Bermula dari hari menuju kelulusan tahun lalu di bulan September. Banyak ketidakpastian yang saya rasakan. Harus kemana setelah lulus, apa pilihan karir yang sesuai dengan kepribadian, bagaimana dan dari mana harus memulai merangkai apa yang ingin saya dapatkan, apakah saya harus idealis atau realistis, dan masih banyak pertanyaan yang muncul di benak seorang calon sarjana psikologi, bahkan seorang yang sudah belajar ilmu psikologi masih gamang dengan apa yang ingin dipilih dan dilakukan oleh dirinya sendiri.
“Pendidikan formal benar-benar cuma sebagai jembatan tak sampai setengah jalan menuju apa yang saya inginkan”, itu yang terbesit saat pada benak saya waktu itu. Saya kira perjalanan setelah studi S1 akan lebih jelas, dan tergambar. Nyatanya tidak, justeru semakin banyak dan berkali-kali lipat ketidak pastian yang saya rasakan. Sewaktu kuliah mungkin ketidak pastian itu berwujud nyata dan tampak, kapan dosen pembimbing bisa dihubungi dan memberi waktu untuk saya berkonsultasi, kapan surat izin saya bisa masuk ke rumah sakit untuk penelitian, atau kapan saya bisa disidang dan kapan orang tua bisa merasakan feedback investasi pendidikan yang mereka berikan untuk saya.
Sewaktu duduk di ruang kelas, ujian hanya diberlakukan persemester atau tengah semester. Setelah lulus yang seperti orang naif anggap ingin terbebas dari jeratan ujian nyatanya justeru berkebalikan. Setiap hari adalah hari ujian. Ujian bertahan hidup mandiri entah secara emosional, finansial, spiritual dan hal lainnya yang lebih holistik. Kecarut marutan polemik eksternal, yang mungkin mutlak tidak dapat kita rubah tanpa adanya kekuasaan dan modal finansial, sampai yang paling penting, kegelisahan yang ada dalam diri setiap individu masing-masing.
Sekarang bahkan negara sedang hampir mengalami resesi, apabila ibu Sri Mulyani gagal menyelematkan semester ini dari minus daya beli masyarakat yang menurun akibat pandemi covid. Banyak rencana yang dilakukan agar Indonesia tetap bisa bertahan dan tidak resesi, sama halnya banyak rakyat korban pemecatan sepihak, pelaku bisnis rumahan dan rakyat yang mengandalkan upah harian yang berusaha sekuat mereka untuk bertahan hidup. Semua ketidak pastian ini adalah hal yang pasti. Tidak ada yang tahu seperti apa kedepannya.
Tapi hebatnya manusia didesain oleh yang maha kuasa memiliki organ penting yang bernama otak. Dalam psikologi, otak manusia ini juga selalu menjadi topik utama dalam setiap pembahasannya, mulai dari kepribadian, kognitif, perkembangan, sampai abnormalitas. Manusia didesain mampu beradaptasi. Orang yang adaptif dengan perubahan dan ketidakpastian adalah orang yang mampu bertahan.
Berkat kemampuan adapatasi ini, mereka menemukan ide yang menggerakkan, menemukan cara, menemukan jalan, dan menemukan harapan. Tanpa harapan, kita semua tidak akan bertahan. “Sesungguhnya Allah maha mendengar” adalah mantra untuk tetap bertahan pada ketidakpastian yang saya selalu ingat belakangan.
Harapan bisa datang dari hal yang sederhana. Dari orang terdekat yang selalu ada, aktivitas yang kita sukai, lagu dan film favorit, cuaca yang bersahabat, buku yang mengajak kita berkelana, sampai orang yang kita temui dipersimpangan jalan tetap semangat mencari sekeping pundi-pundi lembaran berwarna warni, alat barter yang biasa kita sebut, uang.
Merangkai apa yang ingin dan akan dilakukan di saat ini dan kedepan memang menjadi bahan pembicaraan yang tidak akan pernah ada selesainya. Setiap hari adalah hari belajar. Belajar mengenali diri sendiri, mengenali orang sekeliling, bahkan sampai alam. Hari ini semua tampak baik-baik, sapa yang mengira setelah terdampak covid di penjuru bumi, saudara kita di Masamba, Sulawesi Selatan harus ditimpa lagi yang lebih dari alam mereka, Banjir Bandang pada 13 Juli lalu. Makin-makin saya lebih bingung, sebenernya apa yang selama ini saya khawatirkan? Apa yang kurang? Bahkan sepertinya ngga pantes-lah, buat mengeluh, selama masih diberi kesehatan, tempat tinggal, teman-teman yang selalu ada, dan sekumpulan hal-hal lain yang saya sukai.
Ketika ketidakpastian yang melanda dalam dirimu, aku harap kamu segera menyadarinya, bahwa tidak hanya kamu yang merasa seperti itu. Temukan apa yang membuatmu mempunyai harapan baru. Salah satu caranya bisa dengan kembali menguak hal yang membuat perasaanmu nyaman. Bertemu orang-orang yang mengingatkanmu untuk tetap berjuang, dan kembali bergerak kemana kamu ingin pergi. Mulailah. [cc]
“Siapapun kamu, apapun bisa kamu lakukan, atau kamu harapkan, wujudkan, impikan, dan mulailah. Keberanian punya kejeniusan, kekuatan dan keajaiban.” – Johan Wolfgang Van Goethte, Novelis Jerman, abad ke-19.
0 komentar:
Posting Komentar