa orang yang pertema –pastinya-  ada pak robin, istrinya, seorang bayi perempuan yang cantik, ada juga anak laki-laki yang berusia sekitar tujuh tahunan dan seorang perempuan paruh baya. Rupanya ramai juga rumah ini dalam hatiku. Mengingatkanku akan rumahku sendiri. Aku dengan nyamannya masuk ke dapur -selain karena aku memang sie konsumsi yang sudah seharusnya bantu-bantu gitu biar ada kontribusinya- aku ingin belajar melawan rasa malu-maluku selama ini dengan orang dewasa baru, dulu biasanya aku lebih suka memilih main-main sama temenku daripada aku kenalan sama orang baru.

Saat aku ke dapur, untuk menemui isterinya (yang ternyata masih muda dan cantik sekali) panggil saja Mbak Wafi, dengan lincahnya jemari lentiknya menari-nari diatas telenan kecoklatan itu. Wajahnya yang ramah dan senyumnya yang menyenangkan membuatku seakan sedang mudik ke rumah saudara sendiri. Dengan wajah bingung aku gaya gayaan bertanya apakah ada yang bisa dibantu.

Akhirnya aku Cuma bantu ngelap piring dan menyiapkan alat makan yang ada di belakang untuk dibawa ke serambi depan rumah.

Di dalam rumah yang hangat ini, ditemani secangkir teh hangat, dan suara gemericik air hujan yang manis mulai membasahi tanah Desa Gajah, dengan segala macam kertas-kertas, jajan dan properti mengajar yang berserakan di ruang tamu, menjadi pemandangan yang sempurna untuk menyambut pagi hari sabtu-ku kala itu.

Mengarungi Bukit Gajah

Setelah sarapan cantik, menunggu hujan menjadi gerimis rintik dan persiapan juga sudah ciamik. Kesebelas punggawa berangkat ke lokasi SDN 3 Gajah. Perjalanan dari rumah Pak Robin ke sekolah memang tidak memakan waktu lama, mungkin sekitar duapuluh menit. Jalanan di bukit yang juga tidak kalah cantiknya lagi-lagi gagal aku abadikan dalam bentuk foto, alhamdulilah-nya kali ini aku berhasil merekam ala-ala vlogger amatiran dengan Si Ovo (red Lenovo) kesayangan. Jalannya yang Cuma muat satu mobil ditambah naik turunnya bukit membuat perjalanan 20 menit ini tidak kalah membahagiakannya dengan naik wahana di arena bermain kota-kota besar. Udara yang masih sejuk, matahari yang masih mengintip malu-malu, hamparan sawah dan terasering yang menjadi pemandangan sejauh mata memandang, sungguh membuat otak terus menerus mengeluarkan hormon endorphinnya.

Ah senangnya bisa jadi salah satu orang yang menikmati keindahan ini. Lagi dan lagi tak kurang aku mengucap MasyaAllah dalam hati. Tapi, tunggu dulu. Ternyata globalisasi juga berdampak besar di desa ini. Anak-anak -seumuran SMP atau SD tahun akhir- sudah  lihai menggunakan sepeda motor kesayangan mereka. Sendiri-an atau Berboncengan dua sampai tiga bahkan, menggunakan seragam coklat-coklat pramuka, berbondong-bondong berangkat ke sekolah. Dan kebetulan mereka tidak  bisa menyalip jisang kami, karena memang jalanan yang sempit. Aku hanya bisa memandangi mereka dari dalam jisang dengan tatapan antara miris dan kritis.

Sebelum sampai di SDN 3 Gajah, kami juga sempat melewati SDN 1 dan 2 Gajah. Ternyata SDN 3 Gajah ini memang yang paling jauh lokasinya dari pemukiman warga. Waktu aku tanya dimana letak SDnya dan bercanda ke mbak-mbak di jisang, kalau tempat SDnya ternyata ada di balik-bukit, bukitnya , bukitnya lagi. Yang bukit paling ujung dan tinggi pokoknya, eh ternyata benar. SDN 3 Gajah ada di balik bukti yang paling tinggi disana.

