Stasiun Wonokromo, 20 April 2017
Dalam
penantian selama 30 menit di statiun wonokromo terik itu (20/4) Dua orang
perwakilan dari LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) Alam Tara, 4 orang perwakilan dari
LPM Ar-Risalah dan 6 orang perwakilan dari LPM Solidaritas dari kampus UIN
Sunan Ampel Surabaya bersiap mengikuti MUKERNAS (Musyawarah Keja Nasional) PPMI
(Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesai) di IHDN (Institut Hindu Dharma Negri)
Denpasar, Bali.
Perjalanan
yang ditempuh dengan kereta berlabel “Sri Tanjung” akan berlangsung selama 6 jam.
Dan untuk Menuju lokasi Mukernas, kami masih harus menempuh perjalanan dengan
transportasi laut selama 45 menit dan juga darat (lagi) selama kurang lebih 5
jam.
Pelabuhan Gilimanuk, 21 April 2017
Begitu turun dari kapal, waktu sudah
menunjukkan pukul 01.00 WIB, tetapi karena perbedaan waktu antara pulau jawa
dengan pulau dewata yang menyebabkan waktu kami serasa di potong satu jam, dan
waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 WITA dini hari. Bersama seluruh rombongan
dari surabaya, kami bergegas mencari kendaraan selanjutnya untuk sampai di
lokasi penginapan PHDI (Parisda Hindu Dharma Indonesia). Setelah melakukan
berbagai macam nego pada seorang rental mobil, keputusan yang diambil adalah
dengan naik bus. Lagi-lagi karena masalah budget
yang pas-pasan.
Perjalanan
dalam bus kami tempuh kurang-lebih sekitar 4 jam. Sesampainya di terminal Ubung,
kami langsung merebahkan diri sejenak
di musholla yang disediakan ala-kadarnya.
Sholat shubuh pun kami jalankan saat matahari sudah jelas cahayanya. Perjalanan
belum selesai sampai disana. Setelah istirahat kira-kira, se-jam-an. Kami melanjutkan perjalanan yang tinggal beberapa menit
lagi menuju penginapan dengan naik bemo
yang sudah di rekomendasikan panitia Mukernas
PPMI DK Bali.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 09.00 WITA ketika kami tiba di lokasi penginapan. Dan acara
pembukaan ketika itu sudah dimulai, karena baru sampai pastinya butuh waktu
lebih untuk bersiap-siap dan saat itu juga bertemu dengan dua orang perwakilan
dari LPM Forma yang baru sampai di lokasi penginapan juga.
Ketika
kami memasuki Aula IHDN acara MUKERNAS sudah sampai di tengah-tengah diskusi
dengan para pegawai KOMINFO (Kementrian Komunikasi dan Informatika) dalam
agenda Talkshow “Frekuensi Publik masihkah untuk publik?”, yang sebelumnya juga
sudah ada pembukaan acara MUKERNAS PPMI Nasional ke-XI oleh I Ketut Wisarja,
selaku wakil rektor tiga IHDN.
Acara talkshow tersebut menghadirkan
Henry Soebarto selaku staff ahli KOMINFO di bidang hukum, Imam Wahyudi selaku
perwakilan dewan pers nasional dan Rosarita Niken Widiyastuti selaku Dirjen
(Direktorat Jendral) KOMINFO nasional.
Sempat ada sedikit perdebatan
antara Iss, salah satu mahasiswa asal Manado yang juga merupakan Sekjend PPMI
DK Manado. Ia merasa belum selesai menyampaikan pendapatnya kepada Henry
Soebarto, yang waktu itu tidak bisa berbicara banyak karena keterbatasan waktu.
Sewaktu itu Ismail meminta
kejelasan mengenai isu yang ia angkat yaitu, isu di bulan November lalu. ketika
Suara Papua(dot)com webseitenya ditutup tanpa ada konfirmasi terlebih dahulu
pada pihak pengelola website. Dengan alasan karena menyebarkan isu-isu makar.
