"Season Change. The Flower will blossom and you will become a better 'You'" @reveriehippie
-
Seseorang yang
aku kagumi pernah menulis sebuah caption di akun instagramnya, yang tertulis
apik, “Dan buat kalian laki-laki muslim, pasti tahu bahwa
laki-laki bertanggung jawab atas saudaranya yang perempuan, sampai saudara
perempuannya itu menikah,”
Sontak seketika itu aku teringat oleh
kakak-kakakku, Kakak Cay dan Kakak Bri. Mengenang, merenung, dan mengamini apakah
mereka sebenarnya sudah melakukan hal itu padaku; bertanggung jawab atas
perilaku-ku, perkembangan kepribadianku, sifatku dan teman-teman sejenis itu.
Lalu aku tersadar, betapa
beruntungnya aku menjadi seorang adik. Aku menyadari betapa bahagianya aku
punya tempat bertanya, punya tempat berkeluh kesah, punya tempat mencari
motivasi dan punya tempat menemukan kembali diriku sendiri.
Kakakku adalah tempat itu.
Setelah ayah, memang kakak selalu menjadi
segala macam peran dalam kehidupanku, mulai peran pacar (kalau kita lagi jalan berdua hahaha), peran sahabat, peran
orangtua, sampai peran musuh terbesar (juga pernah).
Dan aku juga menyadari bahwasannya
perkembangan kepribadianku sedikit banyak dipengaruhi olehnya, karena dia yang
selalu menjadi supporter terdepan buatku.
-
Tulisan ini aku berikan untuk Kakakku,
Kak Cay, yang sudah menyayangiku unconditionally,
menasihati aku dengan sabar, mendengarkan kegelisahan hatiku di masa-masa labil, dan menjadi psikolog dadakan
disaat aku lupa kalau ternayata aku
sendiri adalah seorang mahasiswi yang sedang mengeyam pendidikan psikologi.
Dia yang dengan ikhlasnya selalu
mengingatkanku secara berkala atas kelalaian demi kelalaian karena memiliki short term memory yang (agaknya) kurang
optimal, yang secara berulang-ulang melakukan kesalahan yang sama tapi tetep aja ga paham-paham, yang sukanya nyebelin,
ngeluhan, dan sifat-sifat jelek lainnya
yang tidak mau saya tulis saking banyaknya.
Pepatah lama itu benar, Darah lebih
kental daripada air. Namanya saudara, Kak Cay pasti tetap cinta ama aku heheh. Semoga cintamu ke aku ga
berkurang sepersen pun karena sudah
ada “dia” ya, Kak. Aku tau kamu adil kok orangnya. Hehehe
'
'
Baiklah ini ceritaku, dari sudut pandangku, tentang dia. Kakak sekaligus
Sahabat 24x7-Ku
FULL-TIME BESTIE
Sahabat 24 jam. Memang benar, semua hal yang
terjadi di hari-hariku tidak lupa aku bagikan ke dia. Mulai dari masalah materi
kuliah, teman dengan berbagai karakteristiknya, dosen dengan beragam modelannya, masalah negara, masalah
isu-isu, masalah kucing, anime, sampai masalah laki-laki dengan beragam cara modusannya dan hal-hal gak penting
lainnya.
Semua aku ceritakan, tidak bersisa suatu
apapun.
Akhirnya sharing
– sharing segala hal yang terlintas dalam benakku ini, yang menjadi faktor
utama isi kepala, pola pikirku dan cara pandangku adalah buah pemikirannya. Apa-apa
aku selalu aku sangkut pautkan kakakku, “enggak, kata Masku loh ga gitu, cowok itu bla bla bla, Masku
itu cowok dan dia ga bakal bohongin
adeknya sendiri lah,” sampai – sampai temen-temenku lelah berdebat denganku
masalah ‘laki-laki’. Dan aku dengan bangganya merasa tahu apa yang ada di isi
pikiran mereka, dan merasa tidak akan dibohongi sama laki-laki, aku kan punya
Kakak laki-laki. Hehehe.
Dan yang kedua, mengenai pemikiran tentang
kehidupan. Kakakku adalah penyumbang terbesar mindset-ku yang sekarang. Ketika beberapa hal tidak berjalan sesuai
mauku, ketika aku mengeluhkan teman-teman yang tidak mau bekerja sesuai jobdesk dan peran mereka, ketika dosen
yang mengajariku tidak sebaik ekspetasiku, ketika fasilitas di kampus yang
selalu membuat aku jengkel, dan ketika isu – isu agama yang kian saling pro –
kontra padahal satu keyakinan. Dia lah yang selalu membuatku paham. Dialah yang
selalu berhasil menjawab segala macam pertanyaan yang menggumpal penuh
berdesakan di dalam kepalaku, yang selalu berhasil menjadi obat penenang dikala
kekalutan hatiku, yang selalu membuat aku berkata dalam hati, “oh iya juga ya,
bener juga kata kakak,”. Dia selalu bisa menjadi peran orangtua buatku, disaat
kedua orangtuaku yang sudah terlalu banyak beban dan aku takut untuk lebih
membebani mereka lagi dengan cerita recehku yang sebenernya bisa diselesaikan
secara personal.