Halo adek-adekku!

Kami akhirnya sampai juga di sekolah itu, dengan wajah ceria, mereka mengikuti jisang yang masih belum berhenti, melambai-lambai, tertawa dengan antusias. Wah energi positif dari mereka langsung menyalur ke aku. Langsung. Acara formal telah berlangsung. Mulai sambutan sampai foto formalitas pemberian donasi kepada bapak kepala sekolah. Sekarang saatnya kita Ice breaking yey!

Mbak Ajeng yang terlihat kalem itu ternyata berubah menjadi Mbak Ajeng yang ceria dan bersemangat (membuat gaya ombak dengan tangan kanan). Aku terkejut ternyata seseorang bisa menjadi sekeren itu dalam waktu singkat, eh ternyata mbak ajeng ini seorang trainer. Yaampun mbak aku yang kalem ini, gemesin banget waktu memandu adek-adek di depan sekolah. Seluruh mata tertuju pada dia. Tidak hanya Mbak Ajeng, Mas Habibi yang selalu mampu membawa cerita dengan kebahagiaan, ikut memandu adek-adek bermain. Dan ternyata dia juga seorang trainer. Semakin bertambah kekerenan dia selain bisa stand up, bisa juga jadi motivator adek-adek. wkwkw.

Mas andra, MbaK Imel dan Mas Fajar sibuk mendokumentasikan kebahagiaan kami hari itu. Sisanya..... sibuk berbahagia. hahahaha.

Sekitar jam setengah sepuluh pagi, akhirnya  mereka masuk ke kelas masing-masing. Dari kelas 1-2 dipegang sama Mbak Distyk dan Mbak Ajeng. Karena tugas sekretaris dan bendahara mereka telah rampung, jadi bisa jadi pengajar sekaligus panitia. Sungguh, warbyasayah. Kelas 3-4 dipegang Mbak Wira dan Safira. Dan kelas 5-6 diakomodir oleh Mas Habibi dan Mbak Anissa.

Sementara aku sebagai panitia serabutan sekarang saatnya membantu Cis di sie acara. Bantu nurunin donasi dari jisang, bantu guntingin bintang harapan, bantu nemepelin background buat bintang harapan, bantu sapu kelas buat tempat kumpul pas pembacaan bintang harapan. Mas fajar, mas andra dan mbak imel masih sibuk berkutat dengan kamera mereka, kini mulai agak merapat dengan datangnya gorengan dan teh dari Mbak Wafi (istri pak robin tadi) dan dua guru cantik yang baru saja aku berkenalan dengan mereka namanya Bu Ida dan Bu Niken. Dari 85 murid di SDN 3 Gajah ini, Cuma –sekitar- 6 guru disana.

Saat itu aku juga bertanya kepada Bu Ida, Bu Niken dan Mbak wafi sendiri, bagaiaman bisa menghandle dengan jumlah guru yang segitu. Mereka bercerita kalau anak-anak ini akan nurut kalau belum seberapa deket dengan gurunya, dan untuk mensiasati itu, sekolahan ini selalu me-rolling guru setiap harinya.

“Jadi tiap hari ganti yang mengisi kelas di kelas 1-6 ya mbak?,” tanyaku penasaran

“Iya mbak , nek ga gitu anak-anak ini susah banget diaturnya,”

Wah, sahutku sama cis yang lagi guntingin bintang harapan

Selain itu, aku jadi tau bagaimana anak-anak kesehariannya yang kata ibu guru mereka itu aktif banget mbk, saking aktifnya seetiap hari harus ganti pengajar biar bisa diatur, aku jadi tahu ternyata mereka benar-benar menanti kehadiran kita, berangkat jauh lebih pagi dari biasanya, meskipun kondisi cuaca pagi itu hujan rintik rintik, dan rumah mereka yang jug kebanyaka tidak dekat dari rumah membutuhkan sekitar 1,5 jam untuk jalan. Dan ada yang begitu. Berjalan selama itu untuk kesekolah.

