“Ketika harapan yang selama ini kita kira akan pupus di persimpangan, ketika cita-cita yang selama ini kita bayang menghilang melayang-layang, dan ketika kita menyangka semua telah sampai pada akhir, disitulah sebenarnya arti kata ‘ilmu yang bermanfaat’ menjadi nyata. Sama seperti kisah film The Chorus, dimana cita-cita seorang guru, yang dulunya ingin menjadi seorang kondektur handal, akhirnya –malah mendapatkan lebih, menjadi seorang pelatih kondektur handal,”
The Chorus
Film yang
berasal dari negara Perancis ini mengambil alur flashback. Scene pertama
yang ditayangkan dalam film The Chorus adalah potret landscape dari banyaknya penghargaan seorang dirigen musik klasik yang bernama Pierre Morhange, yang kemudian
disusul dengan datangnya orang asing yang mengaku sebagai salah satu sahabatnya
di asrama masa kecilnya, Fond de l'Étang. Sebuah asrama yang hanya berisikan
laki-laki yang -dianggap- bermasalah bagi orang-orang sekitar.
Di awal cerita
kita akan diajak kembali ke masa 1949, masa dimana Pieree Morhange untuk pertama
kalinya bertemu dengan sosok yang mengubahnya menjadi orang yang seperti saat
ini. Ia bernama Clément Mathieu, kepala asrama baru yang juga merangkap sebagai
seorang guru. Sebelum menjadi seorang guru, Mathieu dulunya adalah seorang
musisi dan karena beberapa alasan, Mr. Mathieu
sudah tidak ingin mengorek-orek masalalunya, terutama masalah musik.
Di hari pertama
masuk ke asrama, Mr. Mathieu sudah
disuguhi beberapa contoh sikap para murid yang -bisa dibilang- usil, seperti
kelakuan jebakan kaca di ruang kebun milik Chabery, seorang penjaga asrama,
sampai diambil tas kerjanya di hari pertama kerjanya.
Namun, Mr.
Mathieu memiliki cara mendidik yang berbeda dengan kebisaan sekolah ini
mendidik. Ia memiliki cara tersendiri untuk mengatasi mereka, bukan dengan
aksi-reaksi yang diterapkan oleh Mr.
Rachin –Kepala Sekolah- yang memiliki tipe cara mendidik semacam terapi
behavioral milik B.F Skinner atau Pavlov.
Mr. Mathieu lebih lebih menerapkan
sistem pendidikan karakter yang dicetuskan Noddings, seperti yang ada didalam
scene pertengahan dimana Morhpange memberi jebakan di kebun Chabert, sampai
membuatnya harus menjalani perawatan dari dokter agar matanya tidak cedera,
malah diselamatkan oleh Mr. Mathieu
dengan tidak melaporkannya pada Mr.Rachin.
dan lagi si bijak Mathieu memilih menyelamatkannya, namun dengan tegas juga
tetap meminta pertanggung jawaban atas sikap Morphange dengan menyuruhnya
merawat Chabert sampai sembuh.
Perlahan tapi
pasti, metode pembelajaran karakter ini terus diterapkannya, sampai akhirnya
cita-citanya menjadi seorang kondekturpun tercapai. Mathieu merangkul mereka,
memberikan contoh mengenai pembelajaran yang tegas dan bersahabat dalam waktu
bersamaan, ia yang dari dulu ingin karyanya dimainkan, akhirnya berhasil
membuat paduan suaranya sendiri dengan para murid-murid -yang dianggap
bermasalah itu-.
Bahkan,
semenjak hadirnya Mr. Mathieu mereka menjadi anak-anak lebih bisa diatur.
Morphange yang awalnya dicap sebagai anak berwajah polos namun paling bandel, ternyata
memiliki bakat terpendam dalam dunia tarik suara, dan akhirnya menjadi penyanyi
solo di paduan suara Fond de l'Étang. Itulah titik awal dalam kehidupan
Morphange yang dapat membawanya seperti sekarang.
Di Akhir
cerita, film ini menampilkan scene dimana seorang guru yang begitu berjasa bagi
muridnya ternyata meninggal tanpa ketenaran apapun. Berita kematiannya bahkan tidak
banyak didengar oleh murid-muridnya sendiri. Dan Kabar duka itulah yang disampaikan
Pepinot –salah satu sahabatnya di asrama, ia datang dengan membawa semua
kenangan yang telah lama tak terngiang.
Opini
Film yang di adaptasi
dari film tahun 1945 berjudul A Cage of Nightingales (La Cage aux Rossignols) ini
mengajarkan bagaiamana pentingnya peran sekolah, pendidik dan keluarga dalam
proses belajar seorang anak. Di dunia ini tidak akan pernah ada anak yang
disebut sebagai anak ‘nakal’. Semua anak itu sama, yang mereka butuhkan adalah
kasih sayang dan pengertian. Ketika kita dapat mengerti alasan dibalik
perilakunya, maka sejujurnya tidak ada anak yang berniat ingin menyakiti atau
melukai orang lain.
Film yang
berhasil masuk Academy Awards ke-77 dan dinominasikan untuk Best Foreign
Language Film dan Best Original Song ini juga mengajarkan bagaimana kenakalan
tidak selamanya harus diberi hukuman fisik, bagaimana pengenalan potensi
anak-anak didik sangat penting bagi setiap guru yang memang pantas disebut
sebagai seorang guru.
Seperti halnya
Mr. Mathieu yang tidak pernah bercita-cita sebagai seorang guru, namun sangat
berdedikasi ketika menjadi seorang yang biasa kita sebut dengan Guru, yang
tidak hanya mendidik tetapi juga memberikan pelajaran-pelajaran kehidupan
sesungguhnya. Sesosok guru yang mendidik dengan kelembutan dan ketegasan dalam
saat yang bersamaan. [cc]
0 komentar:
Posting Komentar