In

"Tentang Kamu"

Maafkan foto yang ga aestetic  seperti blogger pada umumnya. Crew wolakwalik.com sedang memberi kata-kata mutiara (dari kanan: Mas Fatur, Mas Farid, Mas Hendro, Mas Yogi)



Definisi "Kamu" Kamu adalah Bahasa, Kamu adalah Katarsis (bahasa sok psikologinya dari kata curhat), dan kamu adalah aku. Heheh. Oke, daripada berbebelit-belit kayak perasaanku ke Doi, eh. Jadi to the point aja.
Definis Kamu yang aku maksud adalah hobby curhatku di laman yang biasa aku sebut dengan oneverland.blogspot.co.id

Kamu adalah kata ganti orang. Ya emang, Si!
Tapi kamu yang ku maksud disini bukan orang, dan meskipun dia bukan orang, aku selalu nyaman kalau lagi sama 'dia', rasanya aku hidup gitu di duniaku sendiri.
Kamu adalah salah satu aktivitas yang aku suka sejak kecil, tapi karena beberapa hal yang sempat terlupakan membuat hubungan kami sempat lost contact.  Itu Dulu, kini kami telah kembali bersama. #Ea #apasihSi


TULISAN APA YA INI? Di tulisan kali ini, aku pingin coba belajar menulis review event. Dan Event yang aku ikuti baru-baru ini adalah *suara drum* acara launching salah satu portal website, wolakwalik.com. Sebuah portal menulis yang dibuka untuk anak-anak muda, yang suka nulis santai tapi serius~
kalau pingin tahu nulis santai tapi serius, ya monggo boleh langsung di buka aja websitenya. Biar lebih ngeh. Acara ini digelar di salah satu coworking space Suarabaya, yang mungkin memang sedang hitz dewasa ini. hehehe. Koridor namanya, tepatnya di Gedung Siola, Surabaya. awalnya ku mengira, tak akan bisa ikutan acara ini, karena permintaan Dosen buat kencan di tanggal tua, akhir semester gini selalu ramai lancar, biasanya mereka meminta mengisi kekosongan kertas-kertas yang sakral itu atau sekedar bolak-balik mengagih hutang tugas 'anak-anaknya' yang suka prokras. kenyataan kadang bisa lebih indah dari ekspetasi. Tiba-tiba dosen dan alam secara bersamaan saling berkonspirasi untuk membuat aku akhirnya bisa berangkat juga. 


KEBERANGKATAN Aku berangkat sekitar pukul 18:00 WIB dari kampusku tercinta, bersama salah satu temanku yang bernama Biji Bunga Matahari~ ehehe. Sekitar pukuL 18:48, Aku dan Biji sudah sampai di coworking spacenya, Tempatnya yang asique gitu, ala-ala orang kantoran karena kita harus pakai IDCard dulu kalau mau masuk, dan memang -selain bagus dan bisa lihat view malemnya Surabaya- tempat ini lumayan besar, free wifi, dan nyaman buat foto-foto nugas. 
Mungkin, aku akan menceritakan review ini dengan gaya Makalah aja yaa~ berhubung aku menulis ini di tengah-tengah jadwal Ujian Agak Serius (UAS) dan aku tetap memilih menuliskannya bergaya Makalah biar kayak mahasiswa rajin gitu

BAB I 
PENDAHULUAN

Oke jadi, ternyata, aku belum terlalu terlambat sampai di acara launching wolakwalik.com, karena aku masih sempat merasakan Opening Vibenya, dengan mendengar langsung  dari Mas Farid. Iya, Mas ini salah satu dari tiga founder-nya wolakwalik.com yang berperan sebagai Bapak Editor dan yang paling sering jadi bahan bullyan juga di IGnya @wolakwalikcom atas qoutes-qoutes galau ala-ala kids zaman now. heheheh. Kalau dua orang lainnya, namanya  Mas Fatur, ini mas yang jadi semacam koordinator gitu sih menurut pengamatanku, dan satunya lagi namanya Mas Yogi selaku desain dan teman-temannya. Setelah sambutan, juga ada acara pembacaan Essai oleh Mbak Rusyda dengan Judul tulisan "Bersyukurlah Jika kau tidak suka baca buku" penasaran? udah buka aja langsung webnya wkwkw
akhirnya serangkaian acara pembukaan telah rampung di tuntaskan sekarang masuk ke tahap selanjutnya, set dah kayak materi Psikologi Perkembangan aja ye, ada tahapan - tahapan (Oke Kuantitatif, aku janji setelah tulisan ini kelar, aku akan menyelesaikan bagianmu kok, sabar ya. Aku butuh Me Time dulu :")) 
BAB II 

PEMBAHASAN

Selain acara launching, jadi inti acaranya ini adalah sharing session. Kalau kata si wolakwalik sih Rasan-rasan serius, ya semua intinya sama. 

ORANG PERTAMA

cewealpukat.com

Oke aku mulai cerita dari Mbak Pertama yang berbagi pengalamannya ya, namanya Mbak Aya. Dia itu travel blogger (bisa dicek di cewealpukat.com) kenapa namanya begitu, eh ternyata si Mbak Aya ini doyan sekali makan alpukat sejak kecil. sampai dulu katanya pernah muntah-muntah karena kebanyakan makan alpukat. Mungkin perjalanan blogging mbak aya ini dulu sama, mulai dari merintis, dengan motivasi memang suka menulis. apapun ia tulis di bloggnya, dan memang didominasi dengan isi curhatan, tapi seiring berjalan nya waktu eaa, Mbak Aya merasa kok traffic blognya segitu-gitu aja, dan beliau juga bilang 'kok kayaknya ga ada yang peduli juga sama hidup saya' (mbak, ini aku banget~ karena sering juga blogging gitu, ada curhat tipis-tipis ya tapi siapa juga yang mau peduli heheh) akhirnya ia sekarang punya peminatan blogging di Travelblogger dan sudah menjadi blogger yang kece ehehe buktinya jadi narasumber ya ndak mbak :) ehehehe. Sewaktu mulai tanya jawab, aku bertanya juga ke Mbak Aya, gimana akhirnya bisa dapet konten yang paling ia suaki. Jawabannya simple dan jelas. Karena aku suka jalan-jalan dan suka juga baca blog yang jalan-jalan dan aku merasa cocok aja. Dan Mbak Aya ini menceritakan juga kalau memang sejak awal ia blogging ini murni karena Hobby. Hobby yang beralih menjadi Profesi. Such a happiest thing banget kan ya...... 
ORANG KEDUA 

Orang Kedua masih sama-sama perempuannya, Namanya Mbak Manda, seorang yang hobi dan peka terhadap karya sastra yang biasa kita sebut dengan 'rasa'. Dan benar sekali tebakan kalian~ Kalau Mbak Aya tadi Travel Blogger, kalau Mbak Manda ini Culinary Blogger. Selain memang hobi merasakan beragam macam makanan. Beliau juga merangkap menjadi seorang tenaga pendidik aka Lecturer atau bahasa indonesianya Ibu Dosen di Universitas Ciputra. Kecintaanya terhadap dunia kuliner, mulai dari proses memasaknya sampai dengan proses mencicipinya, semua digeluti, bahkan sampai packagingnya juga. hehehe. Selain sering dapat tawaran makan gratis, Mbak Manda ini juga sering menang blog competitionnya acara-acara kulineran semacam Kecap Bangau. saking sering menang di acara nya si Bangau ini, Mbak Manda jadi sungkan - sungkan sendiri, "apa ga ada yang daftar lomba ini, sampai saya menang beruntut bertahun-tahun, apa gimana, hehehe," katanya ketika sharing kemarin.
ORANG KETIGA

frenavit.com

setelah bertemu dua narasumber perempuan, akhirnya narasumber yang terakhir kita adalah laki-laki bung. mwehehe. oke yang terakhir ini namanya Mas Frenavit, mungkin mas satu ini agak beda sama dua narsum sebelumnya bukan cuma dari segi jenis kelamin, tetapi juga dari motivasi awal masuk dunia blogging. Jadi dari cerita yang diceritakan si Masnya, dia memulai karena BU alias Butuh Uang, ehehehe. Karena background dari jurusan teknik, akhirnya membuat beliau membuat konten-konten berbau teknologi. Alhamdulilahnya sekarang Mas Fre ini sudah menjadi blogger yang baik dan ikhlas wkwk, dengan tidak copas konten seperti dulu. Jadi konon ceritanya  Mas Fre ini dulu suka copas dari blog orang lain terus di translate ke bahasa Indonesia, habis itu ke bahasa Jerman dan bahasa - bahasa lain, di edit dikit, dah jadi deh. katanya itu adalah tips trik buat copas content blog jaman dulu. eheheh. ini becandaan atau engga aku juga gatau, sepertinya sih sungguhan. Tapi itu dulu, sekarang Mas Fre ini dah keren. Di endorse sampean pula buat bikin review-review, ehehehe.


Setelah tau kisah mereka masing-masing, aku jadi merasa ada banyak persamaan dengan mereka di zaman awal-awal nge-blog. Aku juga yang terbilang masih pemula sering sekali merasa buat tulisan itu, ya Gimana yaa. Kadang masih suka minder dan malu sih kalau dibaca banyak orang. Tapi lagi-lagi namanya kita berkarya itu kan pingin juga dilihat orang lain. Meskipun niat awalku buat blog ini bukan untuk 'berkarya' melainkan penyalur isi hati aja sih, karena pingin dan suka nulis juga sejak kecil. Jadi pingin punya jurnal kehidupanku semacam itu wkwkw
Seperti yang Mbak Manda bilang kalau kayaknya ga ada yang peduli juga dengan hidup aku. Dan rasa-rasanya lebih enak kalau kita buat tulisan yang cocok sama kita tanpa harus terlalu banyak curhatannya gitu. Akhirnya bertanyalah aku mengenai cara mendapatkan konten yang sesuai itu tadi. Kemudian untuk Aku juga sempat bertanya ke  Mbak Manda mengenai perjalanan bloggingnya sejauh ini, dan terakhir untuk Mas Fre yang juga sempat cerita kalau dia adalah seorang drafter bukan blogger karena terlalu banyak draft di laman blognya dan aku juga merasa sering sekali begitu. Mungkin memulai memang susah, tapi lebih susah lagi mengakhirinya. Sama seperti perasaan  tulisan. 