Ternyata di tempat seperti itu, yang motor sudah masuk ke berbagai lini masyarakat masih ada juga yang jalan kaki, yang kukira tempat ini tidak terlalu jauh dan susah dengan kendaraan bermotor. Aku lupa kalau tidak semua orang memilki fasilitas yang sama. Tidak semua orang juga punya semangat yang sama, ataupun tidak semua orang yang punya rasa syukur yang sama.

Mungkin menjadi panitia itu nilai plus-nya disini, yah meskipun aku juga lebih suka menjadi pengajar, enak bisa langsung berinteraksi dengan adek-adek, tetapi enaknya jadi panitia aku bisa langsung tanya-tanya ke guru-guru, ke warga sekitar, bisa tau banyak juga tentang kenapa desa ini diberi nama gajah, yang ternyata karena bentuk pegunungannya yang menyerupai gajah toh. Hehehe.

Modernitas di pedalaman

Waktu mulai menunjukkan jam istirahat, akhirnya adek-adek bisa memakan bekal mereka. Oiya mereka memang kebanyakan jauh rumahnya dan acara kami yang awalnya ini ada pengobatan gratis atau sekedar penyuluhan gratis dirombak menjadi bermain permainan tradisional bersama adek-adek. Yah, lagi-lagi karena terhambat kurangnya tenaga dokter yang dibutuhkan untuk membuat pengobatan gratis itu sendiri.

Karena mereka juga tidak biasa pulang sesiang hari ini pada hari sabtu biasanya, sebelumnya guru-guru pun juga sudah mengingatkan untuk membawa bekal.

Tapi seperti biasa masih ada beberapa anak yang tidak membawa bekal, dan ada beberapa hal lucu yang aku amati disini. Ketika adek-adek yang tidak membawa bekal ini berkata “weh, marung yuk,”

Wah bahasa nya unik juga yaa, ketika aku tau istilah itu artinya, njajan di warung. Kayak bahasa kita kalau bilang ngopi gitu. Oiya setelah itu ternyata jajanan di warung itu gaul-gaul juga, masa ada bon cabe.  

Sewaktu itu aku berkeliling melihat makanan apa yang dibawa adek-adek ini, dan sepertinya disini mie instan juga menjadi menu favorit. Adek-adek ada yang bawa ikan, ada yang bawa sosis, ada yang bawa sayur juga, ada yang bawa boncabe sendiri juga. Sudah lumayan modern juga sebenernya daerah di desa ini, bahkan ada fasilitas Wi-Fi nya. Duh! Gawl banget kan?

Prosesi Sakral

Prosesi sakral itu akhirnya berlangsung. Mereka maju satu persatu dengan deru yang saling bertabuh karena semua berebut maju di bahu paling dulu.

Akhirnya segala cita-cita mulai dari tentara, dokter, guru, bahkan sopir truk juga sudah dilantunkan oleh mereka dengan semangatnya.

Ternyata serangkaian prosesi sudah hampir selesai. Penempelan bintang harapan, minum susu, sampai pembagian donasi. Akhirnya detik-detik serangkaian kegiatan kami menuju akhir. Kurang satu agenda lagi. Bermain tradisional bersama anak-anak.

Dan agaknya siang menurut kami dan menurut para wali murid itu bebeda. “iya mbak padahal sudah diumukan kalau pulangnya lebih siang dari biasanya,” kata mbak wafi saat itu. Ternyata mereka biasanya juga sudah plg jam 10 an pada hari sabtu. Dan acara kami baru selesai jam satuan. Yasudahlah gagal rencana bermainku dengan mereka.