“Seperti kata Soe Hok Gie, ‘kebebasan
Pers itu ibarat mereka dibebaskan, tetapi kalau salah tetap saja di kekang,’ Di
bredel ketika kita memberitakan isu-isu yang buruk dan hanya boleh memberitakan
yang baik-baik saja. Makanya saya harap waktu itu, mereka seharusnya bisa
memberikan penjelasan dan dewan pers waktu itu juga bisa menjelaskan, mereka
itu sebenarnya dewan pers yang bagaimana, organisasi independen yang bagaimana.
Karena independen juga ada independen tidak berpihak pada yang betul ataupun salah,” sambung mahasiswa
jurusan pendidikan matematika tersebut.
Kita sekarang juga sudah
memasuki masa orde media. Dimana ketika masa orde baru, media butuh penguasa
agar tidak di bredel, tetapi sekarang penguasa yang membutuhkan media agar
tidak bredel. Apabila kita tiap-tiap masing dewan kota mengoptimalkan kerja
dengan membuka lapak baca keliling dan lebih dekat dengan masyarakat sekitar
yang mereka notabene-nya tidak digaji dan tidak berpihak pada siapapun.
“Bahkan sekarang ini para
penguasa takut salah kepada media, karena mereka digiring kesana kemari sama
media. Maka dari itu saya berharap dengan adanya Pers Mahasiswa ini mampu
mengangkat berita dari angle-angle lain,
yang diangkat dari saya yang mengedukasi lah, bukan malah menyajikan lebih kepada
kejahatannya-lah, itulah yang menjadi pr besar untuk Pers Mahasiswa itu sendiri,
pr besar untuk pers mahasiswa untuk melahirkan media alternatif yang disukai
masyarakat pada umumnya,” tambah mahasiswa yang sudah empat bulan tidak ada
listrik di kampusnya.
Rangkaian acara pertama akhirnya
terlewati dengan lancar, lalu berlanjut dengan istirahat dan sholat sampai
dengan pukul 15.00 WITA. Kami kembali ke Aula IHDN Pukul 15.30 untuk
melanjutkan serangkaian acara yang masih panjang. Dimulai dengan pembahasan
agenda acara Mukernas yang dipimpin oleh Muhamad Ismail Ibrahim selaku
sekretaris nasional PPMI.
Ada beberapa unjuk pendapat
dalam sesi ini, ketika presidium sidang akan meresmikan serangkaian acara
dengan mengetok palu. Tiba-tiba salah satu anggota sidang asal Makasar mengangkat tangan dan menanyakan perihal
waktu sholat ashar. Dikarenakan jam sholat hanya di pukul 18.00-20.00 WITA.
Berbagai daerah saling bersautan menyampaikan pendapat mereka, malang,
surabaya, manado, dan masih banyak kota yang saling berpendapat. sampai pada
keputusan akhir oleh presidium sidang yang mencari jalan tengah dari semua
pendapat yang dipaparkan setelah perdebatan panjang selama satu jam lebih.
Keputusan hasil musyawarah pun jatuh pada dimulainya 19.00 WITA.
Saat
kami akan kembali ke aula IHDN, ada doa bersama di depan penginapan PHDI yang
menjadi sesuatu yang menarik bagi kami, yang jarang melihat budaya Bali.
Upacara tersebut adalah upacara dalam rangka memperingati hari kartini dari
hasil tanya-tanya dengan warga
sekitar.
Acara
berlanjut dengan agenda pembacaan tata tertib, lalu pemilihan presidium sidang.
Dimulai dengan pemilihan perwakilan dari tiap-tiap DK (Dewan Kota) PPMI. Dan
yang menjadi perwakilan dari DK Surabaya adalah Aliyul Himam, salah satu
delegasi dari LPM Solidaritas. Yang akhirnya menjadi salah satu presidium
sidang dalam Mukernas PPMI Ke-XI, ditemani dengan dua orang rekannya yaitu,
Ajeng perwakilan DK Malang dan Gracia perwakilan DK Manado
Himam
sebagai perwakilan dari DK Surabaya mengaku sempat kebingungan ketika awal-awal
mengambil alih presidium sidang dengan cara pembacaan teks pengambilan alih
yang berbeda dengan ketika ia biasanya ia mempimpin sidang di Surabaya.
