sejak kecil aku adalah anak yang ceria, ekpresif, dan spontan (banget). Kalau mau ngomong ya ngomong aja, tanpa ada perencaan sebelumnya, tanpa memikirkan apa akibatnya nanti dan bagaimana perasaan lawan bicaraku. Sampai tiba disuatu waktu, aku menyadari itu. Menyadari selama ini yang aku lakukan kepada orang-orang disekitarku tidak seperti apa yang aku harapkan orang lain memperlakukanku.
Mungkin bagi sebagian orang umur tujuh belas tahun adalah umur istimewa mereka. Tapi tidak menurutku. Umur lima belas tahun adalah umur pertama yang paling aku anggap spesial. Titik balik
pertama dalam hidupku terjadi ketika aku duduk dibangku kelas sembilan atau
kelas tiga Sekolah Menengah Pertama.
Aku.
Dengan segala
kekuranganku.
Suka marah,
mudah menangis, paling tidak bisa dengan orang yang tidak sependapat denganku,
paling suka menang, dan sering (sekali) menganggap orang lain itu tidak lebih
baik dari aku.
Memang aku (di
masanya) semenyebalkan itu. Yang mengherankan adalah aku dengan semua perilaku annoyingku
masih memiliki teman-teman yang tetap sabar dengan sifat-sifatku, tetap ada
disisiku ketika aku sedang down, dan
mau terus menyemangatiku.
Ratna Fitria
Isnaini adalah salah seorang dari banyak temanku yang membantuku selama
masa-masa remaja awalku yang penuh kekacauan. Semakin mudah marah ketika tidak
bisa mengerjakan tugas sekolah, sering menangis ketika keadaan yang terjadi
tidak sesuai dengan apa yang aku rencanakan. Hal-hal sekecil itu selalu
membuatku sensitif kala itu.
Di usiaku yang
ke -15 tahun. aku bertekad ingin merubah sikap semauku sendiri itu. Aku mulai menyadari betapa melelahkannya
bertemu seorang yang mirip denganku. Dan betapa teramat (sangat) sabar sekali
selama tiga tahun terakhir teman-temanku menyikapiku. Aku mau berhenti dikenang Jelek
oleh teman-temanku. Aku tidak mau ketika reuni aku menyesali apa-apa saja
yang telah kulakukan di kala itu. Aku mau menjadi seperti Mbak Pit (panggilan
akrab Ratna) yang bisa membuat teman lainnya merasa nyaman dan lebih baik.
“Aku sudah
besar, aku harus berubah. Mau sampai kapan aku begini terus,” ini yang selalu
muncul dikepala ku saat tahun akhir 2011 sampai sekitar 2012 dan usiaku tinggal
beberapa bulan lagi sudah genap 15 tahun.
Aku belajar
mengendalikan apa yang aku ingin ekspresikan, meskipun sepertinya belum ada
perbedaan yang secara signifikan dalam diriku yang kurasa. Tetapi setiap aku
ingin mudah marah atau mengekspresikan perasaan negatifku. Aku selalu teringat
dengan perkataanku di dalam otaku tadi, “aku sudah besar, aku harus berubah,”.
Meski tidak
langsung, aku merasa jauh lebih bahagia dan senang. Ternyata enak ya jadi orang sabar dan dikenal
baik oleh orang lain. Itu yang aku rasakan pertama kali.
Feedback
pertama yang aku terima datang dari tetanggaku, namanya Bu Sarman. Beliau
merupakan salah seorang yang sudah senior di perumahanku (sudah lama tinggal di
Pepelegi maksudnya wkwk). Sudah mengenalku Sejak aku kecil, dan mengerti
watakku juga. Meski tidak mengatakan langsung padaku bahwa ada yang berbeda
dari biasanya. Bu sarman mengatakan hal tersebut ke Ibuku.
“wah, sekarang
sudah pinter Deasy, Bu. Sudah ndak
marah-marahan lagi ya, sudah sering nyapa juga,” itu yang dikatakan Mama
kepadaku. Entah apa yang aku rasakan ketika itu, yang jelas aku puas pada
diriku untuk pertama kalinya. Aku bangga menjadi diriku sendiri. Seperti ini ya
rasanya dikenal baik dan berubah menjadi lebih baik kata orang, rasanya sangat
menyenangkan dibanding dikenal jelek dan dianggap anak yang (agak) bandel karena aku dulu memang sering
membantah perkataan kedua orangtuaku.
Semua terasa
begitu lebih berkesan. Aku merasa menghargai diriku sendiri karena tidak
menjelek-jelekkan nama baikku sendiri. Aku merasa so many good thing will come along to my life. Dan aku sangat
menanti-nanti hal itu. Tapi tidak sedikit hal-hal sedih juga sering melintasi
pikiran. Mungkin ini ada salah satu faktor aku ingin berubah, iya. Perasaan
akan berpisah. Berpisah dengan orang-orang baik yang selalu menemaniku selama
tiga tahun terakhir.
Menurutku, Akhir
sekolah memang merupakan saat-saat yang menyedihkan sekaligus mendebarkan.
Menyedihkan
karena pasti akan ada perasaan berbeda ketika pindah ke lingkungan baru, teman
baru, guru baru, suasana baru. Tidak melihat guru yang selama ini selalu
mengajar di depan kelas, tidak mendengar suara tertawa teman dikelas, tidak
bersepeda ke sekolah lagi.
Mendebarkan
karena aku memang selalu menyukai hal-hal baru, aku selalu menantinya,
mengantisipasi, dan menikmati pekerjaan dan hal-hal baru yang akan terjadi.
Aku ingin
menjadi baik (setidaknya lebih baik) karena aku takut, aku cemas nanti
jangan-jangan tidak akan ada orang sebaik teman-teman lamaku yang akan menerima
ku apabila aku tidak berkembang. Mungkin aku akan dikucilkan apabila seperti
ini terus, bahkan mungkin aku akan dibenci karena sifat semauku sendiri yang
begitu besar. Aku takut semakin aku besar kemampuan menghilangkan perasaan
tersebut semakin susah. Maka aku ingin berlatih berubah sesegera mungkin.
Aku menyadari
hidupku adalah milikku, bukan milik orangtuaku, saudaraku, teman-temanku
apalagi guruku. Aku pasti akan hidup dengan diriku sendiri suatu saat nanti.
Aku tidak bisa mengandalkan orang lain, aku harus mengandalkan diriku sendiri. At least I have Myself. Aku tidak akan
bersama orang yang sama terus dalam kronologi perjalanan hidupku.
Aku pasti
harus pindah ke lingkungan sosial baru, harus mengenal orang baru, semakin
besar tentunya lingkungan sosialku semakin meluas, dan kalau kalau aku
mempertahankan sifatku yang begitu
terus aku akan menjadi orang yang tidak diterima dimanapun aku berada. Aku
ingin menjadi seperti mereka mereka yang aku kagumi, aku ingin menjadi orang
yang berada diposisi protagonis.
Aku ingin
menjadi peran protagonis dalam
kehidupan orang-orang disekitarku.
Itulah
pemikiran seorang Sisi yang berada di Masa Remaja Awal dengan usia nya yang
masih 15 tahun. tepat terhitung lima tahun yang lalu dari sekarang. Aku Harus
Berubah. Dan akhirnya Allah SWT membantu prosesku itu. [cc]
0 komentar:
Posting Komentar