Dan dari hasil dari Rasan-Rasan Serius kita kemarin, aku mau menyimpulkan beberapa Poin Penting


Poin 1

Menulislah! karena, ya ingin, 

Poin ini mungkin jadi poin paling penting dan utama menurutku, selain karena hobby, niat menulis memang panggilan hati. Kalau kita melakukan sesuatu yang tidak kita sukai atau mungkin karena keterpaksaan, kan juga ga nyaman. Menulislah dimulai dari hal-hal yang memang ingin kita tuliskan. 
Poin 2

Mulailah dulu, jangan takutnya dulu

Poin kedua ini sempat aku temui studi kasusnya di salah satu temanku yang pingin nulis, tapi entah kenapa masih ragu. Dan ketiga narasumber ini sudah memberikan jawabannya. Menulislah dahulu, jangan pikirkan EYD nya dulu, titik koma dulu, atau kontennya bagaimana dulu, tapi Mulailah dulu. menurut yang aku tangkap sewaktu mereka saling tukar pendapat adalah, semua itu bisa dilakukan seiring berjalanannya waktu. Masalah EYD, titik koma, konten, dan hal-hal itu. Yang dimulai dan diasah terlebih dahulu adalah keinginannya untuk menulis. Sama seperti macam-macam hobby lainnya, semua butuh latihan. Dan latiihan menulis ya dengan menulis. hehehe. Akupun juga percaya proses. Semua yang dilewati sesuai tahapan akan membuahkan hasil
Poin 3

Pelan tapi Pasti

Sepertinya semua metode belajar yang paling baik adalah Konsisten. Ketika sudah memutuskan ingin belajar X maka memang sudah seharusnya sungguh-sungguh dan telaten. Sama halnya seperti menulis. Mbak Aya, Mbak Manda, sama Mas Fre juga bilang kalau biasakan ATM - Amati, Tiru, Modifikasi. Hal ini penting buat pengembangan skill dan ide dalam menulis. cari-cari referensi blog lain dengan blogwalking, sering baca untuk nambah wawasan dan perbendaharaan kata. 
Poin 4 

Bercerita

Menulislah seperti bercerita. Ini mungkin yang paling aku sukai dari semua poin. Karena aku merasa dengan menulis aku bisa melonggarkan isi memoriku, dengan - setidaknya - itu bisa membuat otakku kembali segar setelah curhat di blog. wehehehe. Jadi gaya bahasa dalam tulisan itu lebih baik apabila seperti bercerita. Dan jangan lupa, semakin beda sudut pandang kita dengan kebanyakan orang, semakin menarik juga bukan tulisan kita, karena unik. Dan untuk mendapat skill itu, lagi-lagi saya kudu sering baca - baca ehehehe. 
Poin 5 

Penulis yang Ideal

kalau semua poin sudah dapat dilaksanakan dengan baik, ada satu poin lagi yang membuat kita bisa menjadi penulis Blog yang 4 sehat 5 sempurna ideal.Yaitu dengan Jujur. Kan para narsum ini sudah punya banyak followers, readers, dan semacamnya sehingga untuk menjaga amanah mereka yang setia membaca blog kita, jangan sampai kita membohongi mereka. Maksud disini membohongi itu semisal ya review makanan, aslinya ndak enak-enak banget dengan harga semahal itu. Jadi yang ditulis ya sesuai meskipun udah di endorse itu ya makannya. Tapi kata Mbak Manda itu bisa disiasati dengan menonjolka sisi positiv yang lain juga, seperti mungkin susasanya, pelayanannya, dan hal-hal sejenisnya.  


BAB III

PENUTUPAN

Sama seperti penutupan pada umunya. event launching ini ditutup dengan kata Hamdalah, eh, tapi sebelumnya ada bagi-bagi hadiah dong ya. Untuk satu pemenang yang beruntung, akan dapat domainnya sendiri secara free satu tahun. Dan aku mendapatkan nyaa, yippi. Terimakasih wolakwalik.com yang sudah membuat hariku lebih berwarna ditengah-tengah keriwehan Ujian Agak Serius (UAS) semester lima ini. such a honourable to meet people like'em lah. Panutan sekali.
Buat temen-temen yang pingin tau lebih jauh soal saya, eh maksudnya wolakwalik.com, SEKALI LAGI~ langsung buka website nya aja ya. Karena di kalau saya yang nyampein kurang seru, seruan kepo-kepoin sendiri. Kaya kamu-kamu yang sukanya Kepoin mantan atau gebetan. ah sama saja. Anggap saja begitu. ehehehe. Semoga tulisa review event ala-ala Sisi ini bisa berfaedah. Sampai jumpa di cerita selanjutnya. [cc]


DAFTAR PUSTAKA

cewealpukat.com
frenavit.com
wolakwalik.com
oneverland.blogspot.co.id
next....
sisideasy.my.id :)

(dokumentasi dan dafpus akan segera direvisi, udah malam gengs ngantuk wkwk)

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In #life

Menulis Sebuah Essai

(NB: sebelumnya, maaf kalau essai ini bukan seperti essai yang kalian pahami, hehehe. karena essay disini maksudnya, opini penulis)
Tulisan ini saya berikan untuk kalian yang sering merasa tidak bisa apa-apa, selalu salah, dan tidak puas atas semua yang telah di miliki selama ini. Percayalah, kalian itu tidak sendiri, karena aku pun begitu, mungkin malah-lebih banyak 'stupidity'' yang sudah aku lakukan. relax, u r not alone gais


Dalam kehidupan seorang anak bungsu, dan sebagai pemeran utama dalam kehidupanku sendiri, aku punya banyak kebodohan yang telah terlewati. Mungkin kalau –hal ini dibukukukan juga bisa, saking banyaknya. Mungkin ada salah satu kisah saya yang sampai saat ini masih ‘saya syukuri karena pernah terjadi’, Sama seperti kutipan dalam novel Tentang Kamu milik Tere Liye yang berkata ‘aku tidak pernah sedih semua itu telah berakhir, aku bersyukur bahwa semua itu pernah terjadi,’ kurang lebih begitu. eheh


Dan
Selamat membaca, sekali lagi terimakasih sudah meluangkan waktu membaca kata demi kata yang sudah memenuhi otakku selama beberapa hari terakhir.

Sampai berjumpa di depan ruang tempat semesta akan mempertemukan kita, semoga asa ikut mengamini setiap doa-doa kamu, iya kamu, yang lagi baca tulisan ini. #eaa 
Let’s go~
-
Sisi yang masih sering galau dan mengeluh mengenai hal-hal menarik yang tidak segera menjadi nyata, kini mulai mengerti, Bahwa sebenarnya hidup bukan mengenai membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Bahwa sebenarnya hidup ini mengenai bagaimana kita menjadi lebih baik dari diri sendiri. Kini mulai memahami, bahwa setiap orang punya ceritanya masing-masing. Kini mulai menyadari masih banyak hal yang belum dilalui untuk menjadi lebih baik dari versi terbaik diri sendiri.
Aktivitas – aktivitas monoton yang menjadi makanan sehari-hari selalu bisa membuatku bertahan di zona nyaman,
Zona yang masih terlalu malas untuk menatap kedepan, melihat bintang-bintang yang ternyata sudah mulai berjatuhan diambil oleh banyak orang, menjadi rebutan. Aku, iya aku nyatanya, masih tetap berdiam diri tanpa mau berlarian berebutan ikut mengambil bintang-bintang itu, Sisi di usia perkembangannya yang seharusnya punya tujuan dan manfaat dalam hidupnya – sama seperti di pendahuluan makalah-makalah yang selama ini aku kumpulkan kala menjadi tugas kuliah, ternyata masih belum menemukan semuanya, lantas mana bisa aku membahas mengenai hidupku lebih jelas, seperti yang sering dikuliahkan dalam kelas matakuliah psikologi apapun itu.
‘Hidup itu harus bertujuan, kalau kamu ga punya tujuan, hasilnya gini gajelas mau dibawa kemana dirimu sendiri’
‘Hidup jadi setengah-setengah. Nggak maksimal. Ragu-ragu. Dan itu salah satu sifat yang disukai setan’
Masih banyak lagi ceramah-ceramah motivasi di kelas psikologi UIN Sunan Ampel kampusku yang kusayangi, dan aku selalu berterimakasih atas semua wejangan dari para dosen berdedikasi yang tidak bosan-bosannya menjadi salah satu orang yang membuatku menyadari. Selama dua puluh tahun ini apakah aku sudah bermanfaat setidak-tidaknya buat diri sendiri?
Membuatku jadi berpikir, kalau bukan aku yang menyayangi diri sendiri, lantas mau siapa lagi, kalau bukan aku yang mulai berdiri, berlari, mengejari mimpi-mimpi sewaktu masih di usia dini. Lantas mau siapa lagi?
Mungkin sama seperti dalam cara menjawab di soal-soal matematika jaman SMP sampai SMA, dimana setiap soal diawali dengan Pertanyaan, Diketahui, dan Jawaban. Kini saatnya aku menjawab satu persatu pertanyaan dalam diri sendiri.
~
Inilah jawabannya.
Dan semoga jawaban ala kadarnya ini bisa membantu kamu dalam menemukan jawaban atas segala pertanyaan yang berputar-putar mengelilingi alam sadar dan alam bawah sadar.
POIN PERTAMA
TUJUAN
Perlahan-lahan aku mulai mendapatkan tujuan itu; tujuan kuliahku, tujuan hobiku, tujuan mencari apa arti menjadi diriku.
Aku –tentunya- ingin menerapkan apa yang sudah didapatkan saat kelas. Aku ingin menjadi seorang mahasiswa psikologi yang sesuai brandingnya. Yang pandai berkomunikasi dengan siapa saja, yang peduli, yang suka anak-anak, suka bersosialisasi, mengayomi, menjadi tempat yang nyaman bagi siapapun yang sedang dirundung sedih hati, pendengar yang setia menanti dan mampu membantu mereka yang sedang mencari dirinya sendiri.
Aku merupakan seorang yang sangat menyukai belajar hal – hal baru, suka perubahan, dan selalu bersemangat akan hal itu.
Akupun memulai dari hal termudah –menurutku- kala itu, menjadi seorang guru. Aku memang berhasil mendapat pengalaman itu, dengan menjadi seorang terapis anak berkebutuhan khusus selama beberapa  minggu. Sayang tidak bertahan lama. Aku diberhentikan sepihak karena ada beberapa kesalahanku yang menurut sebagian orang fatal – walaupun menurut pemilik biro jasa terapisku itu bukanlah sesuatu yang fatal-

Kacamata
Mungkin juga banyak yang tahu, kalau kacamata netral sepeda motor, jaman sekarang sudah menjadi hal yang biasa digunakan. Selain sebagai penghalang debu, kacamata itu bisa menjadi asesoris pemercantik kaum pemuda-pemudi masa kini.
Setelah belajar menjadi terapis selama kurang lebih 4 kali dengan salah satu kakak tingkatku di kampus, yang kebetulan juga mengajar di biro yang sama. Akhirnya aku mendapatkan muridku sendiri.
Saat itu aku sedang memasuki semester empat, awal tahun 2017.
Jadwal mengajarku jam sepuluh sampai setengah dua belas setiap hari selasa dan kamis. Aku mengajar seperti biasa, datang lebih awal, menyiapkan beberapa permainan untuk disajikan dan ya, aku merasa semua berjalan baik. Aku kuliah seperti biasa. Dan mengerjakan tugas juga dengan kadang perasaan sedikit ‘keteteran’ karena ternyata mengajar tidak semudah itu. Meskipun bisa dibilang level autisme Adik Joshua –nama murid pertamaku- ini termasuk autis ringan, tetapi, tetap saja, mengajar tidak semudah itu. Ternyata benar kata orang, menjadi seorang guru bukanlah hal yang biasa, itu luar biasa hebatnya. Karena ia menjadi salah satu faktor sukses tidaknya seorang anak dalam kehidupannya.
Aku memang tidak patah semangat, justeru makin tertantang. Aku semakin ingin mencoba banyak trial-error baru dalam hidupku. Adik Joshua juga begitu, baru pertemuan kedua, dia dengan mudahnya mengerti apa-apa yang aku instruksikan. Cuma kadang ia bosan, jadi aku mengalihkan dengan permainan-permainan. Akhirnya tak jarang juga ia mengambil beberapa barang milikku yang ada di dalam tas, dan dipakainya lah.
Mulai dari kacamata mainan, masker untuk naik sepeda motor, sampai idcard wartawanku. Lucu memang. Dan aku akhirnya mengabadikannya dalam sebuah foto.
Saking aku suka dan lucunya, aku jadikan Profil Picture Whatsappku. Dan beberapa hari kemudian, singkatnya aku sudah digantikan oleh pengajar yang baru.
Setelah komunikasi dengan Bu Susan, pemilik Lembaga Jasa Terapis itu, akhirnya aku belajar beberapa hal.Ternyata hal-hal kecil yang selama ini aku sepelekan sebenarnya merupakan hal penting. Ternyata, Bu Susan, orangtua dari Adik Joshua minta aku diganti pengajarnya karena tau Adik Joshua suka memakai barang-barangku. Dan ia tau tentunya dari foto profil yang aku pasang sendiri.
Iya, kalau dipikir – pikir ga salah juga orangtuanya khawatir, anaknya pakai masker aku. Wajar sekali malah. Takutnya tertular penyakitku – meskipun aku juga ga lagi sakit, tapi itu hal yang wajar. Kedua, pakai kacamata netralku. Sebenarnya otak manusia memang lebih cenderungnya berfikir ke arah yang negatif. Cemas. Gelisah. Iya, si Ibu lagi-lagi menpresepsi itu kacamataku nanti bisa buat anaknya jadi sakit mata.
Dan, memang kita hidup di dunia ini dengan banyak karakteristik manusia, ada beberapa orang yang bisa mengkomunikasikannya dengan baik. Dan ada yang tidak. Si Ibu ini salah satunya.
Karena aku sudah menyadari kesalahanku, maka aku minta maaflah ke beliau, tapi lagi-lagi orang itu banyak tipe. Pesanku tidak pernah dibalasnya lagi. Niatanku mungkin memang baik, tapi Bu Susan pun sampai melarangku terlalu menyalahkan diriku sendiri juga.
“jangan terlalu ngemis-ngemis mbak, yang butuh itu ga Cuma kamu, dia loh juga butuh kamu sebagai gurunya, udah gapapa dijadikan pengalaman dulu aja ya,” hiburnya.
Aku cuma ingin hubungan kita *cie kitaa* berakhir dengan baik-baik. Tapi tidak semua orang menyambut niat baik oranglain.
Bu Susan berpesan kepadaku kalau - kalau dunia kerja memang begitu, banyak tipe dan model orang, “sudah tidak usah terlalu dipikirkan, kamu buat salah ga fatal-fatal banget Cuma emang ada beberapa orang tua yang begitu. Yang penting diambil hikmahnya aja mbak,”