Memang ada perasaan sedikit sedih tersendiri. Karena ternyata pengobatan itu memang seperti menjadi acara yang ditunggu-tunggu juga oleh warga sekitar. Bahkan pengalaman yang kemarin di TnT Bojonegoro juga sampai ada bapak-bapak yang pura-pura batuk demi mendapatkan obat gratis. Ceritanya ketika ditanya batuk dari kapan ya pak? Dan tiba-tiba si bapak spontan batuk-batuk. Saat itu juga.

Ternyata obat merupakan hal yang susah didapat secara g r a t i s. Masih menjadi hal yang harus dikumpulkan ketika ada acara beginia meskipun mereka sebenarnya masih belum butuh. Dan kata dokter-dokter yang ikut program volunteering di TnT Bojonegoro kemarin hal itu memang masih sering terjadi di pedalaman indonesia. Belum meratanya pengobatan untuk segala kalangan di daerah-daerah.

Waktu bergulir begitu cepatnya, siang sampai sore diisi dengan charge mulai dari hape, kamera, sampai badan. Hehehe. kami semua tertidur lelap (kecuali aku sih). Akhirnya adzan maghrib mulai berganti dari ashar, maghrib sampai isya. Dan setelah isya adalah acara sharing pengalaman, perasaan selama seharian bersama. Mulai dari naik jisang sampai duduk berhadapan sekarang.

Pelangi di malam hari

Dari semua serangkaian acara TnT yang paling aku sukai adalah bagian ini. Sharing session, karena di sharing session ini setiap orang menceritakan perasaan, pengalaman, dan kesan pesan selama serangkaian acara. Aku merasa mendapat banyak hal di satu tempat yang sama. Seru!

 Jadi karena di dalam rumah ini ada adek bayi, dengan frekuensi ketawa kita yang tidak bisa dikondisikan, akhirnya kita berangkat ke musholla terdekat sekalian sholat isya’ berjamaah. Setelah lengkap mengambil peralatan untuk perang. Cielah. Berangkatlah aku dengan mbak Imel dan Cis, memang kami bertiga kelewat berbahagia sehingga ingin segera menuju mushalla waktu itu.

Aku sempat menatap ke langit sejenak, duh! Cantik sekali kataku pada dua cewek disamping kanan kiriku. Mbak Imel tiba-tiba bilang, loh tadi aku kayak lihat Mbak Disty sama Mbak Ajeng dah duluan deh. Aku sama cis tatap-tatapan. Tiba-tiba perasaanku jadi gaenak, bulu kuduk merinding, dan langkah jadi tak setegap tadi.

Akhirnya aku mencoba menepiskan perasaan mengganjal itu dengan menatap Cis dan bilang ”ah enggak mbak, orang lain mungkin,” ternyata Mbak Imel ini nggak sadar kalau aku kode, supaya tidak usah dibahas terlalu dalam lagi, aku sudah merasa ada yang ga beres. Dan lagi-lagi Mbak Imel menanyakannya.....Hmm

Tidak lama datanglah kesatriaku di malam itu, membawa dua karpet dan seonggok kunci gitu. Menjadi juru kunci. Suasana di dalam juga sebenernya agak aneh. Mas Habibi saja sampai memutuskan menutup korden di dekat pintu Imam. Jadi semua menjadi celah sebisa mungkin tertutup agar tidak terganggu.

Setelah memebahas hal-hal yang membuat bulu kudukku menderu, mari kita fokuskan lagi cerita ini.

Gambaran Pelangi di malam hari adalah proyeksi yang paling pas disaat itu –menurutku-. Aku bertemu dengan sepuluh orang hebat dengan keunikannya masing-masing, dengan kisahnya masing-masing, dalam pertemuan singkat kita -yang Cuma tiga hari- namun begitu indah, seperti pelangi bukan?

Dongeng Sebelum Tidur

Sholat isya’ pun dilaksanakan dengan khimat dan dengan sedikit rasa merinding. Tepat pukul 19:30 kami sudah duduk melingkar dan memulai dongeng kita masing-masing. Dimulai dari si Cis yang merasa sedang kebujuk ketika ia baru tahu, dari sie acara Cuma dia seorang yang bisa ikut.

