In

Merayakan 22 Tahun Seorang Gadis Biasa



Pada suatu hari di pinggiran hiruk pikuk kota terbesarkedua di Indonesia, hiduplah seorang gadis biasa, memiliki beberapa saudara yang jauh lebih tua darinya, fisiknya juga sehat dan normal, dan tentunya seperti pada umum. Rambut panjang yang dikuncir kuda setiap pagi sebelum berangkat ke taman bermain, matanya tidak terlalu belok ataupun sipit, tubuhnya kurus kecil, giginya sedikit maju karena ia suka memasukkan jari ke mulut ketika tidur yang menurut teori perkembangan hal ini biasa digunakan anak-anak untuk merasa lebih aman dan mengurangi kecemasan dan ia berkulit sawo matang. Kegemarannya adalah bermain, menari, bercerita dan bersepeda, ia tidak terlalu pandai, ia tidak seperti kebanyakan anak seusianya, dalam hal belajar dia membutuhkan waktu lebih lama dan berulang ulang.

Aku masih mengingat ketika di tempat pendidikan al-quran (TPQ) ia harus mengikuti intensif selama beberapa bulan untuk bisa naik ke level Quran di usianya yang sudah memasuki 10 tahunan, sedang mayoritas teman-temannya sudah berada di level tersebut sejak kelas 2 atau tiga. Atau, aku juga masih mengingatnya ketika di taman kanak-kanak, semua teman perempuannya dalam grup marchine band memegang alat musik marching bell atau menjadi mayoret, tetapi ia memegang alat musik drum, kata guru TK, Ia tidak bisa mengikuti ketika diajari bermain marching bell. Atau ketika ia mengigit seorang tetangga di sebelah rumah nenek yang tidak mau turun dari tiang yang juga ia ingin naiki. Atau ketika ia menangis dan sedih karena tidak memiliki teman di sekitar rumah, dan merengek ke orangtuanya untuk membuatkannya seorang adik.
“Ma, aku mau adik, gimana caranya?”
“Itu dibuat dengan cara dijahit, hehehe,”

Gadis kecil itu benar-benar aneh. Aku juga masih mengingat sewaktu SD ia pernah melawan dan berdebat dengan teman laki-lakinya, atau mengirimi surat penuh amarah kepada salah seorang temannya yang mengira ia masih cacar dan bisa menularinya. Di usia SMPnya ia juga pernah berdebat hebat dengan teman laki-lakinya yang sangat menyebalkan menurutnya. Ia sangat membenci laki-laki di saat-saat itu. Tapi anehnya dia juga bisa tergila-gila dengan laki-laki virutal koriyah. Tapi ia lumayan belajar dengan rajin di masa SMPnya, hal itu karena ia memiliki sahabat yang pandai dan baik, jadi sering mengajarinya matematika. Entahlah, sejak SD musuh terbesar gadis itu memang ada di Matematika. Lalu di masa itu juga ia mulai mengenali dunia psikologi berkat salah satu guru TIK yang dengan baik hatinya memberi simulasi tes-tes untuk lebih mengenal diri sendiri sewaktu jam pelajaran. Ia juga memiliki sosok guru yang diteladani, wali kelasnya selama 3 tahun, Ibu Sri Wahyuni. Di akhir-akhir masa sekolah menengah akhirnya, ia belajar ‘lumayan’ serius karena berambisi masuk ke SMA di tengah kota, tentunya dengan persaingan yang lumayan atau bisa dibilang setengah-setengah, ia akhirnya harus masuk ke salah satu sekolah swasta di Sidoarjo, yang untungnya tetap di tengah kota.

Seperti yang sudah aku sampaikan diatas, ia masih gadis biasa, tidak terlalu pandai di kelas, hanya cukup berambisi untuk menjadi agak tidak biasa-biasa, ia mulai tertarik aktif di organisasi, mulai mengerti kegiatan apa yang disukainya, dunia jurnalistik, ia belajar beretorika, juga menjadi penyiar radio yang ‘medok’, but its ok, at least at the end of the day, she realized that and of course okay with that. Di masa remaja yang telah teracuni oleh hall(y)u wave, tentunya ia memiliki gebetan yang berakhir menyedihkan karena di notice tapi diabaikan, HAHAHA, tapi sekali lagi ia masih tidak apa-apa dan menjalani masa remajanya dengan penuh drama dan kebahagiaan bersama teman-temannya. Masa remaja tidak perlu melulu soal cinta bukaaannn???? Hahaha. Hanyalah perempuan-perempuan sok ok ok aja yang bilang begini, sejujur-jujurnya, tentu ia resah, di saat semua temannya pernah disukai seorang paling tidak, mengapa ia tidak? Apa yang salah dari ia. Tapi yasudah gapapa, ia mengalihkannya dengan hafalan tabel periodik, belajar bahasa inggris, jualan pin, ngerjain besar gaya apabila dua motor bertabrakan, dan tentu saja duduk lesehan sewaktu pelajaran tersebut supaya tidak mengantuk, karena kalau duduk di bangku dengan volume suara Bu Guru Uchi tercinta akan tertidur huvt, oiya jangan lupa Ia juga semangat 45!!!111!1 menghafal nama nama ilmiah hewan dan tumbuhan, sejenis oriza satyva. Benar benar masa remaja yang biasa saja bukan? Tapi Ia sangat bersyukur mengalami semua itu. Ia sadar hal-hal sederhana akan menjadi kenangan berharga suatu saat kelak.

Masa agak serius akhirnya pun tiba, Ia harus mulai memikirkan masa depan dan memutuskan untuk menekuni dunia biologi dan psikologi, alasannya sebenarnya cukup abstrak, hanya karena ia mencintai mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan fisik maupun psikis manusia. Sungguh alasan anak muda yang lucu. Namun. Disanah gadis itu, sedang berjuang menyelesaikan tugas akhirnya. Perempuan biasa itu kini sudah berusia dua puluh dua tahun, ia mulai mengkhawatirkan beberapa hal yang dulunya bahkan tidak ada dalam benaknya, ia ingin menjadi anak yang baik bagi orangtuanya, ingin bisa balas budi dan menjadi heroik, dan hal-hal biasa lainnya, yaitu, hidup mandiri dan tidak menyusahkan mereka.

Hal hal biasa yang ingin diluar biasakan itu berubah menjadi, apa salahnya menjadi biasa saja? Bukankah dari hal hal yang biasa kita lakukan, akan membawa kita kepada sesuatu?
Apa salahnya? Toh ia yang memang sejak awal penuh kesederhanaan, apa salahnya berhenti terlalu berharap banyak pada diri sendiri, cukup lakukan hal yang harus dilakukan, sisanya biarkan semesta.
Ia memang hanya perempuan biasa yang ingin menjadi lebih baik dari dirinya kemarin bukan lebih baik dari siapapun


1 Syawal 1440H
Selamat merayakan hari kemenangan, kamu.
Tanpa harus menang dari siapapun, yang paling penting adalah kamu harus menang dari hawa nafsumu, yak~

Read More

Share Tweet Pin It +1

3 Comments

Diberdayakan oleh Blogger.