Si Bungsu yang Cengeng  lembut hatinya
Entah kenapa saat aku ke rumah Bu Susan waktu itu, aku tiba-tiba menangis. Aku merasa selama ini aku belum bisa bermanfaat buat orang lain. Padahal aku mahasiswi jurusan psikologi, hal se-sensitif ini harusnya aku sadari, kenapa aku begitu tidak peka. Aku sedih. Dan entah mengapa aku merasa Bu Susan mengerti penyesalanku itu. Dan mencoba menghiburku.
Tapi jujur ya, aku masih sedih selama beberapa hari. Aku masih suka menyalahkan diriku sendiri yang ga peka, semaunya sendiri, dan kurang telaten. Aku merasa nilai-nilaiku yang bisa dibilang lumayan di atas kertas itu, cuma nilai formalitas. Nyatanya aku masih nol saat dilapangan.
Dan Mungkin disini adalah titik bersyukurnya aku menjadi mahasiswi psikologi. Setiap hari ada saja hal-hal baik dan postif yang disampaikan oleh dosen-dosenku ini, yang akhirnya selalu membuat aku ‘think positively again’.
Bertepatan dengan materi psikologi positiv di Psikologi Klinis, Bu Zaki, menjadi salah satu orang yang membuatku kembali semangat, beliau bilang, “setiap orang itu dalam proses belajar, sangat wajar orang melakukan kesalahan. Itu adalah proses. Kita sudah seharusnya se-pemaaf itu dengan diri sendiri. Memaafkan diri sendiri itu proses pertama menuju hal baik lainnya,”
Maka untuk itu ‘maafkanlah diri kalian sendiri’ untuk segala kegagalan, kebodohan, kecerobohan, dan hal-hal menyakitkan lainnya yang sudah dilewati jangan dijadikan penyesalan tapi jadikan pelajaran. Katanya pengalaman adalah guru terbaik.
Yes! It’s it. Mulailah otakku menerima hal-hal yang bodoh yang aku lakukan tanpa melibatkan otak. Aku mulai belajar menerima dan memaafkan diri sendiri, semudah aku menerima dan memaafkan orang lain. Ya masa sama diri sendiri aja nggak sayang kan ya. Gitu mau disayang sama orang lain. Ini namanya self-appriciate dan sangat dianjurkan buat kesehatan mental juga. Lagi-lagi aku belajar semua ini dari bangku kuliah.
Dan hal kedua yang disampaikan beliau adalah, ‘jangan lupa bersyukur. Bersyukur itu kuncinya. Kunci semua penyakit jiwa,’.
 Kalau dipikir-pikir lagi, memang benar, orang yang kurang bersyukur itu orang yang gampang depresi. Sebenarnya semua sudah digariskan dan diatur, yang perlu kita lakukan sebagai manusia ya Cuma berdoa, berusaha, dan paling penting ‘yakin’. Gagal tidaknya, semua pasti ada kisah manisnya sendiri. Itulah hidup.
Dinamikanya.
Dan cerita-ceritanya,
Lagi-lagi Allah membuktikannya kepadaku.
Dibalik semua kegagalan-kegagalan yang aku sesali selama dua puluh tahunku menjadi seorang Deasy Meirendah Chikita, tinggal dan hidup di raganya. Kegagalan masuk SMP pilihanku, SMA pilihanku, bahkan Universitas pun – semua tidak ada yang sesuai dengan yang aku harapkan.
Ternyata Allah memberikan cerita yang jauh lebih indah dari yang aku inginkan.
Cerita-cerita yang membuatku semakin baik semakin harinya. Semakin yakin kalau semua hal yang kita pasrahkan setelah usaha sebaik mungkin, Pasti ada jalannya.
Seperti kebanyakan qoutes di caption-caption instagram kids jaman now “There is a Will, there is a Way”

POIN KEDUA
YAKIN
Seperti biasa, aku suka ngomel-ngomel, mengkritisi, dan tidak puas akan banyak hal dalam hidupku, dan ternyata itulah yang membuat hidup seperti dalam penjara, dam nyatanya itu semua dibuat sendiri oleh pikiranku. The power of mindset.
Ayahku selalu mengatakan jangan menilai sesuatu diawal, lihat dulu sampai selesai keseluruhan ceritanya, baru kamu bisa menilai.
Ternyata pepatah ‘hidup nurut sama orangtua, dijamin enak’ itu benar. Kalau dipikir-pikir secara logika, mana ada orangtua yang ingin menjerumuskan anaknya. Semua pasti ingin anaknya menjadi baik.
Lagi-lagi perkataan ayahku terbukti, dari semua hal yang aku anggap ‘gagal’ itu, selalu membukakan banyak pintu kejalan lain yang lebih seru! Ternyata hal yang selama ini aku anggap gagal justeru memberikan keberhasilan lain diluar dugaan.
Bu Khotim salah satu dosenku di semester empat lalu dan sekarang juga sih ini juga sering mengatakan bahwa ketika kita menyerahkan semua pada Allah dan yakin semua yang diberikan pasti yang terbaik buat kita. Bahkan Allah akan memberikan lebih dari yang kita ekspetasikan.
Akhirnya karena asupan motivasi yang begitu banyaknya dari lingkungaku, yang semakin meyakinkanku bahwa gagal itu kata lain dari keberhasilan versi Allah, bukan versi kita.

 “Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:216)

Yakin adalah kuncinya. Yakin semua sudah disiapkan sama Allah, yakin kalau sesuatu yang lebih baik sedang menanti, yakin bahwa tidak ada usaha yang sia-sia.
Yakin aja semua itu sudah ada jalannya masing-masing.
Rezeki nggak mungkin salah upeti, semua orang memiliki waktunya sendiri.
Kapan bisa mulai menuai atau kapan bisa mulai menikmati, atau bahkan ternyata semua ini baru saja terlewati tanpa disadari. Hidup itu serba ‘mungkin’ dan situlah serunya. Ketidak pastian yang membuat hidup jauh lebih bermakna. Yakin saja semua itu ada cerita drama manis nan melankolis yang siap jadi rempah-rempah gurih perjalanan ini.
Aku bersyukur aku pernah mengajar anak abk dulu, akhirnya aku jadi tau kelemahan-kelemahanku dan bisa mulai mencoba mengatasinya. Menyadari berarti memperbaiki, bukan?
 Aku bersyukur dulu tidak masuk sekolah – sekolah impianku. Ternyata di sekolah yang aku anggap baik itu juga tidak sebaik itu.
Aku bersyukur sering melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang suka membuatku menangis, hal itu membuatku sadar menangis tidak akan pernah menyelesaikan masalah, Cuma meringankan perasaan, di teori psikologi ada nih dimana emang seseorang memiliki tipe penyelesaian masalahnya masing-masing. Ada yang focus emotion dimana ia mengembalikan mood dulu baru bisa berpikir, namun ada juga yang focus solution yang mana bisa langsung mencari jalan keluar. Dan ternyata tipeku yang focus emotion.
Dari situ akhirnya aku tau cara menanggulangi diriku sendiri ketika sedang kecewa. Dengan itu aku tau caranya bersahabat dengan diriku sendiri, dan menerima semua kekurangan dan kelebihan yang aku miliki.
Seandainya dulu aku terpilih di jurusan pertama pilihanku, dan ga jadi masuk jurusan Psikologi, mungkin aku nggak akan menyadari banyak hal dalam diriku sendiri.
Karena psikologi juga aku jadi semakin sering mengeksplore diriku sendiri. Akhir-akhir ini ada banyak hal yang mulai kusadari, salah satunya menyadari kalau aku ini suka berada diantara anak-anak, bermain bersama mereka, dan belajar banyak hal dari mereka. Hal ini membuka hal-hal baru yang akan aku jadikan hobi! Belajar langsung dari lapangan ditambah pemanisnya; anak-anak. Sungguh hal ini membuatku ketagihan. Betapa tidak, anak-anak yang selama ini tidak tahu apa-apa justeru mereka yang lebih tau banyak hal dari kita.
Mereka tahu caranya berdiri lagi ketika terjatuh tanpa mengeluh, mereka tahu caranya belajar setiap hari tanpa lelah, mereka bertanya semua hal yang tidak mereka ketahui tanpa malu, mereka tahu banyak hal didunia ini bisa terjadi tanpa takut gagal. Karena jika gagal mereka akan mencoba lagi dan lagi sampai berhasil.
Itulah yang aku sukai berada diantara anak-anak, kepolosan mereka, keluguan mereka dan keyakinan mereka akan diri sendiri. Aku suka semua itu.
Mungkin sebagian dari kalian ada yang kurang setuju dengan statementku, kalau anak-anak punya daya juang tinggi. Mungkin  kalian juga merasa ada beberapa anak yang patah semangat setelah sekali kalah dalam pertandingan, atau terlalu malu untuk bertanya atau terlalu penakut untuk unjunk diri. Semua itu bukan kesalahan mereka, lingkungan orang dewasa lah yang membuat mereka menjadi seperti itu.
Apabila hal-hal itu bisa teratasi dengan cepat dan tepat. Anak-anak pasti adalah seorang pembelajar ulung. Dia akan langsung menerima informasi yang diperolenya. Jadi bagaimana kita bersikap itu nanti akan ditiru olehnya. Maka mungkin sudah seharusnya kita mengenali dan menyadari diri sendiri, agar adik-adik disekitar kita mendapat informasi yang baik baik juga. 
Dengan baiknya Allah memberikan keajaibannya lagi.
Aku mendapat kesempatan menjadi salah satu volunteer pengajar di komunitas Seribu Guru Surabaya. Senangnya, dua hobiku dipadukan menjadi satu paduan yang serasi. Aku suka mengajar anak-anak dan aku suka jalan-jalan. Di komunitas ini aku dapat keduanya. Mengajar dan jalan-jalan. Nama programnya aja udah Teaching and Travelling.
Singkat cerita aku ikut acara TnT ke 15 waktu itu. Aku mengajar kelas 2 SMP di SMPN PGRI Tondomulo, Kecamatan Bunten, Kabupaten Bojonegoro. Diluar ekpetasi. Semua hal merupakan hal yang sungguh baru aku alami. Perjalanan sembilan jam dengan keterguncangan ala-ala naik kapal ditambah debu pasir kapur yang beterbangan seperti salju putih di musim dingin jepang, perjalanan kaki dibawah langit berbintang seribu, karena di desa ini masih minim listrik sampai terdampar di tengah hutan sewaktu pulang, aku mengalami semuanya di TnT waktu itu.
Pengalaman mengajar adik-adik yang tak terlupakan.
Beberapa kesalahan aku juga lewati di pengalaman mengajar ini, seperti materi yang terlampau jauh dari kemampuan adik-adik membuat mereka kurang memahami materinya. Aku belajar hal baru lagi disini, batinku dalam hati. Meskipun materiku ini dibilang terlalu berat dan jauh dengan mereka yang notabenenya masih baru berinisiatif sekolah tiga tahun terakhir tanpa dijemput oleh guru-guru sekolahan. Mereka sama sekali tidak menganggap hal yang aku dan Mbak Anna berikan waktu itu adalah sebuah pelajaran yang susah, mereka menganggap ini adalah permainan.
Perasaan bersalahku kini kembali sedikit terobati, dengan persiapan materi yang cukup matang selama kurang lebih dua minggu. Aku merasa sedikit bisa menolerir kesalahanku kali ini, tidak seperti yang diawal. Dimana aku benar-benar menyalahkan diriku.
Tapi memang hal ini memiliki efek nagih dan membuka kesadaranku lagi. Selama ini hal sederhana pun belum bisa aku berikan ke adik-adik. Untuk apa mencari nilai sebaik itu kalau tidak ada amalannya. Sekali lagi hal ini membuatku jauh lebih aware dan care sama diri sendiri maupun lingkungan.
Semakin banyak hal lain yang ingin aku bisa lakukan supaya ilmuku ga Cuma konsumsi pribadi, supaya ilmuku ada manfaatnya atau setidaknya supaya ada kepuasan tersendiri atas apa yang sudah aku lakukan selama dua puluh tahun terakhir.
Dan ‘perasaan’ itu hadir ketika aku dapat berbagi.