Kemudian dilanjutkan ceritanya si safira yang perjuangan mencari pengganti survey PKL ke luar kotanya dalam waktu h-3 acara, menyiapkan materi, uts yang menanti DL senin besoknya. Oiya akhirnya si safira juga menceritakan cerita kegagalannya dalam mengikuti TnT Seribu Guru Surabaya ini. Dia sudah mencoba daftar dua kali tetapi selalu saja ditolak, sampai-sampai ia sempat tidak mau coba daftar lagi. Hehehe, tapi jodoh emang ga kemana. Buktinya skrg dia ada diantara kita.

Nah, yang ketiga giliran Mbak Anissa. Soal drama yang ia alami di awal cerita mungkin sudah sedikit aku ceritakan. Dan sharing kisah sedih kegagalan Mbak Anissa ini karena dulu sempat mau ada suatu agenda yang sudah dinantikannya dan orangtua tidak memberi izin, kok ya emang kalau nurut orangtua itu selalu selamat benar karena disaat itu juga mbak anissa ternyata ada suatu ujian yang kalau-kalau tidak diikuti akan membuat tidak lulus matkul tersebut~ ulala. Ridho Allah, Ridho Orangtua emang.

Sekarang giliran Mbak Distyk, mbak yang paling ceria sejak awal aku kenal. Terlalu banyak drama yang ia lewati, sampai aku bingung harus mulai dari mana. Intinya, mbak distyk ini bener-bener merasa tnt kali ini terdrama tapi juga paling berkesan. Masalah cerita kegagalan yang dia alami ini menyangkut Event Organizer yang saat itu iya sedang tekuni, sempat ada miss communication diantara keduanya, dan mbak distyk dimarahin habis-habisan sama clientnya. Kalau kata mas andra, “yah dibuat pengalaman aja, setidaknya sudah berkurang satu jatah salah kamu,”

Dan sebelah Mbak Distyk tentu ada Mbak Ajeng dengan wajah kalemnya menceritakan kalau sewaktu kecil dulu ia pernah belajar naik sepeda saking semangatnya, ia mengayuh sepeda itu sekencang-kencangnya sampai akhirnya ia sadar, ia lupa belajar cara ngerem sepeda miliknya. Alhasil jatuhlah diaa ke mana hayo kira-kira.....hehehe.

Sekarang kita beralih ke fotografer tercantik kita, ia dengan semangatnya walaupun banyak pekerjaan membebani ketika akan berangkat ikut tnt ini berhasil melupakan sejenak segala lika-liku dan hiruk pekerjaan di kanor .

Nah, ini nih akhirnya datang giliran mas andra yang mulai dongengin kita. Jadi cerita drama si mas ini yang paling vital adalah peristiwa ketika Hpnya tercebur di laut saat tnt ini sedang hectic-hecticnya cari peserta, dan saat mas andra sudah mulai kontak beberapa orang volunteer untuk diajak gabung. Mbak wira salah satunya. Alhasil semua kontak dilakukan via ig dulu sama mas andra, kok ya ada-ada aja. Wkwkw. Drama dimana mas andra juga merasa semua akan jadi baik, apabila niat kita baik. Dan itu terbukti, nyatanya kami sekarang sedang bercengkrama bersama bersebelas membagi kisah masing-masing~

Setelah mas andra, akhirnya giliran mas habibi -yang selalu kayak standup- itu cerita. Lucu, sedih, senang, semua emosi yang ia coba ekspresikan selalu berakhir dengan satu ekspresi wajahnya. Datar. Dan itu yang selalu berhasil menghibur kami semua. Mulai dari keaktifan nya sebagai volunteer dari awal dibukanya pendaftaran, sampai akhir, ia selalu menjadi seseorang yang pokoke yakin. Mulai dari perasaannya yang heran ketika TM, kok Cuma dia, sampai sempat ia menyiapkan semua materi sendirian, iya sendirian. Iya mas habibi ini kehilangan dua partnernya -aslinya ia bertiga. Sempat juga ia bilang gimana kalau aku capek ngomong ditengah-tengah, terus krik-krik gimana dong. Akhirnya kegelisahan hatinya terjawab juga, Mbak Anissa menjadi partner nya di detik-detik terakhir kepasrahannya. Allah selalu punya cara sendiri untuk memberi kejutan makhluknya. Ah betapa senangnya mengingat semua kenangan indah kala itu.

