Oke sekarang aku memasuki usia dewasa awalku. Usia dua puluh tahun. yey akhirnya aku berkepala dua (cie yang udah ga ABG lagi). Tapi apa yang sudah aku dapat ya dalam dua puluh tahun kehidupanku. Kadang aku merasa hidup sebercanda itu.
Oke, aku cerita dulu mengenai kisahku saat ini. Iya, aku berkuliah, dan sekarang sedang menikmati liburan semester empat yang kurang lebih dua bulan setengah (iya, emang lama banget). Sejak kecil hidupku selalu menurut, apa yang dianggap kedua orangtuaku baik, selalu aku lakukan. Sejak kecilpun aku selalu memiliki rencana untuk masa depanku.
Aku ingin sekeren tokoh-tokoh yang aku lihat di film-film. Aku ingin ke Luar Negeri secara gratis, berprestasi dan membuat orangtuaku bangga memiliki anak ‘aku’. Aku versi kecil juga selalu beranggapan bahwa lingkaran pertemanan dan kehidupanku (pasti akan) selalu menjadi lebih baik seiring bertambahnya usiaku. Entah kenapa mindset itu sudah tertanam sejak aku kecil.
Dimulai dari SMP, aku ingin masuk SMPN 1 Sidoarjo (SMP Favorit di Sidoarjo) tetapi aku couldn’t make it. Aku akhirnya masuk SMPN 4 Waru, yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumah memang. Lalu ketika SMA aku ingin masuk ke SMAN 1 Sidoarjo (bilingual coy) lagi – lagi hal itu belum bisa jadi kenyataan, dan nyatanya aku malah masuk SMA Swasta yang notabenenya (agak kalangan atas) di Sidoarjo Kota dan (memang) Mahal. Sekali lagi aku merasa (bisa dibilang) kurang puas lah sama diriku sendiri.
Apa aku kurang berusaha? Apa aku kurang berdoa? Atau memang ini yang Allah pilihkan untukku dan yang terbaik untukku. Lagi-lagi aku memilih jawaban dari percakapan singkat dengan si otak yang terakhir.
Aku menyadari hal itu biasanya ketika sudah mendekati waktu perpisahan sekolah. Sebelumnya memasuki akhir tahun sekolah aku selalu menganggap semua hal yang aku inginkan tidak pernah dikabulkan oleh-Nya.
Bukan bermaksud bagaimana-bagaimana. Memang aku sejak kecil merupakan anak yang bisa dibilang ‘butuh usaha lebih’ untuk bisa memahami materi sekolah. Aku tidak mendapat beasiswa dari kantor ayahku sejak kelas satu SD, tetapi baru dapat ketika kelas empat SD. Dimana saat itu saudara-saudaraku yang lainya (Mas Cahya dan Mas Brian) sudah mendapat beasiswa dari kelas satu SD.
Aku juga sudah mengambil kelas tambahan diluar jam sekolah sejak kelas empat SD dan memang nilaiku sangat terbantu dengan itu. Bahasa Inggrisku sewaktu SD itupun bener-bener nihil. Sampai pada suatu ketika aku memiliki sahabat kecil namanya Titah, dan ibunya seorang tutor Bahasa Inggris. Aku les di Ibu dia. Dan aku merasa belajar Bahasa Inggris sangat amat menyenangkan, mudah dan seru! Nilai-nilaiku juga naik lumayan dari C ke B+.
Aku selalu belajar lebih banyak dan lebih bersemangat belajar dengan (orang lain) dibanding saudara-saudaraku . Karena aku senang ketika di puji oleh orangtua ku atau orang disekitarku ketika mendapat nilai yang bagus (bahasa Psikologinya sih dapat pengakuan dari oranglain, dan feedbackk positive memang mempengaruhi motivasi seseorang).
Begitu pula ketika SMP, aku termasuk anak yang selalu masuk 10 besar. Nilai tryout UASBN ku ketika itu pun juga mendapat skor yang lebih tinggi dibanding temanku yang lain dalam mata pelajaran bahasa inggris. Tapi aku tidak bisa masuk ke SMA yang aku pilih. Aku juga sudah ikut les khusus SMA Unggulan. Kadang sering berpikir apakah ambisiku terlalu berlebihan ya, apakah aku sebodoh itu, sudah ikut bimbel masuk ke sekolah pilihan masih aja ndak bisa.