POIN KETIGA
BERBAGI

Kata berbagi ini selalu menjadi kata-kata terindah selama beberapa minggu terakhir dalam hidupku. Dulu aku tidak seberapa tau betapa besar dampak berbagi bagi hidup seseorang. Dulu aku rasa, aku cukup melakukan semuanya yang terbaik untuk diriku sendiri. Dulu aku rasa kebahagiaan itu didapat hanya karena prestasi yang aku raih sendiri, hasil usaha sendiri, dan karena diri sendiri.
Tapi aku sekarang tahu, ternyata kebahagiaan itu didapat dari orang lain. Ternyata didapat dari arti berbagi. Semakin kita berbagi semakin bertambah pula kebahagiaan yang aku rasakan selama ini.
Ternyata kebahagiaan bisa datang dari hal-hal sesederhana ini. Dari melihat senyuman mereka. Melihat semangat mereka. Atau bahkan hanya mendengarkan canda tawa mereka.
Berbagi ternyata seindah itu.
Dulu aku selalu bertanya – tanya pada diriku sendiri kenapa banyak orang yang mau merepotkan diri dengan mengurusi karang taruna rt mereka, atau sibuk menjalani kegiatan sebagai seorang remaja masjid, atau ikut kegiatan-kegiatan sosial disaat kita bisa bermain-main. Ternyata ini, ternyata seperti itu rasanya! Bikin nagih! Mungkin bagi yang tinggal di perumahan seperti aku, kurang merasakan hawa jiwa muda para panitia karang tarunanya – ya karena memang seperti Off gitu kan ya dibandingkan orang-orang yang tinggal di perkampungan, yang masih guyub, masih akrab, dan gotong royongnya juga masih erat. Atau mungkin karena teknologi yang menjamur semakin membuat orang-orang betah berlama-lama didalam rumah mereka, menatap layar handphone, atau sekedar ketawa ketiwi lihat drama korea kesayangan kita.
Ah, itu aku banget~ lebih milih baper-baper didalam kamar, nontonin Oppa-Oppa yang meluncurkan jurus seribu nya untuk baperin pemeran utama cewek. Duh! Emang racun banget ya drama itu wkwkw.
Menurutku juga waktu itu investasi masa depan. Kalau sekarang ga disibukkan dengan banyak cari pengalaman, banyak berbagi, banyak kesana kemari, mau gimana coba kedepannya saya. Wkwkwk. Ngambang banget kan?
Yah dari pada wasting time begitu, agaknya saya mulai sadar, dan menghargai waktu dengan lebih selektif memilih kegiatan yang menyibukkan.
Karena pada dasarnya manusia memang kalau tidak disibukkan dengan hal-hal baik, ya dia bakal disibukkan dengan hal-hal foya-foya tadi. Jadi sepertinya, dari pada aku lihat drama di layar laptop. Kenapa aku tidak menjalani drama kehidupan saya sendiri yang jauh lebih faedah pastinya. Wkwkwkw
Semangat berbagi~ mungkin menulis adalah salah satu saranaku dalam berbagi, berbagi perasaan, pemikiran, dan kebahagiaan. Ya mungkin juga nggak dibaca para pembaca sampai selesai sih. Tapi buat kamu yang berhasil – dan betah baca sampai selesai, sincerely from me, thankyou.
Aku berharap nantinya kita bisa saling berbagi juga^^ -cc






( -cc ) Penulis merupakan Mahasiswi Psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya
Masih semester lima
Masih umur duapuluh
Masih tinggal sama orangtua
Dan
Sama seperti kalian semua,
Masih sama-sama belajar.


Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In #resensi #thechorus

Peraih Mimpi di Tengah Diskriminasi

Ketika harapan yang selama ini kita kira akan pupus di persimpangan, ketika cita-cita yang selama ini kita bayang menghilang melayang-layang, dan ketika kita menyangka semua telah sampai pada akhir, disitulah sebenarnya arti kata ‘ilmu yang bermanfaat’ menjadi nyata. Sama seperti kisah film The Chorus, dimana cita-cita seorang guru, yang dulunya ingin menjadi seorang kondektur handal, akhirnya –malah mendapatkan lebih, menjadi seorang pelatih kondektur handal,”

The Chorus

Film yang berasal dari negara Perancis ini mengambil alur flashback. Scene pertama yang ditayangkan dalam film The Chorus adalah potret landscape dari banyaknya penghargaan seorang dirigen musik klasik yang bernama Pierre Morhange, yang kemudian disusul dengan datangnya orang asing yang mengaku sebagai salah satu sahabatnya di asrama masa kecilnya, Fond de l'Étang. Sebuah asrama yang hanya berisikan laki-laki yang -dianggap- bermasalah bagi orang-orang sekitar.
Di awal cerita kita akan diajak kembali ke masa 1949, masa dimana Pieree Morhange untuk pertama kalinya bertemu dengan sosok yang mengubahnya menjadi orang yang seperti saat ini. Ia bernama Clément Mathieu, kepala asrama baru yang juga merangkap sebagai seorang guru. Sebelum menjadi seorang guru, Mathieu dulunya adalah seorang musisi dan karena beberapa alasan, Mr. Mathieu sudah tidak ingin mengorek-orek masalalunya, terutama masalah musik.
Di hari pertama masuk ke asrama, Mr. Mathieu sudah disuguhi beberapa contoh sikap para murid yang -bisa dibilang- usil, seperti kelakuan jebakan kaca di ruang kebun milik Chabery, seorang penjaga asrama, sampai diambil tas kerjanya di hari pertama kerjanya.
Namun, Mr. Mathieu memiliki cara mendidik yang berbeda dengan kebisaan sekolah ini mendidik. Ia memiliki cara tersendiri untuk mengatasi mereka, bukan dengan aksi-reaksi yang diterapkan oleh Mr. Rachin –Kepala Sekolah- yang memiliki tipe cara mendidik semacam terapi behavioral milik B.F Skinner atau Pavlov.
Mr. Mathieu lebih lebih menerapkan sistem pendidikan karakter yang dicetuskan Noddings, seperti yang ada didalam scene pertengahan dimana Morhpange memberi jebakan di kebun Chabert, sampai membuatnya harus menjalani perawatan dari dokter agar matanya tidak cedera, malah diselamatkan oleh Mr. Mathieu dengan tidak melaporkannya pada Mr.Rachin. dan lagi si bijak Mathieu memilih menyelamatkannya, namun dengan tegas juga tetap meminta pertanggung jawaban atas sikap Morphange dengan menyuruhnya merawat Chabert sampai sembuh.
Perlahan tapi pasti, metode pembelajaran karakter ini terus diterapkannya, sampai akhirnya cita-citanya menjadi seorang kondekturpun tercapai. Mathieu merangkul mereka, memberikan contoh mengenai pembelajaran yang tegas dan bersahabat dalam waktu bersamaan, ia yang dari dulu ingin karyanya dimainkan, akhirnya berhasil membuat paduan suaranya sendiri dengan para murid-murid -yang dianggap bermasalah itu-.
Bahkan, semenjak hadirnya Mr. Mathieu mereka menjadi anak-anak lebih bisa diatur. Morphange yang awalnya dicap sebagai anak berwajah polos namun paling bandel, ternyata memiliki bakat terpendam dalam dunia tarik suara, dan akhirnya menjadi penyanyi solo di paduan suara Fond de l'Étang. Itulah titik awal dalam kehidupan Morphange yang dapat membawanya seperti sekarang.
Di Akhir cerita, film ini menampilkan scene dimana seorang guru yang begitu berjasa bagi muridnya ternyata meninggal tanpa ketenaran apapun. Berita kematiannya bahkan tidak banyak didengar oleh murid-muridnya sendiri. Dan Kabar duka itulah yang disampaikan Pepinot –salah satu sahabatnya di asrama, ia datang dengan membawa semua kenangan yang telah lama tak terngiang.
Opini
Film yang di adaptasi dari film tahun 1945 berjudul A Cage of Nightingales (La Cage aux Rossignols) ini mengajarkan bagaiamana pentingnya peran sekolah, pendidik dan keluarga dalam proses belajar seorang anak. Di dunia ini tidak akan pernah ada anak yang disebut sebagai anak ‘nakal’. Semua anak itu sama, yang mereka butuhkan adalah kasih sayang dan pengertian. Ketika kita dapat mengerti alasan dibalik perilakunya, maka sejujurnya tidak ada anak yang berniat ingin menyakiti atau melukai orang lain.
Film yang berhasil masuk Academy Awards ke-77 dan dinominasikan untuk Best Foreign Language Film dan Best Original Song ini juga mengajarkan bagaimana kenakalan tidak selamanya harus diberi hukuman fisik, bagaimana pengenalan potensi anak-anak didik sangat penting bagi setiap guru yang memang pantas disebut sebagai seorang guru.
Seperti halnya Mr. Mathieu yang tidak pernah bercita-cita sebagai seorang guru, namun sangat berdedikasi ketika menjadi seorang yang biasa kita sebut dengan Guru, yang tidak hanya mendidik tetapi juga memberikan pelajaran-pelajaran kehidupan sesungguhnya. Sesosok guru yang mendidik dengan kelembutan dan ketegasan dalam saat yang bersamaan. [cc]

















Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In #poem

Lima tahun

cr. poster film the wallflower of being perks
Mungkin kata-kata itu memang benar, bahwa ada beberapa orang yang hadir seperti pelangi,
Indah tapi singkat
Indah tapi tak dapat disentuh
Indah dilihat dari Jauh
dan
Menjadi pemanis setelah sendu hujan mengguyur bunga di taman depan kelasku

Mungkin perasaan memang tidak menentu
Kupu-kupu dalam perutku setiap kali kedua mata bertemu
atau
Sekedar melihat sosokmu di lorong sekolah waktu itu
Duh! masa berderu di masjid itu
Yang cuma penuh dengan semua tentangmu

Mungkin juga itu cuma bagian dari dinamika remaja
Sendu seorang gadis lima belasan dengan semua imajinasi drama
yang ternyata sampai kini masih menjadi sebuah misteri terbesarnya
"Apa itu yang disebut cinta, suka, atau sekedar perasa?"

mungkin kamu yang menjadi salah satu alasanku membuat blog lima tahun lalu
mau membantu menjawab itu?
[cc]