“iya, awalnya aku semacam agak
kaget, kan budaya dalam persidangan kan beda-beda tiap kota bahkan meskipun
satu organisasi kan ya, kalau sepengetahuanku sebelum-sebelumnya, itu dibuka
dengan salam terserah gitu lo. Terus aku kan mengganti kan ya, biasanya aku
bilang kayak gini ‘oke, pimpinan saya ambil alih’ tapi kok disini harus sama
gitu salamnya, akhirnya aku agak sedikit drop
tapi aku menenangkan diri, dan jadi udah biasa,” tandas mahasiswa semester enam
Ilmu Komunikasi tersebut.
Dilanjut
agenda pemaparan kondisi dan isu-isu lokal dari masing-masing dewan kota dan
waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 WITA. Banyak perdebatan yang terjadi pula
dalam agenda ini, setiap daerah memiliki ke-khas-an
masing-masing dalam berbicara di dalam forum. Ada yang begitu berapi-api, ada
yang ketika berbicara minta segera di dengarkan, ada yang mengungkapkan
pendapat dengan sangat teoritical,
dan ada yang sebagai penengah semua anggota. Hal tersebut tidak diherankan
melihat acara musyawarah kali ini merupakan musyawarah se-Indonesia.
Waktu maksimal yang diberikan
oleh pihak penjaga kampus sebenarnya hanya sampai pukul 22.30 WITA karena adat
dan budaya yang masih kental. Namun berhubung pembahasan isu-isu lokal belum
terselesaikan, pihak panitia terpaksa melanjutkan acara meskipun sudah
diperingatkan oleh pihak kampus, akhirnya acara berlansung tanpa menggunakan michrophone. Seluruh rangkaian acara di hari itu (21/4) berakhir pukul 23.30
WITA.
Institut Hindu Dharma Negeri, 22 April 2017
Sebelum
agenda pertama di hari sabtu dimulai, saya dan Firda Ayu Budiana selaku
perwakilan dari LPM AlamTara menjalin relasi dengan teman-teman dari berbagai
macam Pers di Indonesia. Kami berjejaring dan membagikan produk jurnal LPM
AlamTara kepada LPM dari Manado, Jogjakarta, Malang, Solo dan Jakarta.
Agenda pertama hari sabtu
dimulai dengan berkumpul di Aula IHDN untuk pengenalan para badan pengurus
nasional yang baru saja dilantik. Dalam agenda ini Selaku Sekjend Nasional
selaku Mahasiswa asal Makasar ditemani sekretarisnya juga yang memperkenalkan jajaran mereka.
Bahkan
sekjend sendiri juga menyindir kepada seluru teman-teman PPMI DK yang hadir
untuk tidak selalu menanyakan semua hal pada sekjend. Tiap-tiap pengurus
memiliki jobdesk nya masing-masing,
jadi semua harus dioptimalkan. Bertanyalah sesuai peran dan tanggung jawab
masing-masing badan pengurus.
Kemudian
acara disambung dengan pemaparan proker dari PPMI Nasional sendiri. Dari pengenalan
badan pengurus PPMI dewan nasional, yakni Irwan Sakkir selaku Sekjendna, Muh
Ismail Ibrahim selaku sekretaris dan bendaharanya, Rahmawati Sahabuddin.
Joko Cahyono selaku koordinator Badan Pekerja Media, Saiful
S selaku koordinator Badan Pekerja
Jaringan Kerja, koordinator Advokasi ada Imam Abu Hanifah, dan Fajar di Lembaga
Penelitian dan Pengembangan.