Sewaktu aku sedih, sedih karena laki-laki,
atau disaat aku sangat senang karena beberapa perlakuan yang menurut aku special dari laki-laki, dia yang selalu
ada. Selalu mengingatkan, kalau laki-laki itu begitu, udah ga usah terlalu dipikirkan, kamu mau sama cowok nggak jelas kayak
gitu, kalau ga percaya coba aja sendiri. Dan aku sampai detik ini masih tidak
pernah berani mengambil resiko, aku selalu percaya padanya, toh dia sedang
melindungi aku, dan tidak bakal menjerumuskan aku.
Aku kadang sempat berpikir, aku juga mau
sampai kapan apa-apa selalu bergantung pada keputusannya, sampai kapan aku
mulai berani mengambil resiko dengan memiliki keputusanku sendiri. Tapi sejauh
ini, aku menikmati semua hal yang disarankan Kak Cay, semua yang dikatakannya
selalu berbuah manis. Semanis senyuman si dia #eh.
Dan outputnya.
Aku menjadi Sisi yang ga gampang baperan (ya
meskipun baper, tapi itupun bisa langsung segera teratasi hehehe), aku menjadi Sisi yang lebih bisa menerima sikap orang yang
tidak sesuai harapanku, aku menjadi Sisi yang lebih mengerti kalau anak
perempuan yang baik itu seperti ‘ini, Si’ tipikalnya, Aku menjadi Sisi yang
lebih banyak bersyukur, aku menjadi Sisi yang lebih bertanggung jawab, dan
menjadi Sisi yang seperti saat ini. Hehehe.
Dari Benci
jadi Cinta
Dulu (usia bayi mungkin sampai 14-15 tahunan),
aku benar-benar tidak punya peta dalam kepalaku, mana yang boleh aku lakukan
kepada orang lain, mana yang tidak boleh. Semua aku lakukan sesuai kehendakku. Aku
kecewa, aku menangis sambil marah-marah, aku kesal aku ngomel, aku tidak suka, aku juga akan marah.
Sampai
tiba dimana masa perkembanganku menginjak fase remaja awal, sekitar usia 15
tahunan, dan aku bertekad ingin menjadi anak yang lebih baik lagi, dengan cara
dikenang orang dengan sikap yang bisa mengontrol emosi dan tidak reaktif.
Tibalah aku disaat-saat krisis. Semua perilaku
semena-mena ku tiba-tiba kembali ke diriku sendiri. Ternyata di awal SMA,
teman-temanku beberapa ada yang memiliki sifat persis denganku. Hehehe
KARMA does Exist.
Tapi itu bukan karma juga sih, mungkin Allah mencoba memberi tahu aku, bahwa aku itu orang
yang seperti itu. Dan karena aku tahu, dia itu mirip aku, alhasil aku malah
semakin sering sedih, menyesali kesalahan-kesalahan yang sudah terlalu banyak
aku perbuat ke teman-temanku. Dan aku sangat sayang sama temanku yang mirip aku
tadi itu.
Akhirnya kita menjadi Sahabat! Yey. Dia cocok juga sama aku pada
akhirnya, hehehe. Kalau inget-inget
masa itu, jadi merasa lucu aja. Drama banget
kehidupan remajaku ya Allah. Hahaha
Mulai dari situlah (saat aku mulai merubah
sifat sak karepku dewe).
Aku dan kakakku ‘baru’ dekat.
Karena tragedi kecelakaan juga sebenernya, yang hampir membuat dia mati. MATI Oy!. Kalian para kakak-kakak ketahuilah, kita sebagai adek itu
sayang banget sama kalian. Meski kelihatannya kita sering lebih dimanja-manja, sering dibela-bela, dan kalian menjadi korban
amukan orangtua, tapi di lubuk hati terdalam kita #cielah kita juga sangat ingin kalian sayang.
Aku menjadi semakin sayang dan takut
kehilangan kakakku, aku masih banyak salah, aku ingin disayang dululah (setidaknya)
sebelum ditinggal pergi. Pingin tahu rasanya dilindungi Kakak (cowok) apalagi,
kan keren gitu kaya di film-film wkwkw.
Dan setelah tragedi kecelakaan itupun tidak langsung dekat. Butuh proses wkwkw. Kayak orang pdkt aja ya.