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In #life

cap·tion: Semacam sekumpulan kalimat pemanis sepucuk foto

"Season Change. The Flower will blossom and you will become a better 'You'" @reveriehippie

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In #life #selftalk #traveling #volunteer

Aku Jatuh Hati

Tiang Bendera tegak berdiri bersama Bendera Merah Putih Indonesia di SDN Tondomulo 3, Desa Tondomulo, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Indonesia
Liburan semester empat-ku memang terbilang panjang, sekitar dua bulan dua minggu. Dan beberapa hal sudah aku lakukan untuk mengisi kekosongan hariku -hari bukan hati loh yah heheh-. Bisa dibilang lebih sering diluar rumah juga, nggak  melulu dirumah nontonin Oppa-Oppa. Sebuah liburan yang terbilang lumayan produktif lah -dibandingkan yang dulu-dulu maksudnya- entah jalan-jalan karena ngetest intelegensi bersama beberapa lembaga psikologi, jalan-jalan di gedung prodi buat bantu akreditasi fakultas tipis-tipis, sampai menghabiskan waktu tiga hari di Bojonegoro bersama orang-orang yang akan aku ceritakan dibawah ini, untuk cerita selengkapnya. silahkan dibaca sampai habis. selamat membaca, semoga terhibur :)



12.00 WIB
Jum’at 25 Agustus 2017
Hari Baik!
Hari jumat saat itu jauh lebih spesial dari hari jumat biasanya, meski memang hari jumat sudah menjadi hari spesial bagi sebagian orang (Red orang muslim) selain karena hari jumat dianggap sebagai hari baik, hari jumat juga menjadi hari dimana orang-orang berbondong-bondong melaksanakan ibadah sholat jum’at.
Hari jumat 25 agustus kemarin, aku berangkat ke Desa Tundomula, Dusun Bunten, Kecamatan Kedungadem di Bojonegoro. Dalam rangka apa kesana? Dalam rangka kemaslahatan umat manusia. hehe. Iya, yang pasti bukan dalam rangka travelling biasa, karena sudah pasti tidak diberi restu dari orang tua seperti yang sudah aku ceritakan di beberapa curhatan cerita di Blogku sebelumnya.
Jadi Aku mengikuti acara rutinan sebuah komunitas 1000 Guru Surabaya. Kenapa ada surabaya nya? Iya karena dibagi domisili-domisili. Singkat cerita 1000guru dibuat oleh Jemi Ngadiono, seseorang yang memiliki hobi travelling dan fotografi, awalnya founder ingin berkontribusi lebih ketika jalan-jalan di destinasi travelling dengan mengajar anak-anak sekitar. Ia merealisasikan dengan membuat sebuah akun di sosial media dengan memberitakan keadaan realita pendidikan di pedalaman pelosok negeri, namun kini berkembang dengan melakukan aksi sosial nyata dengan turun langsung membantu pendidikan anak-anak pedalaman negeri. Dimulai dengan tiga orang teman hingga akhirnya sekarang menjadi sebuah komunitas dengan jumlah total 35 region. Surabaya salah satunya, yang sudah berdiri sejak tiga tahun silam. (selengkapnya bisa cek di https://seribuguru.org)
Meeting Point
Indonesia memang tidak terlepas dari kata molor. Sesuai dugaanku, mungkin kita baru berangkat pukul 14.00 WIB, dan memang kita tidak bisa berangkat sesuai jadwal karena ada beberapa kendala yang salah duanya dari Tim dan Volunteer, jadi sama-sama faktor penyebab telat sih pada dasarnya. Hehehe
Kak Lambert ­–kenapa namanya aku garis miring in, karena namanya bule banget wkwk- yang jadi salah seorang volunteer medis masih ada tugas negara di rumah sakit tempatnya jadi co-as. Selain itu, dari tim seribu guru sendiri juga masih ada beberapa barang logistik yang belum dikirm bapak gosend. Alhasil kita baru meluncur sekitar pukul 16.00 WIB, mundur 4 jam dari yang dijadwalkan.
Tapi perjalanan juga tidak terlalu terasa –bagiku– karena sesungguhnya aku selalu menikmati sebuah perjalanan dan betah mengalaminya juga. Di Truk TNI temen-temen tim dan volunteer TnT15 saling mendekatkan diri dengan bermain sebuah permainan –yang sumpah aku baru pertama kali denger, entah aku terlampau kudet apa gimana ya-  tapi aku memang baru belajar permainan-permainan itu sama mereka.
Jadi ada beberapa permainan logika macam tes TPA buat masuk Universitas gitu, jadi pertanyaan dan jawabannya ada logika tersendiri dan tidak dijawab secara harfiah. Misal nih ya, permainan Bumi Itu Bulat. Apabila ada angka yang ada lingkarannya itu merupakan jumlah hasil pertambahannya. 10+1 jadi ya hasilnya 1. Bulatnya yang diitung. Ada ‘Around The World’, ‘Tepuk nyamuk’, ‘Observasi Lingkungan’, ‘Sastra Matematika’, ‘Dunia Digital’, apa lagi yah, saking banyaknya sampai bingung. Dan intinya waktu pulang ada beberapa permainan yang masih menyisakan sebuah misteri –oke aku mau searching setelah tulisan ini kelar-
Tapi sungguh, waktu mereka semua tertidur di dalam mobil –truk TNI sih lebih tepatnya- aku masih betah ngobrol sama kak Almira yang anak Psikologi Ubaya (mau lulus dan kita doakan bersama-sama supaya segera naik ke pelaminan juga) dan Kak Rani (mahasiswa yang satu jurusan sama Soe Hoe Gie Cuma bedanya dia kuliah di UNAIR, penyuka puisi-puisi karya Sapardi, juga musakalisasi puisi-nya Ira, mau lulus juga, doakan ya) entah kenapa batraiku ga abis-abis. Mungkin hormon oksitosin, serotonin sama adrenalin teralalu tinggi.
Sepanjang perjalanan semua terasa lancar – lancar aja. Sampai tibalah kita di tempat kepala dusun Bunten, dan ini merupakan akses terakhir sebelum kita memulai memasuki another side of the world, di dramatisir biar seru! Hahaha. Dan jam sudah menunjukkan pukul 23.00, dan kita masih istirahat agak lama karena –yang aku juga kurang tahu kenapa- sepertinya menunggu kepala dusunnya.
Yasudah daripada nganggur. Duduklah aku dengan kakak-kakak volunteer lainnya, menatap bintang-bintang yang sangat nampak 3D kerlap kerlipnya, itu terjadi karena sedikitnya polusi udara disini. Kita sharing-sharing soal sistem pendidikan di masing-masing instansi atau pengalam tempat kerja kakak-kakak yang sudah menjadi pengara berlisensi resmi alias Guru dengan gelar S.Pd. Selama kurang lebih setengah jam istirahat, kita bisa lanjut perjalanan.
Selamat datang di wahana terheboh 2017
 Ditemani dentuman suara mesin khas truk – truk TNI, tumbuhan-tumbuhan liar yang melambai-lambai minta bersalaman lewat jendela dan salju-salju yang putih yang sayangnya salju kali ini bukan dari langit melainkan dari tanah dan bebatuan kapur yang menyatu dan beterbangan di antara kita, akibat gesekan kuat dari ban truk dan tanah dan lampu putih remang-remang yang menyilaukan mata. Ini adalah perjalanan paling seru selama 20 tahun hidupku, ya mungkin memang karena aku belum pernah travelling kemana-mana juga ya. hehe Jadi agak norak sih emang.
Jadi kami (aku dan temen-temen 1000guru lainnya lah pastinya) berada di tengah-tengah hutan selama kurang lebih selama tiga jam.
Dikoyak, digoncang, dilempar, diombang-ambingkan oleh alam, di tengah malam sabtu yang bertabur bintang (sayang ga bisa lihat bintangnya soalnya truknya ga ada jendela kebuka kayak di mobil-mobil ala film hollywood itu sih :’)
Di kondisi seperti ini (bisa dibayangkan sendiri kan ya, gimana serunya naik wahana semacam ini selama tiga jam di tengah hutan pula) manusia memang memiliki berbagai cara untuk merespon stimulus yang diterimanya. Ada salah seorang teman saya, dia volunteer dari Poltekes (politeknik kesehatan), Tiwi Namanya. Dia adalah perempuan paling tangguh selama perjalanan 7 jam terakhir. Kenapa paling tangguh? Dia sanggup tidur dengan pulas diatas bangku besinya dengan kondisi terguncang seperti itu. Bisa dibayangkan, bagaimana sistem tubuhnya menjaganya agar tidak terganggu oleh distraksi apapun yang diberikan oleh lingkungan kepadanya. Hehehehe. Ka Tiwi saya salut dengan kamu! Wkwkw
Sementara saya dan salah seorang Volunteer cantik asal Universitas Ciputra, kak Aida namanya, sibuk memantau apa yang sedang terjadi didepan, lewat jendela kecil dibalik kursi pengemudi. Karena dia jurusan arsitektur interior, yang pasti punya kecerdasan spasial yang bagus, dan akhirnya sikap wartawanku muncul, “Da kira-kira ini berapa meter ya lebar jalanannya, kok kayaknya truk nya maksa press banget lewat jalanannya?”,”ini mungkin sekitar 3 meter, 2,5 meter lah paling kecil,”.
“Jadi bener deh, jalanannya sempit banget, keren dah bapak TNI nya yang nyupir bisa lewat jalan sekecil ini,” batinku. Saking serunya jalanan dengan polisi tidur alami dari bebatuan kapur -yang tidak sempat ku hitung berapa karena saking banyak goncangan yang diciptakannya- mampu menggeser beberapa barang-barang didalam truk, untungnya ga sampe nge-geser otak gitu ya. Tempat duduk ditengah-tengah juga sudah ngga karuan bentuknya dikarena tergeserkan oleh guncangan-guncangan hidup –bukan hidup sih, guncangan karena batu kapur tadi maksudnya- dan manusia-manusia berbehel sepertiku juga terkena imbasnya. Jadi permukaan dalam mulutku dengan na’asnya harus beradu dengan besi-besi asing yang menempel di gigiku. oleh-olehnya adalah sariawan. Nice. Setelah perjalanan penuh intrik ditengah hutan malam-malam. Akhirnya kami sampai juga, tapi belum sampai lokasi.
12.35 WIB     
Sabtu,  26 Agustus 2017
Penantian di bawah MilkyWay Bojonegoro
“Akhirnya aku keluar juga dari wahana truk TNI yang super seru itu,” kataku lega dalam hati. Iya, kami sudah –hampir- tiba di lokasi sekolah. Tapi harus jalan 1000langkah anlene dahulu. Yang membuat perjalanan ini semakin indah adalah, kita bisa melihat banyak sekali bintang dilangit dan dengan sangat jelas. Pemandangan yang jarang ada di Surabaya. Saat aku tanya perkiraan jarak untuk berjalan, Kak Rani bilang kalau kami harus jalan sekitar 2 Km. Tidak seberapa jauh juga, kalkulasi dalam otakku saat itu. Dan dengan semangat aku menjadi orang pertama yang mengikuti mas-mas nya yang memandu dibarengi Kak Rani. Mungkin terlampau, entah semangat atau pingin cepet-cepet istirahat. aku jatuh terpeleset ketika melewati tanah bercampur serbuk kapur. Itupun dua kali. Aku mencoba menutupi rasa maluku dengan bilang ke Kak Rani kalau aku memang sudah sering terpeleset begini semenjak kecil, jadi emang udah biasa –tapi emang asli dari dulu sering banget kepeleset, jatuh dan sejenisnya sih, mungkin karena sifat ceroboh dan nggak sabaranku–
Dengan tetap percaya diri (PD), aku melangkah maju tegap melanjutkan rangkaian pengalaman baru yang selalu kunanti – nanti sejak kecil –menjelajahi tempat baru dan belajar darinya-.
Sejak kecil emang sudah punya banyak ekpetasi besar di kehidupan masa depanku. Dasar sisi si tukang ngayal, hehehe. Salah satu kutipan dari novel favoritku, Paper Town, juga pernah membahas masalah ini, ”Membayangkan memang tak sempurna. Namun membayangkan menjadi orang lain, atau dunia menjadi sesuatu yang lain, adalah satu-satunya cara untuk memahami,” (Paper towns, pg.344). jadi aku semakin hobi berangan-angan deh ya, selama masih gratis, dan itu juga jadi penyemangat tersendiri J
Dan yey jam 01.00 WIB aku dan Kak Rani orang pertama yang sampai di rumah pak kepala desa. Eheheh. Makan, cuci tangan, cuci kaki, dan cuci wajah, adalah prosesi sakral sebelum tidur yang mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Dan semua sudah aku lakukan sebelum tidur. Alhasil nyenyaklah tidur singkatku di malam pertama di dalam ruang kelas SDN Tundomulo.
04.30 WIB
Pagi Hari yang kelewat Cerah
Alarm mulai bersautan dibalik tas satu ke tas lainnya dan empunya ternyata masih pada terlelap nyaman diatas tikar, dibalik jaket masing-masing. Termasuk aku, yang sudah dibangunkan alarm selama kurang lebih setengah jam yang akhirnya sadar juga kalau sudah saatnya hidup kembali.
Tau lirik lagu anak-anak “bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi?”
Oke, kali ini lagu itu tidak sesuai realita. Ya, meskipun dirumah juga aku ga langsung mandi sih. Tapi intinya, disana air memang agak susah, jam air bisa keluar dari kran cuma sembilan jam, dari jam 7 sampai jam 4 sore. Itupun alirannya kecil. Sempet mikir juga, padahal di gunung tapi kok susah air ya. Terus tersadar lagi, ohiya sih ini kan gunung kapur ya bukan gunung biasya.
Pada pukul enam pagi sebagian besar dari kami sudah ada di dalam kelas buat besih-bersih diri dan pindah basecame, dari kelas ke ruang guru.
Sebelum itu pastinya, kita sudah isi energi dulu lah ya. Beda sama kemarin, hari ini makan kita langsung pakai daun pisang, udah kerasa pedesaannya banget kan. Mungkin selain hemat piring cucian, juga meminimalisir makanan sisa, soalnya kalau ga habis bisa di geser gitu ya, terus dimakan sama kakak-kakak yang cowok.
Pagi itu ada yang seru juga selain selembar daun pisang, yaitu Adik Tya –salah satu murid SD Tundomulo- yang awalnya ngaku kelas tiga sekolah dasar, padahal ya masih kelas satu. Dasar anak-anak selalu pingin ditambah-tambahin. Hehe