Setelah pemaparan ada agenda
pemilihan tempat Dies Natalis PPMI dan Kongres selanjutnya yang akhirnya jatuh
kepada kota Palu sebegai tempat DiesNatalis dan Solo sebagai tempat kongres
Agenda terakhir nya ialah
pemilihan isu-isu nasional yang pada akhirnya forum MUKERNAS PPMI tidak memilih
isu nasional apapun dikarenakan ingin berfokus dulu saja kepada isu-isu lokal,
yang diakhiri dengan persetujuan dari seluruh peserta Mukernas saat itu.
Salah satu sekjen dewan kota
mengungkap “Bukan karena kami tidak sholid, tapi kami menuntut Supaya kami
persma dari Yogyakarta nyaman sebagai persma, karena banyak teman – teman dari
yogyakarta takut untuk menulis, karena tidak ada yang lindungi”. Ujar dewan kota
Yogyakarta
Acara selesai pada pukul 20:00
WITA dan ditutup secara simbolik dengan pemukulan gong oleh I Ketut Wisarja
selaku wakil rektor tiga IHDN, dan tak lupa serangakain acara MUKERNAS XI
ditutup dengan ucapan permohonan maaf dari panitia yang diwakili oleh ketua
panitia serta sambutan dari Wakil rektor III.
Setelah serangkaian acara
selesai, ada sesi sharing selama beberapa menit dengan Sukardi Rinakit selaku
staff ahli presiden bidang politik dan pers.
Saya yang juga selaku salah
satu perwakilan dari LPM AlamTara PPMI DK Surabaya mengacukan tangan untuk
menjawab pertanyaan dari beliau. Pertanyaannya ialah mengenai “sebenarnya siapa
yang membuat pandangan masyarakat menjadi buruk kepada pemerintahan di
Indonesia?,” penjawab pertama menjawab dengan mengaitkan isu-isu yang sedang
terjadi di Indonesia, dimana pak presiden lebih mengunggulkan pembangunan
bidang pabrik dibandingkan melestarikan kekayaan sumber daya alam yang ada.
Dan ketika itu saya menjawab dengan
jawaban ‘media,’. Media merupakan tonggak presepsi masyarakat karena mereka melihat
segala sesuatu dari yang ditampilkan di televisi atau radio rumah-rumah mereka.
Yang dimaksud saya disini adalah media yang profit
dimana memang dengan sengaja men-settting
dan saling menjatuhkan antar lawan politik satu sama lain, bukan media
seperti Pers Mahasiswa yang notabene-nya segala sesuatu tidak ada yang
mengekang karena kami, Pers Mahasiswa menulis tanpa gaji, menulis sesuai
aspirasi dan wujud rasa prihatin pada negri ini. Sebagai hadiah dari jawaban
yang diberikan pada bapak staff ahli bidang politik dan pers, iapun akhirnya mendapat
hadiah payung aksi milik pak jokowi. Tapi bukan masalah payung sebagai simbolik
penghargaan, melainkan keberanian berbicara dan berpendapat di depan
teman-teman pers se-indonesia dan para badan pengurus yang hadir kala itu.
Akhirnya acara MUKERNAS PPMI
ke XI tuntas sudah, kini giliran acara hiburan dari pihak panitia untuk
mengakrabkan dan menjalin relasi dengan sesama anggota pers mahasiswa . hiburan
yang diberikan berupa tarian khas Bali jogedan
yang berakhir pada pukul 10.00 WITA. Tidak hanya tarian, tapi juga ada
ajang unjuk bakat dari tiap-tiap perwakilan dewan kota.
PPMI DK Surabaya diwakili oleh
Abu, salah satu delegasi dari LPM Edukasi UIN Sunan Ampel Surabaya yang
menampilkan sebuah puisi tentang demokrasi di negeri ini.
Lalu kami rombongan surabaya
yang berjumlah 20 orang ini, masih sibuk merencanakan agenda liburan, yang
memang sangat mepet tapi masih
diusahakan agar tidak kepepet. Dari
20 orang rombongan surabaya, ada 16 peserta akan pulang dengan kereta api dari
Stasiun Banyuwangi Baru keesokan harinya pada pukul 01:50 WITA.