Perubahan
Sedikit demi Sedikit
Kata Adler selaku pencetus teori Psikologi
Kepribadian dengan tema Indivualisme. Ia menggagas mengenai perkembangan anak
dari urutan kelahiran, yang mana apabila dijabarkan, sebagai berikut~
Anak sulung:
Pragmatis, hati-hati, mendominasi, bertanggung
jawab, jujur, dapat diandalkan dan mau menerima ide-ide baru
Anak tengah: Suka menyenangkan orang, pemberontak, mediator,
rasional dalam berpikir, pada umumnya memiliki banyak teman.
Anak bungsu: Mempunyai ide-ide dan antusias untuk mencoba,
ingin tampil beda, emosional atau spontan, cenderung manipulatif dan
kompetitif, bergantung pada orang lain
Ternyata
teori ini membuatku faham atas apa benang merah siblings rivarlyku
dengan si anak tengah dulu.
Pertama,
sikapku yang spontan sering dianggap tidak memikirkan orang lain, dan sikapku
yang masih sering manja saat itu pasti juga menyebalkan. Aku bahkan juga (pastinya)
tidak menyukai orang yang manja. Jadi setelah menarik kesimpulan, aku paham, dulu
kami sama-sama masih berbalapan egonya. Masih belum bisa faham dan menerima
perbedaan masing-masing dan lagi-lagi masalah waktu.
Buktinya
sekarang Kakakku sangat menjaga dan menyayangiku. Aku pun begitu.
Kesimpulan
yang dapat di ambil oleh otak dan hatiku, adalah ketika kita mencoba menjadi
lebih baik dan memperbaiki diri, maka orang-orang disekitar kita juga akan menghargai
dan merasakan itu. Semua bermula dari diri sendiri sebetulnya. Setelah aku
mulai bisa diajak bicara, diberi nasihat, tak perlu waktu lama, aku dan kakakku
langsung nyambung membicarakan segala macam genre percakapan.
Aku
menghormati dia, dan dia menyanyangi aku. Persis seperti yang aku ucap dalam
doaku setiap hari saat aku masih kecil, “Ya Allah aku ingin cepet besar, supaya
bisa bertemu dengan teman-teman yang baik, dan kakakku menyayangi aku seperti
aku menyayanginya” ucap gadis kecil itu di dalam musholla masjid sekolahannya.
Akhirnya aku mulai paham arti bahagia
Dulu
sewaktu aku masih kecil, aku selalu merasa semua akan indah saat aku sudah
memasuki fase-fase remaja keatas. Dan nyatanya
kebahagiaan itu bukan masalah waktu, tapi masalah syukur. Coba kalau aku tau
dari dulu, kalau protes dan mengeluh tidak memberikan apapun melainkan capek~
Semakin
kesini aku semakin tersadarkan, ternyata benar kata Bapak aku, benar juga kata
kakak. Yang selama ini aku selalu anggap Cuma sebuah teori belaka. Bersyukur.
Mungkin
dilain kesempatan aku akan nulis juga soal ayah. Tapi karena aku lagi nulis
tentang Kakak. Maka aku harus fokus dan tidak keluar tema, iya ngga? Hehehe.
Bukan hanya aku yang berubah, Kakak jauh lebih banyak!
Di
usianya yang sudah menginjak 22 tahun itu. Kakakku menjadi sosok yang semakin
aku teladani. Ia mulai menghapus seluruh lagu-lagu metal, pop dan apapun jenis
lagu yang ada di dalam smartphonenya.
Dia mulai mendengarkan dan menghapalkan beberapa surat untuk dilantunkan ketika
menjadi imam, dan mulai menggali lebih dalam lagi mengenai Agama Islam. Sebenarnya
semenjak bangku SMA dia sudah mulai mengerti mana yang sungguhan perintah dan
mana yang Cuma sekedar tradisi budaya, karena kami memang memasuki salah satu
SMA Islam Swasta yang mengajarkan lebih banyak materi keagamaan. Tapi, di
usianya yang ke dua puluh dua ini sepertinya dia jauh lebih nyadar kalau udah tua. Hehehe.
Aku
mungkin bisa dibilang masih belajar juga, menerapkan apa yang ada di Al-Qur’an
tidak sekedar menghapalnya aja. Seperti tiga surat favoritku ini.
Al-Insyirah 3 ayat terakhir.
Al-Insyirah 3 ayat terakhir.
Yang
artinya kurang lebih, “setelah kesusahan ada kemudahan, dan setelah kesusahan
ada kemudahan. Maka apabila telah usai urusanmu, beralihlah kepada urusan yang
lainnya. Maka berharaplah kamu hanya
kepada-Nya.