Jadi ceritanya dia datangnya sebelum jam bel berbunyi dan ikut makan bareng teman-teman Segur (red 1000 guru), iya biasa aja ya padahal cuma makan bareng. Nah, bukan disitu serunya. Jadi menu makan kami disini memang back to nature banget. Banyak sayur-sayuran baru yang aku coba disini, dan semuanya enak. Sungguh, ini bukan pencitraan. Ok, kembali ke Tya, jadi pas lagi makan, dia makan sama Kak Almira. Si Tya ini ga seberapa suka lauk pauk daging. Tidak seperti kebanyakan anak-anak kecil yang susah makan sayur, justeru dia suka makan timun, ditambah sambal sebagai penyedap rasa, meski di akhir harus ditutup dengan cerita kepedesan juga sih, hehehe. Lucunya lagi dia bilang timun dengan sebutan kriuk kriuk yang biasanya kita anggap itu sebagai kerupuk. Bagi Tya itu maksudnya minta timun.
Ternyata Indonesia belum Merdeka
Hari ini rundown dimulai pukul delapan dan diawali dengan apel pagi yang dipimpin langsung oleh bapak kepala sekolah SDN Tondomulo 3. Ia menertibkan barisan para murid dengan bahasa ngalor dan ngidul (red, Kanan dan kiri). Pantas saja ketika kakak-kakak menginstruksikan arah dengan bahasa kanan kiri, pada kebingungan semua.
Lalu acara dilanjut dengan cara mencuci tangan yang benar. Yang dipandu oleh ibu - ibu dokter cantik Kak Ega dan Kak Ani di halaman sekolah kala itu. Adik-adik semangat mengikutinya. Dan masih berlanjut dengan agenda sikat gigi pagi. Dan Bu Dokter Gigi  Ummu kali ini yang memberi intruksi. Setelah semua acara di pagi hari yang cerah ini selesai -kira-kira sampai jam sepuluh siang- barulah volunteer yang telah dibagi menjadi tim-tim mulai melaksanakan tugasnya.
Aku satu tim dengan Kak Ana. Sekilas cerita mengenai Kak Ana ya, ia sudah menjadi guru di SMP Al-Falah Tropodo selama 14 tahun. sosoknya yang keibuan namun penuh rasa semangat sempat membuatku tidak menyangka usianya kini sudah menginjak tiga puluh delapan tahun, ia juga sudah memiliki satu orang anak yang sekarang duduk dibangku kelas tiga smp. Aku merasa sangat beruntung menjadi partnernya Kak Anna, selain ia orang yang sudah bisa menguasai lingkungan, pembawaan ngemong nya juga dapet.
Mungkin sekitar jam setengah sepuluh pagi kami baru memasuki sebuah ruang kelas dengan tulisan “SMP PGRI Tondomulo”. Sebuah kelas sederhana dengan dinding yang terbuat dari gedeg (bambu yang di anyam) berwarna hijau tosca, didalamnya hanya berisikan 6 bangku dan 6 pasang kursi. Dengan satu buah jendela tanpa kelambu, Cahaya-cahaya siang Bojonegoro berdesakan ingin masuk ke dalam ruang kelas kaca buram jendela dan celah dinding dinding gedeg.
Jujur, sejak kecil aku jarang sekali travelling –mungkin bisa dibilang tidak pernah- kalaupun iya, aku selalu cuma sekedar pergi ke tempat-tempat wisata mainstream bersama keluarga. Dan ini adalah pengalam pertamaku mengajar di sekolah pedalaman begini. Di tempat yang biasanya Cuma aku lihat lewat layar kaca.
Ternyata sekolah macam laksar pelangi itu ada di tanah jawa, pikirku.
Dulu ketika menjadi guru anak berkebutuhan khusus juga rata-rata dari keluarga berada. Ya, mungkin benar, pendidikan yang tidak merata masih menjadi PR besar negara ini. Indonesia memang terlalu besar untuk diurus atau terlalu banyak yang kurang peduli dengan lingkungannya? Entahlah. Sejauh ini aku mungkin masih terlalu dini kalau aku yang menyimpulkan semuanya.
Masih banyak hal yang belum aku ketahui, bahkan tentang diriku sendiri. Apalagi tentang Indonesia, sebuah negara yang sebegini besarnya.
Materi yang akan diberikan kepada adik-adik bertemakan ‘keanekaragaman alam’ dan ‘Kemerdekaan Indonesia’. Memang #TnT15 kali ini mengusung tema kemerdekaan karena masih berada di bulan agustus.
Untuk tema keanekaragaman hayati dipilih karena Kabupaten Bojonegoro yang terkenal akan hasil minyak buminya yang berlimpah. Tapi kenyataan memang kadang tidak adil, meski kabupaten ini kaya hasil minyaknya, buktinya anak-anak di Desa Tondomulo masih belum bisa mendapat pendidikan yang layak.
Proses belajar dimulai ketika Kak Ana menyapa mereka dengan ceria. “Assalamualaikum adek-adek,” sapanya. Setelah menyapa Kak Ana dan aku memperkenalkan diri dan bertanya nama mereka. Oh iya. Bukan cuma nama tapi juga cita-cita mereka. Kami mengajar 4 orang murid yang hebat dengan cita-cita dua guru dan dua lainnya bercita-cita menjadi Polwan (polisi wanita).
Perkenalkan Murid-Murid Kami yang Hebat
Murid pertama bernama, Anis. Dia gadis dengan tubuh yang proporsional, kulit kuning langsat dengan seragam dan kerudung coklat, yang membuatnya telihat seamkin manis dan sedap dipandang. Perempuan yang lahir dari keluarga petani ini memiliki cita-cita menjadi seorang polwan. Dia termasuk murid yang sedikit pemalu.
Murid kedua kami memperkenalkan diri sebagai Novi. Kulit sawo matang, gigi putih dan senyum ikhlas terulas dari bibirnya, cerah menyemangati kami kala itu. Dia adalah murid yang terlihat paling mengikuti tren kekinian. Selain menjadi satu-satunya murid yang sudah mempunyai handphone. Novi sendiri juga sempat menggodaku dengan memanggil Mbak Prili, sepertinya dia mengikuti serial ‘Boy’ di televisi. Tak hanya itu, aku sering juga memperingatinya untuk fokus pada materi dan meletakkan hpnya. Sama seperti Anis, Novi juga lahir dari pasangan seorang petani di Desa Tondomulo dengan cita – cita menjadi seorang polwan.
Murid ketiga kami adalah laki-laki satu-satunya di kelas delapan. Aris namanya. Mungkin karena laki-laki satu-satunya, dia menjadi murid yang paling pendiam. Tingginya yang masih kalah dengan teman-teman perempuan seusianya, menandakan dia belum memasuki masa pubertas. Rumah Aris tidak terlalu jauh dari sekolah, cukup berjalan sekitar 10 menit di jalan setapak di atas sekolah. Selain itu, ia juga dari keluarga petani dan tinggal bersama orangtua dan neneknya, cita-cita Aris berbeda dengan dua teman perempuan lainnya, ia ingin menjadi seorang guru.
Murid terakhir ini merupakan murid perempuan dengan kulit sawo matang dan tinggi badan kira-kira 150cm. Dan memiliki nama panjang yang paling pendek, Pera. Karena Saat aku tanya siapa nama panjangnya, ”Cuma Pera, kak,” jawabnya. Ia terlihat sangat berwibawa dan sopan. Saat ditanya nama saja, ia menyebutkan nama dengan diakhiri seulas senyuman manis dengan tidak memperlihatkan giginya. Ia juga memiliki seorang adik yang  masih SD, dan sekolah di SDN Tondomulo 3 juga. Pera bercita-cita menjadi seorang guru. Dan sama seperti anak-anak lainnya, orangtua Pera bekerja sebagai petani.
Setelah perkenalan kami di dalam ruang kelas, aku dan Mbak Ana segera  mengajak mereka keluar kelas. Karena tidak kondusif kalau satu ruang ada dua jenjang pendidikan. Iya. Kelas delapan memang biasanya berbagi ruang kelas dengan teman-teman kelas sembilan.
Kak Nanda, salah satu tim yang juga sebagai ketua panitia dengan sedikit terburu-buru menyiapkan tikar sederhana untuk sarana pembelajaran kelas kami di depan ruang kelas tadi, oiya papan tulis dan kapur juga diambilnya yang entah dari mana.
Dan pembelajaran dimulai dari materi milik Kak Ana. Ia menyampaikan materi keanekaragaman alam indonesia dengan memberikan beberapa foto hewan-hewan yang ada di Indonesia. Sebelumnya, Kak Ana juga memberi beberapa pertanyaan untuk memancing keaktifan mereka. Ada banyak hal diluar perkiraanku. Ternyata masih banyak hal yang belum mereka pelajari. Ibukota propinsi jawa timur misalnya, ketika ditanyai oleh Kak Ana mereka tidak bisa menjawab. Ketika menunjukkan pulau-pulau di Indonesia pun, mereka juga tidak ada yang tahu. Akhirnya kelas dimulai dengan mengenalkan pulau-pulau di Indonesia dahulu lalu dilanjutkan dengan mengenalkan hewan-hewan yang menjadi khas masing-masing daerah. Lagi-lagi hal ini terjadi diluar ekpetasiku, ternyata hewan-hewan juga banyak yang belum mereka kenali. Orang utan, burung cenderawasih, harimau sumatera dan beberapa hewan dan peta Indonesia yang dibawa kak Ana lewat foto itu membuat mereka akhirnya mengenali beberapa kehidupan diluar desa mereka.
Mungkin teori time flies when u enjoy it itu benar. Tidak terasa kakak-kakak panitia mengingatkan waktu kurang 45 menit lagi sebelum jam istirahat.
Akhirnya terjadilah perpindahan materi keanekaragaman alam indonesia dengan materiku, Kemerdekaan Indonesia. Karena waktu untuk membuat materi ini cukup lama (harus menempel dan mencocokan dulu) maka mulailah saya dengan segala kertas-kertas yang ada di tas mengajar khusus.
 Aku memulainya dengan pertanyaan pertama. Apasih proklamasi itu?. Mata mereka saling bertemu, tapi tidak ada yang berani menatap mataku. Mereka hanya menunduk. Lalu aku sadar, mereka baru mendengar kata proklamasi untuk pertama kalinya.
Aku dengan keterbatasan ilmu dan pengalaman mulai cemas dan kewalahan.
Aku memang sengaja mengambil materi ‘Sejarah Proklamasi Kemerderkaan Indonesia’ karena sebelumnya aku melihat kurikulum anak tingkat SMP kelas delapan sudah belajar sampai mana. Dan iya, itu adalah kurikulum yang ditetapkan pemerintah untuk anak-anak SMP dengan fasilitas sekolah serba lengkap. Bagaimana bisa aku menyamakan kurikulum yang aku cari di internet dengan kenyataan langsung di desa pedalaman seperti SMP PGRI Tondomulo.
 Aku memang kurang pertimbangan, harusnya kan sudah tahu kalau pendidikan di kota dan didesa tidak bisa disamakan. Lagi-lagi, kurikulum dari pemerintah ini hanya sekedar formalitas bagi pendidikan-pendidikan di daerah yang serba terbatas.
Pertanyaan yang paling dasar seperti kapan hari kemerdekaan Indonesia saja mereka tidak ada yang bisa menjawab. Sungguh, itu semua benar. Indonesiaku nyatanya masih belum merdeka, setidak-tidaknya di mata mereka.
Lihat saja, anak-anak disini tidak tahu apa itu proklamasi, siapa presiden pertama Republik Indonesia, dan ada apa di tanggal 17 Agustus 1945.
Senangnya jadi partner Kak Ana, ia yang selalu bertindak yang dengan sigap ketika tau kecemasanku waktu itu. Entah membantu intermeso ngajak mereka ngobrol bahasa jawa, sampai tiba-tiba mengeluarkan jajanan buat reward mereka.
Sempat agak pesimis, YaAllah sepertinya terlalu jauh materi ini buat mereka. Tapi mau ga mau materi ini tetap berlanjut. Maka mulailah aku bercerita kronologis proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lalu tugas mereka mengurutkan dan menempelkannya rentetat kronologisnya di kertas manila. Sempat kebingungan juga waktu mencocokkan antara tulisan dan gambar, jadi kak Ana dengan sangat-sangat perhatiannya membantu mereka menemukan potongan-potongan cerita.
Aku meminta mereka membaca dengan keras agar semua bisa mendengar ceritanya. Meski awalnya mereka terlihat kurang semangat, tapi setelah diberi reward oreo dan permen milkita setelah selesai membaca bagiannya, mereka langsung berebut menjadi seorang pembaca cerita. Hehehehe.
Tapi terlepas dari semua itu, mereka memang memiliki semangat belajar yang tinggi. Terbukti dari usaha mereka buat membaca satu demi satu kalimat yang tertulis diatas kertas dan dengan bahasa yang –mungkin begitu- asing ditelinga mereka –karena bahasanya wikipedia sekali-.
Sebagian masih membaca dengan terbata-bata dan membaca dengan pelan.
Ohiya, aku mau cerita mengenai Pera, perempuan yang paling tinggi itu. Dia sangat jenius, hampir setiap diberi pertanyaan olehku atau oleh Kak Ana dia adalah orang pertama yang menjawab. Dia juga selalu yang ter-semangat ketika diminta membacac cerita meski belum ada rewardnya ketika di awal-awal itu.  
Sesi terakhir dalam proses belajar ini adalah heart to heart. Sesi ini semacam sesi wawancara dan observasi ya kalau di kuliahku. hehe. Ya semacam PDKTnya gitu. Kita bertanya-tanya mengenai cita-cita mereka, kenapa mereka memilih cita-cita itu, dan memotivasi mereka supaya semangat belajar terus.
 Banyak hal yang aku dapat disini. Salah satunya, aku jadi tahu ternyata rata-rata dari mereka adalah keluarga petani yang setiap harinya harus menempuh jarak beberapa meter dengan berjalan kaki di bukit-bukit kapur dengan berbagai medan, belum lagi kalau musim hujan. Aktifitas mereka sehari-hari di rumah selain bermain tentunya membantu orangtua, Aris salah satunya. Tugasnya dirumah adalah mencari kayu.
 Akses air disanapun sangat susah, dan sudah dipastikan tugas menimba air merupakan kegiatan sehari-hari anak-anak di Desa ini.
Banyak hal yang aku pelajari dari tempat ini, desa ini, murid-murid disini dan masyarakatnya juga.
Setelah sesi belajar mengajar sudah selesai, lanjutlah sesi minum susu bersama dan menempelkan bintang harapan (bufalo berbentuk bintang yang sudah diberi nama dan cita-cita).
Semua anak berkumpul di kelas yang sudah diberi tempat untuk menempel bintang mereka masing-masing. Riuh keceriaan terdengar dari segala penjuru ruang dan waktu. Aku yang tidak menjadi anak-anak saja bisa merasakan euforia mereka.
Betapa bahagianya melihat senyuman senyuman terjejer rapi di depan kelas. Mereka  diminta maju kedepan, memberi salam, memperkenalkan diri, dan memprokalmirkan cita-cita mereka. Diselingi canda tawa dari kakak-kakak volunteer dan tim yang meneriaki kata ‘Aamiin’ setiap kali mereka selesai mengatakan cita-cita mereka. Sungguh pemandangan terindah yang pernah aku selama duapuluh tahun terakhir.
Untungnya pemandangan indahku ini tidak segera berakhir, karena pada pukul dua siang nanti mereka akan kembali untuk mengikuti lomba-lomba Agustusan yang sudah disiapkan kakak-kakak. Hehehe.
