semangkuk penuh daging asap, makaroni,
sosis, jagun dipermanis dengan keju parut diatasnya, seperti sebuah
kehidupan, semua ada bercampur baur dalam satu mangkuk. Penuh,
Ceritanya kemarin, 4 Juli 2017 saudara sepupuku Dek Debby mau lamaran dan kakak sepupuku Mbak Nia diminta tolongi buat Mini Pasta gitu. Aku dengan segala kebosanan di liburan semesteranku yang ke empat ini berusaha menjadi lebih produktif dan (yah udah umur 20 tahun, ya masa gini-gini aja) hehehe. Dengan sadar pingin ikut bantu-bantu untuk masak. Ya memang aku Cuma bantu ngocok telur, atau sekedar masukin adonan ke plastiknya but at least I try. Ohiya ini hal pentingnya, hari itu merupakan hari terakhir make up fasting ku. Dan aku dengan sengaja membatalkannya atas dasar cuma kepingin makan mini pastanya.
aku
mengira rasannya akan sangat teramat enak (lagi – lagi aku terlalu
berekpetasi). Ya memang enak sih, but Im
Kinda regret it. Kayak nggak worthy sekali
aku membatalkan puasaku hanya karena ingin makan jajan ini. Karena ya rasanya
ya Cuma begitu-begitu aja (maksudnya sama aja seperti pasta-pasta yang pada
umumnya sudah pernah kumakan)
Hal ini mirip
dan sering aku alami dalam kehidupanku sih, aku kalah sama ego ku. Id ku bilang
pingin makan jajan enak, terus ego ku
langsung deh tiba-tiba menambah-nambahi “yaudah makan aja Si, toh ya kurang
satu kan, nanti juga ada lamaran adek sepupumu kan ndak enak kalau kamu bilang ‘maaf
lagi puasa’ kesannya ndak menghargai nanti, lagian itulo enak,” dan masih
banyak lagi pembenaran yang di lakukan si ego
supaya aku batalin puasa, di sisi lain super
ego ku juga ga mau kalah sih. Dia
mencoba menyalahkan tindakan ku, tetapi seperti biasa, egoku yang menang. HAHAHA
Setelah aku
pikir-pikir, manusia sering mengalami pengalaman seperti ini. Ketika dua sisi
dalam diri mereka saling berdiskusi (self-talk kalau di teori Psikologi). Sering
termakan oleh ekpetasi ekpetasi dan iming-iming sendiri yang akhirnya juga di
sesali untuk yang kesekian kali.
Seperti pemikiran
ku mengenai masa depanku sewaktu kecil. Aku selalu merasa jadi orang dewasa itu
menyenangkan, bertemu orang baru, lingkungan baru, setiap hari belajar hal
baru, senang-senang bersama orang-orang,
bisa pergi kemanapun yang aku mau, makan apapun yang aku suka. Aku selalu
menganggap semua hal menyenangkan terjadi ketika kita sudah remaja.
Setelah dijalani,
ternyata semua itu balance. That’s life. Kita nggak bisa Cuma mau
senangnya hidup menjadi anak muda, kita juga harus mau struggle nya. Semua yang didapat itu perlu usaha nggak tiba-tiba
terjadi di depan mata. Tiba-tiba bisa ke Luar Negeri, tiba-tiba bisa punya
banyak teman baik, tiba-tiba bisa disukai sama orang yang selama ini jadi crush kita.
Semua itu
butuh usaha. Yup usaha melawan rasa males kita itu loh dan fokus ke tujuan. Hal
ini juga aku pelajari dalam film Inside
Out. Toh memang kebahagiaan itu ada pasti karena diawali kesedihan. Jadi kita
bisa menghargai perasaan itu. Tidak akan terasa hidup manis kan kalau belum
pernah merasa pahit, karena kita tidak punya pembanding. Hidup jadi hambar.
Setiap pengalaman
yang sudah terlewati itu seperti kepingan-kepingan pelajaran yang membentuk who we are now sekarang, tergantung mau
bagaiman kita menyikapi pengalaman itu. Mau diambil hikmahnya atau ya sekedar
masuk short term memory terus di
lupain gitu aja.
Dan pengalaman
yang bisa diambil dari semangkuk penuh daging
asap, makaroni, sosis, jagun dipermanis dengan keju parut diatasnya, adalah
jangan mau kalah sama keinginan sesaat yang dikorbankan buat tujuan awal kita. Jadi
let’s be more focus and consistent with
urself. [cc]
0 komentar:
Posting Komentar