Setelah berunding dan akhirnya
mencapai sebuah mufakat, kami yang berjumlah 16 peserta delegasi asal Surabaya
memutuskan untuk tidak mampir kemanapun karena banyak pertimbangan, yang salah
satunya karena waktu yang terbatas.
Parisada
Hindu Dharma Indonesia, 23 April 2017
Sesuai
dengan hasil rapat dengan teman-teman rombongan Surabaya kemarin. Kami semua
sudah bersiap-siap sejak pukul 04:00 WITA. Diawali dengan acara berpamitan
dengan empat orang perwakilan dari LPM Forma dan LPM Ar-Risalah, yang baru
pulang hari selasa pagi (25/4).
Perjalanan yang kami tempuh
lebih cepat dibandingkan ketika berangkat karena tidak terlalu banyak
istirahat. Dimulai dengan naik bemo
selama 30 menit, lalu langsung di operkan ke bus dengan tujuan Pelabuhan
Gilimanuk.
Saat itu kami duduk di dalam
bis sekitar 3 jam 30 menit, kali ini bisnya tidak terlalu padat dan lebih bagus
dibandingkan bis yang dikendarai sewaktu berangkat. Dalam perjalanan ke
pelabuhan Gilimanuk pun, mata kami dimanjakan dengan berbagai pemandangan
sedap, mulai dari pepohonan rindang, sawah-sawah, potrait gunung di kanan jalan dan pantai di sepanjang kiri jalan. Sungguh
pemandangan yang ciamik, sebagai pelepas rasa lelah dan pelapang dada akibat
tidak jadi berwisata.
Akhirnya
kami sampai di Pelabuhan Gilimanuk sekitar pukul 10:45 WITA. Kami sempat mampir
sebentar ke pasar di sekitar pelabuhan, mencari-cari barang khas bali, barangkali
ada sesuatu yang memikat hati untuk di beli.
Kapal tiba sekitar pukul 11:45 dan kami segera
melanjutkan perjalanan ini. Sewaktu di Kapal, ternyata bertemu lagi dengan segerombolan penduduk Bali dengan
pakaian putih-putih yang bersih khas adat Bali.
Sebelum sampai di stasiun
Kereta Api Banyuwangi Baru, seperti pada dasarnya kebutuhan biologis manusia
kami berencana membeli makan siang dulu.
Agar kami tidak tertinggal
kereta Sekjend PPMI DK Surabaya, Bianca salah satu rekan divis media, Ubed,
berangkat terlebih dahulu ke stasiun untuk menukarkan tiket keretanya.
Setelah
semua terbeli, tiba-tiba ada seorang warga di dekat stasiun yang mengatakan
bahwa kereta apinya delay karena ada
kecelakaan. Dan ternyata benar, kereta kami di delay sampai pukul 15:20 WIB.
Walaupun kereta api delay, tetap saja kami tidak mati gaya
atau bosan karena waktu itu digunakan untuk sekedar istirahat, memindahkan file
foto dan sharing mengenai banyak hal tentang dunia jurnalis.
Jam
sudah menunjukkan pukul 22:00 WIB, kami sudah sampai di Stasiun Kota Sidoarjo.
Satu per satu rombongan PPMI DK Surabaya turun ke stasiun yang mereka tuju. Ada
yang turun di Stasiun Sidoarjo, Stasiun Waru, Stasiun Wonokromo dan terakhir
Stasiun Gubeng.
Dan
akhirnya kami pulang dengan membawa cerita. Cerita yang akan teringat dalam
sanubari jiwa. Pengalaman berharga, bersama mereka para civitas akademika muda.
Yang semangat mencari celah dalam setiap kisah berharga yang telah dilalui
bersama.
Semoga
perjalanan ini menjadi berkah untuk kita semua. Meskipun tanpa liburan yang
berharga ala-ala turis manca negara, kami tetap senang dapat menghabiskan waktu
bersama dengan belajar hal-hal baru yang tak ternilai harganya.[cc]
*) tulisan ini dimuat di Web LPM ALAMTARA www.alamtarapersma.com
0 komentar:
Posting Komentar