Sewaktu mereka pulang kerumah masing-masing. Aku, dan beberapa kakak-kakak mengantarkan sembako ke rumah beberapa siswa yang salah satunya adalah muridku sendiri, Aris. Jadi, sewaktu itu Aris yang langsung menuntun kami menuju rumahnya. Saat sampai aku cuma bisa bertemu dengan neneknya, sepertinya orangtua Aris masih ada di sawah.
Baby Shark ala Seribu Guru Surabaya
Adik-adik ini terlewat semangat. Mereka sudah ada di sekolah setengah jam sebelum acara dimulai. Dan perlombaan bisa dimulai ketika semua murid sudah berkumpul di halaman sekolah. Aku lupa ada berapa lomba, sepertinya tiga. Lomba pertama memindahkan karet dengan sedotan, lomba kedua lomba menggiring bola dengan kayu yang diikatkan ke pinggang lima anak (ya bisa dibayangin kan yha), terus yang paling seru adalah lomba terakhir, lomba rebutan kursi sambil nyanyi, hehehe.
Disini ada kisah mencengangkan, kisah seorang anak SD yang menyanyi Indonesia Raya diiringi tangan dengan gerakan baby shark, usut punya usut ternyata dia habis diajari ngedance sambil menyanyi lagu baby shark yang sedang viral itu sama kakak-kakak Segur. Sampai kebawa gitu pas nyanyi lagu lainnya ya. Sungguh, ekspresi wajah polosnya sambil menjentikan ibu jari dan telunjuk ala-ala baby shark, wajah konsentrasinya buat fokus ke kursi, ditambah semangat menyanyi lagu Indonesia Raya-nya sungguh memesona semua mata.
Pertandingan Paling Kompetitif Sepanjang Masa
Jam sudah menunjukkan pukul 15:30 WIB. Beberapa warga desa mulai berdatangan untuk memeriksa-kan kesehatan mereka di fasilitas kesehatan gratis yang menjadi agenda terakhir Segur Surabaya. Anak-anak mulai berlarian kesana-kemari, sibuk dengan permainan mereka sendiri. Sebagian ada yang pulang, sebagian lagi ada yang memilih menetap.
Lagi-lagi aku dibuat terpukau oleh mereka. Melihat beberapa anak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang sedang asik bermain bola, akhirnya aku dan Kak Aida memilih bergabung bersama mereka. Aku satu tim sama Kak Aida dan melawan mereka adek-adek PAUD ku yang unyu. Ya jelaslah, menang terus aku sama Kak Aida. Hehe. Namun semua berubah saat berdatangan beberapa anak dari tingkat SD yang menantang aku dan Kak Aida, padahal Kak Almira sudah bergabung dengan tim perempuan tangguh kami.
Tapi skill dan usia emang tidak bisa membohongi, lalu entah bagaimana ceritanya kakak-kakak seribu guru yang pada jago-jago bermain bola -yang awalnya cuma bagian tim penggembira dan dokumentasi- menjadi bagian dari tim ‘mereka’. Dan terjadilah, permainan bola yang awalnya cuma buat happy happy menggelabui anak-anak PAUD, berubah menjadi kompetisi besar bak sedang jadi anggota timnas yang membawa nama baik Negara Indonesia.
Yang jelas aku, Kak Almira dan Kak Aida mengaku kalah. Daripada badan pada njarem semua karena ngga pernah olahraga, yakan?
Hari semakin sore, tim medis sudah mulai menyalakan senter dan penerangan tambahan lainnya buat proses check up warga desa yang masih panjang. Karena –sepertinya- lampunya belum bisa dinyalakan.
Malam Minggu bersama Mereka
Hari semakin sore dan segala rangkaian kegiatan hari ini diakhiri dengan baik.
Menjadi malam minggu terbaik bahkan.
Kenapa?
Pertama karena malam minggunya nggak dirumah,
kedua karena malam minggunya berfaedah,
ketiga karena bersama orang-orang tercinta.
Malam minggu kala itu, diagendakan acara heart to heart, tapi bukan heart to heartnya adek-adek yah. Ini heart to heartnya sesama tim dan volunteer #TnT15. Atau yang tertulis di jadwal adalah sharing session.
Ada beberapa hal yang aku rasa bukan aku saja yang merasakan hal itu, yang ternyata pengajar yang lain juga begitu. Salah satunya, masalah transfer materi ke adek-adek.
 Karena diawal sudah aku cerita, bahwa aku merasa mereka kurang dapat memberikan apa yang mau sampaikan. Yang ternyata terkendala oleh ‘bahasa’. Sebagai mahasiswi yang belajar ilmu psikologi dan termasuk rajin belajar juga -gila pede banget ini hehe- ternyata belajar di buku sama di terjun lapangan itu proses belajar yang sangat beda jauh.
Saat di Sharing session, malam minggu bersama Seribu Guru, semua mengatakan ada beberapa hal diluar dugaan mereka. Seperti kasus adik yang bernama Yanto. Jadi, dia ini ternyata baru bisa menulis namanya saja, padahal sudah kelas empat. Ada cerita lain lagi dari kelas dua SD, aku lupa namanya siapa, tapi Si Adek ini di pegang sama Kak Siana dan Kak Lucy. Sejak awal dia memang sudah terlihat berbeda dan guru-guru sudah menjelaskan kepada kami bahwa dia adalah murid dengan kebutuhan khusus. Katanya, karena terlalu banyak mengonsumsi obat, yang aku sendiri juga kurang tau obat semacam apa, apa vitamin, obat batuk, obat tidur atau apa. Yang jelas Si Adek ini jadi agak dalam berkomunikasi.
Bicara soal komunikasi. Salah satu tantangan proses belajar dan mengajar hari ini adalah komunikasi. Hal ini sudah dijelaskan oleh Mbak Ana , mengenai bagaimana caranya memberikan informasi menggunakan bahasa mereka, bahasa yang sesuai tingkat pendidikan mereka.
Dan iya, Jujur, aku sebagai mahasiswi yang sedang belajar ilmu psikologi di bangku kuliah, merasa selama ini apa yang aku pelajari di dalam kelas cuma sebatas ‘tahu’, sebenarnya aku belum ‘mengerti’ apapun. Memang benar kata ayahku, belajar itu tidak hanya sebatas dua dimensi, harus tiga dimensi. Dan dengan turun langsung ke masalah adalah  proses pembelajaran terbaik. Bukan sekedar teori dari textbook.
Walaupun aku sudah lulus matakuliah Psikologi Pendidikan, Psikologi Lintas Budaya, Psikologi Kepribadian, Dan Psikologi Perkembangan, lantas aku bisa menghadapi semua yang ada di hadapanku saat itu.
Bahkan untuk menyederhanakan bahasa agar bisa dimengerti adik-adik saja, aku belum bisa. Bahasa jawa halus apalagi, padahal tinggal di jawa selama duapuluh tahun.
Sungguh semua ini menyadarkanku betapa pentingnya bahasa, kepedulian, dan rasa ingin tahu untuk selalu diasah. Dunia memang begitu, ia tidak akan ada habisnya untuk dipelajari, dan tempat belajar yang real itu bukan diatas kertas tapi di lapangan. Langsung, live.
Kemana saja ilmu pengetahuan yang aku pelajari selama 12 tahun terakhir, eh 14 sih, ditambah dua tahun kuliah:’)
Banyak hal yang tersesali salah satubya karena dulu tidak pernah sungguh-sungguh mempelajari bahasa jawa. Ternyata bahasa menjadi hal yang sangat penting buat menyampaikan informasi -iyalah si, plis deh ya- tapi dulu aku ngga sampai sejauh itu pemikirannya.
Padahal ini juga sudah pernah dibahas di kelas Psikologi Lintas Budaya, kalau kita mau memberi informasi cara pertama ya lewat bahasa. Dan komunikasiku sama adek-adek, aku rasa kurang, karena kurang bonding. Kenapa? Karena aku masih menggunakan bahasa indonesia yang aku biasa pakai sehari-hari. Dan itu membuat gep antara aku dengan mereka, jadi –mungkin- mereka merasa berbeda denganku. Mungkin kalau aku pakai bahasa jawa seperti kepala sekolahnya tadi –waktu apel pagi-  materi yang aku kasih bisa jadi lebih lebih ngena gitu.
Meskipun banyak kekurangan yang aku sadari di hari Sabtu itu, aku juga dapat banyak ilmu baru. Jadi belajar banyak hal baru. Jadi lebih mengerti duniaku yang baru.
Opini Anak Indonesia Tentang Negaranya
Indonesia yang katanya sudah merdeka 72 tahun ini, masih punya banyak PR. Bahkan, kata temen-temen juga, mereka –warga desa- baru tahu kalau bendera indonesia itu Merah-Putih.
Berkaca dari seragam sekolah yang kemeja atasnya putih dan bawahannya merah. Mereka mengira bendera indonesia ini putih merah.
Ini masih di tanah jawa padahal. Dan disini, listrik dan air menjadi hal yang langka, untungnya pemerintah sudah menyumbang listrik dengan tenaga surya, jadi bisa dibilang lumayan lah. Untuk air, masih kurang karena baru bisa diakses pada waktu tujuh pagi sampai empat sore saja.
Untuk pendidikan juga sudah lumayan, meski guru-guru disini terpaksa mengarang borang agar memenuhi standart pendidikan pemerintah. Setidak-tidaknya para murid sudah mau berangkat ke sekolah dibanding dulu, dimana guru masih harus menjemput ke rumah para murid.
Ternyata selama Indonesia belum merdeka sepenuhnya. Dari segi pendidikan sudah terlihat jelas. Pendidikan layak memang hanya untuk warga kota. Warga di Desa Tundomulo seperti ini hanya bisa mengupayakan sebisa mereka, agar anak-anak tetap bisa semangat berangkat sekolah. Agar anak-anak sadar juga betapa pentingnya pendidikan untuk mereka. Dan dari semua sisi ‘begitu’, tentunya Indonesia juga masih punya banyak sisi positif. Terbukti dengan semakin banyak komunitas – komunitas peduli sesama yang dibangun langsung oleh anak-anak generasi milenial, seperti Seribu Guru ini. Ternyata masih banyak yang mau peduli terhadap generasi-generasi selanjutnya di negara Indonesia.
Tuhan memang maha adil, kita semua hidup diciptakan untuk saling mengambil pengalaman satu sama lain, saling mempelajari satu sama lain, dan saling berguna bagi satu sama lain.
Dari semua cerita yang sudah aku ceritakan, ada beberapa hal yang sangat menyentuh aku pribadi, sebagai orang yang terlahir di tengah-tengah kota, fasilitas lengkap, dunia serasa sedekat nadi, dan akses informasi yang begitu cepatnya, yaitu mereka masih bisa bersyukur dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.
Bahkan adik-adik didikku -yang aku rasa, aku tidak optimal memberi materi pada mereka- menuliskan perasaan berterima kasihnya karena sudah diajari dan diberi ilmu bermanfaat, sudah diajak bermain, dan mendoakan supaya aku sehat selalu.
Senang sekali rasanya, ternyata proses belajar yang kami sediakan untuk adik-adik tadi dianggap bermain, yang artinya dia menikmatinya, seperti sedang bermain, dan memang seharusnya proses belajar yang baik itu ketika sedang belajar tapi terasa seperti bermain. Ini jelas bukan kataku loh, hehehe. Kata teori Psikologi yang aku lupa materi apa juga katanya bapak fisika ter-hitz sepanjang masa, Einstein.
Minggu, 27 Agustus 2017
Demi Masa, Demi Waktu
Dan sampailah kita dipenghujung serangkaian cerita indah #TnT15. Hari itu acaranya sungguh Cuma menghabiskan waktu bersama.
Bersama angin, bersama awan, bersama mentari pagi dan dinginnya cuaca pagi, bersama dia -eh bersama mereka maksudnya-, sampai bersama gemericik air yang semakin menipis.
Alhasil selama tiga hari, aku cuma sempat mandi sekali, untung dalam islam itu ada sholat lima waktu yang bisa membuat wajah tetap cerah bersinar. Kami mulai  berpamitan dengan ibu kepala desa, yang selama tiga terakhir sudah menyiapkan makanan yang begitu enak untuk kami santap, bener sambelnya enak cuma pedes banget -karena aku emang ga suka pedes sih-, dengan nasi jagungnya yang gurih, kerupuk khas yang tiada duanya, dan yang paling aku suka dengan makanan disini adalah kita makan langsung dari daun pisang.
Selain itu juga makanannya selalu pakai sayur, sangat sehat memang hidup dalam desa.
Berpamitan dengan jajaran penting di Desa Tundomulo dan adik-adikku yang sampai mengejar garnisun (Red Truk TNI) kami selama beberapa meter. Pahadal debu pasir itu begitu banyak seperti membentuk sebuah kerajaan. Mengepul di udara dan dibawah terik matahari.
Untuk mencapai tempat travelling kita harus melewati dua kecamatan lagi, ditambah ada kendala didalam hutan yang menyebabkan kita harus piknik ‘sebentar’ didalam hutan. Dalam perjalanan ada sebuah permainan paling bagus untuk kill the time dan mengakrabkan kita. Werewolf. Kalian harus coba, saat perjalanan, di dalam truk TNI, bersama-sama main ini. Dijamin nggak menyesal.
Sampai di lokasi travelling. Anginya memang begitu banyak. Sesuai nama nya, Negeri Atas Angin. Beberapa foto kebersamaan berhasil ditangkap layar kameranya Kak Mas’ud, Kak Fajar, Kak Yadi, Kak Widha, dan Kak Ima, mereka adalah orang-orang berjasa selama kegiatan kemarin. Karena tanpa mereka gada yang dokumentasiin kita woy. hehehe. Ya mungkin dokumentasi foto selfie-selfie ala perempuan yang sangat banyak tapi yang di upload cuma satu. hehe
Ohiya, memang bener deh hari minggu ini waktunya dihabiskan buat bersama terus. Acara kesasar masih berlangsung, jadi kita sudah mulai turun dari lokasi wisata saat adzan maghrib berkumandang. Karena kelelahan, jelas kan? Semua orang terlelap di kursinya masing-masing. Dan ketika bangun sampailah kita di Caruban, Madiun. Lah, kok bisa sampai sini, batinku. Dan setelah melakukan wawancara dengan beberapa jajaran penting. Didapatkanlah hasil kita mampir makan dulu disini karena ternyata salah jalan. Hehehehe.
Yasudah memang agendanya hari ini menghabiskan waktu bersama toh. Sampailah kita di depan KFC A. Yani, meeting point hari jumat kemarin pada pukul 02:00 WIB dini hari. Perempuan memang gaboleh pulang malam-malam, jadi langsung dini hari aja. Hehehe. Cerita indah selama tiga hari itu ahkhirnya aku lanjutkan di mimpi ku yang singkat, karena harus bangun lagi jam lima pagi buat melaksanakan ibadah pagi.
Sampai bertemu di petualangan selanjutnya ya! Terimakasih buat keceriaanya yang mengalahkan segala perasaan lelahnya.