Dan
Ar-Rahman, ayat yang diulang beberapa kali dalam satu surat, saking Allah SWT ingin memberi tahu
secara gamblang dan jelasnya.
Yang
artinya, “Maka Nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan?”
Dan
menambah satu ayat lagi yang menjadi Qoutes Favoritku yang baru-baru ini, surat
Al-Isra ayat 7
Yang
artinya kurang lebih, “Sesungguhnya kebaikanmu itu untukmu sendiri”
Dan
hal tersebut sedang coba aku istiqamah kerjakan. Ber-postive thinking
atas rencana Allah. Kakakku satu ini paling cinta sekali sama surat Ar-Rahman
itu. Berkali-kali diulangnya lewat benda sakral yang selalu kita cari sesudah
dan saat akan tidur.
Dan
setelah aku pikir-pikir Puisi – puisi milik Allah memang yang paling baik! Ter-romantis.
Coba perdalam maknanya, maka jatuh sejatuh jatuhnya lah kamu pada puisi itu,
melebihi puisi puisi para pujangga militan.
Inspirasi, motivasi, dan kerendahan hati dari seorang kakak sejati
Banyak
pemikiran-pemikiran kakakkku yang menjadi motivasi dan inspirasi tersendiri
buatku, salah satunya mengenai beasiswa yang dia harapkan tahun lalu yang belum
berhasil di tahap interview. Akupun
begitu ingin mendapatkannya, selain melanjutkan cita-citanya, aku rasa, sejak
kecil aku belum pernah membanggakan kedua orangtuaku dengan prestasi apapun. Aku
rasa selama ini aku terlalu banyak menuntut dibandingkan memberi. Setidak-tidaknya
aku ingin membahagiakan mereka dengan tidak menyusahkan di bidang akademik.
Selain
itu tipe pembelajaranku yang social learning
membuatku semakin kompetitif untuk bisa menjadi seperti orang-orang yang aku
kagumi.
Dan
kakak selalu berpesan, tidak usah terlalu berharap, jangan ke PDan, semua itu dijalani saja, yang
penting sudah mencoba sebaik mungkin. Dan aku sedikit lebih banyak kadar
optimisnya daripada si Kakak. Setiap kali aku bilang cita-cita ABCDE~
Kadang
dia selalu bilang, jadi orang yang realistis aja, kalau aku jadi kamu dan aku
merasa ga lolos ngapain nyoba dari awal. Ini mungkin bisa jadi PR buat aku
supaya Kakak jauh lebih semangat wkwkwkw.
Dan
dia juga memberi kata-kata mutiara #eaa kalau
sudah mendapatkan sesuatu yang kamu impikan jangan norak, diluar sana masih banyak yang
keren dan aku masih harus banyak belajar. Itu benar, buktinya dirumah masih
sering diomelin Ibuk karena beberapa pekerjaan rumah yang tidak bisa aku handle dengan baik. Syedih
Dan
kakak, sungguh tanpa nasihat-nasihatmu, petuah-petuah kehidupan, semangat,
senyuman, dan sayang dari kamu. Mungkin aku masih sama seperti aku sepuluh
tahun yang lalu.
Terimakasih
sudah menjadi teman belajar, bertengkar, berkeluh kesah, bercanda,
berimajinasi, berbagi cita-cita, dan berbagi rasa sedih bersama selama dua
puluh tahun terakhir.
Kamu
tau kan, betapa bersyukurnya aku bisa terlahir jadi adikmu, yah~ meskipun kadang heran kok bisa
kamu kadang terlihat menyeramkan kalau marah sampai-sampai aku bisa ga mood seminggu sewaktu kita dulu
bertengkar, dan bisa menjadi kakak terngangenin, tercucok, dan tersepemikiran
gini. Apa karena kita lahir dari ibu yang sama? Ah enggak juga banyak kakak
adik yang ga
sepaham. Kita emang Klop! Hahaha
Dan
mungkin ada sedikit curhatan lagi dari aku, mewakili semua adik yang ada di
belahan bumi manapun. Kita sayang Kamu manusia manusia yang lebih dulu lahir
dari kita. Jangan anggap perilaku dan tingkah nyebelin kita itu nyebelin,
kadang kita itu gatau kalau kita ternyata nyebelin atau salah atau apapun itu. Terus
teruslah bersabar dalam menasihati adik-adik unyu ini menuju ke jalan yang
lebih baik.
“satu hal yang harus kita sadari bahwa, saat
menjadi seorang kakak maka kita akan menjadi panutan bagi adik-adik kita, ingat
sebagai satu keluarga, saudara kita juga menjadi tanggung jawab kita,” kata
orang yang sama dengan orang yang ada di paragraf pertama tulisan ini. [cc]
0 komentar:
Posting Komentar