Rumus ini bisa dipraktekan dalam segala lini kehidupan. Pada proses-proses jangka panjang maupun jangka pendek. Headline yang juga digunakan dalam Harian Kompas tepat pada Rabu, 2 September silam ini makin-makin mengingatkanku pada ketidakberdayaan manusia akan banyak hal. Dalam hidup memang banyak hal yang bisa kita khawatirkan, kita keluhkan, atau kita bandingkan. Beberapa terlihat telah menemukan apa yang dicarinya. Mengumpulkan pundi-pundi dinar, atau karya memoar. Mungkin bisa keduanya, atau salah satunya. Tidak apa, tetap semua orang sedang berjuang bertahan di masa yang kelihatannya sudah normal ini. Sesungguhnya, tidak ada yang benar-benar kembali seperti semula.
Pentingnya memiliki harapan. Bagiku, hidup tanpa harapan memang tidak terbayangkan, harapan perlu sekali dibangun, diciptakan, bahkan diasah. Kalau boleh jujur, harapan tidak perlu terlalu jauh. Bertahan dengan harapan terkecil tak apa. Harapan dapat mendengarkan kembali lagu kesukaan esok pagi, harapan bisa melihat bulan yang sama dari arah langit yang berbeda, atau dapat berlari-larian sama si Arkan di hari besok.
Belakangan memang riuh sekali, tetanggaku sebenarnya ada yang baru saja meninggal karena covid-19 tapi ditutupi keluarga, tak selang lama aku menghadiri pernikahan sahabat jaman sekolah tinggi dan nampaknya semua orang sudah sesantai itu dengan pandemi ini karena mereka berkerumun dengan sadar dan tanpa dipaksa, atau nenek keponakan yang baru saja sembuh dari sedikit demam karena kelelahan dan sepertinya rindu dengan Arkan. hmmm, benar-benar riuh sekali.
Bukankah menyederhanakan keinginan dan ekspetasi mampu membuat otak kita waras? Hari ini apa harapanmu?
0 komentar:
Posting Komentar