Salam rindu,
Kakak Sisi yang kelewat bahagia selama tiga hari itu.




Epilog by cc
Bertemu dengan orang-orang satu passion memang menyenangkan, bertemu dengan kalian salah satunya. Sering-sering ketemu ya, jangan lupa main WereWolf pas reuni TnT nanti.

Lokasi Travelling, Negeri Atas Angin, yang anginnya kenceng bener

Menunggu keberangkatan, TnT15 yang memang sebagian besar perempuan ini sedang asik berselfie

Minum susu Frisian Flag dulu, biar makin semangat

Piknik singkat di tengah hutan

okey, kita selfie dulu sebelum sampai di Truk TNI. Otw dari Sekolah ke lokasi parkir Truk TNI

Kakak-Kakak dibalik layar TnT15

SELFIE di lokasi travelling

dari kiri : Kak Dwi anak UPN yang masih semester tiga tapi udah aktif ikut acara beginian, Kak Ega, Dokter asal Solo yang suka ikut acara TnT di berbagai region, Kak Lucy Mahasiswa ITS semester 5 yang juga suka menulis

Bu Dokter Ani yang cantik sekali

selfie dulu sebelum makan


halo adek-adek ku

ini waktu materi sejarah proklamasi kemerdekaan

dari kiri: Bu dokter gigi Ummu, Kak Debby yang sudah jadi Guru, Kak Ana yang gaul, dan sisi



itu yang belakang kak Lambert, terus samping kanannya kak Riski mahasiswa Umsida semester 3, yang kacamataan depan kak Nida, seorang guru





jalan menuju sekolah


ini enak sekali





Ruang kelas SMP PGRI Tondomulo

prosesi menempel bintang harapan

persiapan lomba buat adek-adek

matahari terbenam di depan sekolah SDN Tondomulo 3, sabtu 26 agustus 2017

beberapa saat setelah selesai perlombaan


Kak Almira dengan rival main sepak bola, anak PAUD



komplek sekolahan yang terdiri dari PAUD, SDN Tondomulo 3, dan SMP PGRI Tondomulo

Kelas untuk PAUD


NEGERI ATAS ANGIN

Matahari terbenam di lokasi travelling


piknik tipis-tips di tengah hutan


Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

Diberdayakan oleh Blogger.