YouTube.
Berkat pandemi aku banyak menghabiskan waktu di rumah. Hal yang belum pernah aku lakukan selama 23 tahun terakhir adalah bertahan di rumah tanpa memiliki kurikulum kesibukan. Sejak kecil kita sendiri semua tahu, orang tua dan negara (tepatnya di Indonesia) merencanakan pendidikan wajib belajar 12 tahun. Tentu saja, kita semua belajar di bangku formal tersebut. Pendidikan sebenarnya ada dua, formal dan informal. Bagi yang beragama muslim, pendidikan informal kita mungkin dengan masuk ke Taman Pendidikan Qur'an. Bagi kelas menengah agak keatas, biasanya ditambahi dengan kursus tambahan, entah kursus bahasa inggris, kursus musik atau kursus masih sama di bidang pendidikan formal. Pendidikan di Indonesia memaksa kita untuk memiliki kecerdasan di bidang formal. Mungkin juga tidak hanya di Indonesia, bahkan di negara maju seperti Jepang dan Korea sendiri masih memetingkan nilai sebagai tolak ukur berhasilnya seorang siswa dalam belajar. Aku bukan tipe anak yang cepat menerima pelajaran, terutama guru di sekolah negeri (di zamanku) belum memiliki cara mengajar yang beragam. Banyak hal masih disampaikan secara teori dan tekstual. Beberapa ada yang mengajar dengan semangat dan makin semangat lagi kalau ada siswanya yang belum paham dan berani bertanya. Tapi juiga tidak sedikit guru yang semakin jengkel lihat murid yang susah paham meski materi telah diulang beberapa kali.
Semakin tinggi jenjang pendidikan, aku sendiri sepertinya mulai sedikit menyadari beberapa hal dari pendidikan Indonesia dan apa yang dicari sebenarnya dari pendidikan itu sendiri. Ternyata, pada akhirnya manusia di kejar target untuk mengisi pundi-pundi bank masing-masing. Menjadi msein-mesin pengumpul uang. Kalau begini harusnya dari awal sekolah di briefing dong, tujuan pendidikan bukan hanya selugu dan murni menuntut ilmu tapi juga bekerja di bidang yang banyak dibutuhkan industri bukan yang memang sekedar ingin kita pelajari. Pikirku sejenak.
Dan, pada akhirnya aku yang memang banyak mempertanyakan hal-hal random memutuskan untuk memilih mempelajari hal-hal yang abstrak, random dan menarik di bangku Kuliah, Psikologi.
Selain mempertanyakan hal yang aneh, aku juga sering mengobservasi bagaimana kehidupan manusia lain dari internet. Karena masa pandemi, hidup benar-benar harus banyak yaudahlah ya-nya. Tapi untung di masa seperti ini sudah ada yang namanya teknologi media. Kita dapat saling melihat dan berkirim kabar kepada orang-orang yang jauh dan belum bisa kita jangkau. Dan media yang paling aku sukai sejauh ini adalah youtube.
Kenapa Youtube?
Pertama disana kita tidak cuma melihat foto, kedua disana juga kita tidak hanya melihat tulisan. Dua hal yang sering membuat manusia salah paham dalam berkomunikasi adalah karena hanya lewat tulisan atau hanya karena melihat gambar. Lewat YouTube informasi yang aku peroleh terasa lebih bisa di terima seutuhnya tanpa miskomunikasi. Disana kita bisa belajar apapun, mulai dari yang nggak penting, sampai yang paling penting. Dan kembali lagi ke preferensi masing-masing, seperti selera makan, atau tipe pasangan. Preferensiku di dunia youtube lebih ke Hewan, Musik, channel yang membahas isu sosial, budaya, pendidikan dan lingkungan.
Aku juga belum melakukan riset apapun soal kecerdasan tertentu apakah berkaitan dengan preferensi tertentu. Tapi aku merasa tenang ketika mendengar lagu kesukaan di hari hari yang tidak baik-baik saja. Atau aku merasa terhibur melihat hewan-hewan yang lugu, mencoba mempertahankan kehidupan mereka dengan tidak serakah dan mensyukuri. Atau merasa terenyuh melihat kebudayaan, karakter dan cara bertahan hidup manusia yang unik dan masing-masing.
Kalau boleh berterima kasih sama para pemiliki konten. Mungkin aku mau menuliskannya di sini. Kepada Jonna Jinton, perempuan Swedia yang rela tinggal di hutan dengan tidak memiliki uang sama sekali saat pindah, tapi sekarang menjual puluhan karya lukisnya yang ia lukis menggunakan bahan-bahan yang ada di alam. Her 86m2, perempuan Vietnam yang membuat konten cara mendekor rumah dan berkebun dengan keluarga kecilnya. Kepada Nas Daily, yang dengan kekonsistenan membuat konten youtube 1 menit setiap hari sampai hari ke-1000 yang akhirnya membuka sendiri perusahaanya. Kepada Yebit, Renee Dominique, Izzie Naylor karena bernyanyi dengan cantik bersama gitar mereka. Kepada Sacha Stevenson atas humor dan pelajaran bahasa inggrisnya. Kepada Analisa dan GitaSav atas asupan berpikir kritis. Chanel jurnalis semacam Narasi, Mata Najwa, Dan belakangan aku menyukai konten Chanee Kalaweit sekeluarga atas kepedulian tinggi terhadap lingkungan dan satwa. Terima Kasih karena telah menjadi Guru yang baik untuk para penonton konten bagus kalian.
0 komentar:
Posting Komentar