Dan ini dia curahan hati seorang PJ TnT reuni, Mas Fajar.

Ia, di malam kamis setelah kami kumpul untuk terakhir kalinya sebelum keberangkatan TnT. Mengaku bahwa mengalami taraf kengantukan yang teramat sangat dalam. Sampai ia berpikir bagaimana caranya mengusir kantuk ini, apakah ia harus bernyanyi sekeras-kerasnya. Sepertinya itu ide yang bagus tapi sayangnya tidak terlalu membuahkan hasil. Ia tetap ngantuk. Tiba-tiba bunyi sebuah nada di handphone-nya. Diangkatlah itu, sebuah pengumuman sakral. Sesakral-sakralnya karena ia diminta tolongi untuk membantu nyablon kalau ga gitu ga bakal bisa sesuai deadline. Dan karena itu akhirnya ia sudah nggak ngantuk lagi dan segera ke tetangganya yang punya sablon.

Oke kurang dua cerita dari aku dan mbak wira. Mungkin cerita dari mbak wira sama seperti ketika ia menceritakan mengenai dirinya di awal pertemuan kita.

Dan ceritaku kegagalanku adalah ketika aku salah masukin deterjen cair kedalam mesin cucian yang seharusnya waktunya masukin pewangi. Yah emang aku sering salah, sesering itu. Sampai karena takut mengganggu ibuku yang sedang sibuk waktu itu, aku kerjakan aja tanpa pikir panjang. Dan ternyata, malu bertanya sesat dijalan. Alhasil aku jadi dimarahin sama si Ibu. Dari situ aku dapat kesimpulan kalau kerjaan dirumah aja sering ga beres, gimana mau beres sama kerjaan diluar, menurutku rumah adalah lingkup terkecil kita, yang mana harus dibenahi dulu. Dan komunikasi adalah solusinya. Coba dari awal aku ngga males tanya, takut malah makin dimarahin karena ngga bisa bedain deterjen cair sama pewangi dan sekarang emang iya, malah dimarahinnya double deh. Dan memang benar, komunikasi itu kuncinya. Sama seperti komunikasiku yang lancar dengan orang-orang yang sedang melingkar ini.

Sama seperti tujuan sharing session ini, untuk saling bicara dari hati ke hati. Saling membangun kepercayaan, saling berbagi, saling mendengarkan lewat komunikasi.

            Minggu kami

Akhirnya hari terakhir kami hadir menanti. Meniti untuk dijalani dan tak sabar untuk disemangati. Sebuah hari yang penuh senyum gigi putih meski antri mandi masih harus tertunda karena urusan main kartu UNO ala anak masa kini. Semua terasa indah untuk dinikmati. Segala urusan dengan pak robin maupun mbak wafi segera kami selesaikan agar kami tidak terlalu larut pulang dari lokasi sesi traveling dan fotografi.

Pukul 07.30 pagi kami sudah mengucap salam hati tanda kami ingin izin pergi. Sampai bertemu dikesempatan yang lebih mendebarkan lagi kataku dalam hati sewaktu menatap keluarga kecil mbak wafi.

Air terjun dan segala isinya, akhirnya kami akan datang. Selama perjalanan aku tidak berhenti tertawa disetiap kisah kisah mulai dari horor, romansa, drama yang diceritakan masing-masing volunter tnt. Aku yang selalu suka perjalanan, aku yang selalu suka menatap keluar, aku yang selalu suka warna warni kisah orang lain, aku yang selalu suka hal-hal baru, dan aku yang selalu suka bersama orang-orang yang mengayomi, merasa seutuhnya menjadi diriku. Merasa sebahagia – bahagianya aku di usia 20 tahunku, dan merasa semesta sedang mengamini semua doa-doaku semasa dulu-dulu.