Ketika SMA juga begitu, diantara saudaraku aku yang paling rajin masuk les dan tidak pernah bolos. Selalu aktif di kelas maupun tempat les. Semua yang tidak aku mengerti selalu langsung aku tanyakan kepada guru lesku.
Tapi entah kenapa aku masih sering merasa salah dan dianggap yang paling tidak bisa apa-apa ketika itu kembali pada ilmu kehidupan. Aku sering salah bila diminta tolongi orangtua, sering marah-marah dan seenaknya sendiri, sering dianggep nyebelin sama saudara yang lain atau sering juga (dulu waktu SD-SMPan lah) ditakuti oleh teman-teman mungkin karena sifatku yang spontan dan keras a.k.a marah ngga jelas atau nangis sambil ngomel-ngomel gitu.
Aku juga (sempet) merasa dikhianati oleh yang namanya “Usaha”. Iya. usahaku sebanyak ini ternyata senilai dengan usaha dia (masku yang memang sangat santai). Masku yang namanya Cahya. Dia logikanya main banget. Usaha les SBMPTN ku yang rajinnya ya bisa dibilang (rajin) ternyata sama dengan dia yang masuk les hanya untuk menggugurkan absensi aja (telatan banget, dan juga jarang diskusi sama mentornya) kami sama-sama masuk di Universitas yang sama. UIN Sunan Ampel Surabaya. IAIN nama jadulnya.
Mas Cahya yang melihat kesungguhanku buat masuk ke ITS jurusan Biologi, yang waktu itu juga pass gradenya termasuk biasa saja (30%) tidak terlalu tinggi.
“masuk masuk dek kamu ke ITS, Pass Grade nya segini aja kok, iya,” itu katanya.
Tapi kenyataannya.
Heheh. Ya walaupun sekarang aku juga sangat bersyukur sekali diterima di Universitas negeri dengan UKT yang bisa dibilang ramah lingkungan, dengan jurusan yang memang selalu aku ingin pelajari, Psikologi, heheh.
Banyak hal positive sebenernya yang kita dapat dari mengubah cara berpikir. Aku mulai menikmati proses ku. Bahkan aku merasa kalau semisal dulu aku keterima ITS mungkin aku ndak bisa seperti sekarang, ndak bisa kenal dia, ndak bisa ketemu dosen sekeren beliau, dan ndak bisa punya mindset seperti yang aku miliki dan aku yakini hasil dari semua materi kuliahku.
Aku mulai mengerti hidup itu bukan soal menyesali goal yang tidak sesuai, tapi tentang melakukan yang terbaik untuk meraih mimpi dan menyadari ternyata hal itu tidak cukup baik untuk kita, jadi Allah pingin memberi lebih dari apa yang kita pernah bayangkan.
Sama seperti Kuliah. Kuliah itu bukan perkara bagaimana dosennya, lingkungannya, nama kampusnya, tapi bagaimana kamu bisa mengandalkan segala kemampuan kita untuk sampai di goal yang di harapkan.
Apa goal kalian kuliah?
Bisa ke Luar Negeri? Ya tinggal sering-sering browsing EO yang adain kan?
Bisa dapat ilmu? Ilmu nggak cuman di bangku kelas kan, bisa diskusi dengan teman, aktif organisasi yang positif, atau mau langsung terjun ke dunia kerja biar sekalian preaktek
Bisa dapat relasi yang banyak? Ya tinggal ikut acara volunteer di Surabaya dengan segenap jajaran komunitas – komunitas keren yang ada didalamnya.
So everything is up to you. You choose, you decided, you want to be what u like.
Self-management ku lumayan meningkat semejak kuliah ini, aku dididik mandiri di kuliah ini. Tidak ada yang bisa aku andalkan selain diriku. Banyak teman-teman yang membantu aku dalam proses pendewasaan. Teman yang semaunya sendiri, sering tidak hadir kerja kelompok, diajak diskusi jawabannya mesti “bingung”, sampai teman yang mirip aku, teman yang saling mengingatkan sampai teman yang menginspirasiku ditengah-tengah banyaknya orang di lingkungannya yang tidak kooperatif.
Aku belajar banyak hal dari setiap orang yang aku temui. And I loved it so much!
That’s life. Life is about how u want to be. Surrounding urself with positive vibes and friends, and how u choose what kind of life u want to live. [cc]
0 komentar:
Posting Komentar