Semesta sedang berkonspirasi. Semesta sedang berkata kepadaku. Nikmat apa lagi yang kau dustakan?

Sungguh hari minggu yang sangat menyenangkan. Hari minggu yang katanya merupakan hari berkumpulnya dengan keluarga. Dan itu yang aku rasakan, aku sedang berkumpul dengan keluarga baruku.

Selama perjalanan sempat aku melewati sawah terasering, jalanan yang sedang diperbaiki, sampai pohon-pohon yang dibabat habis entah atas dasar apa membuatku lagi dan lagi jatuh hati dengan semua hal yang terjadi selama tiga hari ini.

Sampai di air terjun, kami masih harus berjalan kaki sekitar 2km an. Yah, aku tidak pernah membenci perjalanan seperti biasa, aku dengan semangatnya berlarian dengan bahagiannya sampai lupa kalau selama ini jarang olahraga.

Mungkin lokasi travelling kali ini sedikit tidak sesuai ekspetasi, karena airnya yang terjun kok dikit sekali hehehe. tapi lagi-lagi sebuah perjalanan itu bukan masalah destinasinya tapi masalah sama siapanya, masalah teman perjalanannya, atau pengalaman yang kita dapatkan dari perjalanannya. Mereka jauh lebih diluar ekpetasi. Dan aku bersyukur sekali.

Foto-foto yang kami ambil juga tidak ada yang mengecewakan. Saat makan siang tiba, kami akhirnya memakan bekal tadi dengan mengunakan alas daun pisang yang sduah terpelati akibat kami bawa riwa riwi. Tapi makan tetap dinikmati dan disyukuri.

Kami kembali ke jisang dan segera berganti pakaian dan sholat. Semua akhirnya telah usai dan saatnya kami memulai perjalanan pulang ini. Selama di jisang, seperti hal-hal biasanya sharing dari mbak distyk yang bisa jadi wo akibat keisengannya, mas fajar yang mau jalan – jalan ke rinjani tapi uangnya tidak ada akibat untuk urusan itu ini yang akhirnya bisa kembali dapat uang dan berangkat ke rinjani. Mbak wira yang memilih tidak istirahat minggu ini padahal minggu depan harus luar pulau lagi, dan safira yang harus kejar deadline uts besok pagi. Semua berjalan lancar, menyenangkan dan penuh makna.

Dari mereka aku belajar banyak hal, dan hal yang paling menancap di otakku adalah kalau niat kita baik, ada usaha, semua pasti akan dimudahkan. Slogan there is a will, there is a way itu, ternyata benar.

Terimakasih buat semua wejangannya, semua kisahnya, semua pengalamamnya, semua yang membuat aku menjadi anak yang lebih mengerti lagi.

Akhirnya pukul 10 malam kami tiba juga di tempat yang sama dengan pertama kali aku ceritakan. Dan kisah ini ditutup dengan perasaan bahagia sebelas manusia-manusia pejuang arti kata berbagi. Selamat bertemu kembali orang-orang menginspirasi. Para pelangi tiga hari terakhir ini.

Epilog

Dan karena tnt lagi dan lagi aku sadar,aku masih kurang bersyukur selama ini. Tinggal di kota, fasilitas serba ada, serba mudah, serba cepat kadang membuat lupa diri. Sedikit menjauh dari hiruk pikuk aktivitas di kota, mengajari dan menyadarkanku akan banyak hal. Persahabatan, kebersamaan dan kebahagiaan yang sederhana, sampai belajar mengenal diri sendiri. Rezeki memang tidak melulu soal materi. Mereka adalah representasi rezeki tak berwujud materi.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

Diberdayakan oleh Blogger.