In #resensi

Kisah Pemuda dan Penyu Merah


Beberapa waktu lalu, aku menuntaskan film-film yang selama ini menumpuk di dalam otak. Memang sebagai orang yang mencintai dunia fiksi, suka menghayal, dan mengagumi betapa indahnya ciptaan sang Maha Kasih, menonton film merupakan pelarian terbaik dari segala macam keresahan. Nama folder film dalam laptop lenovo biru berusia 6 tahunku saja, ku beri headline, "Belajar dari Cerita Fiksi".

Ayahku yang selalu mengatakan untuk berhenti berkhayal terus-menerus -karena menurut beliau, nonton filmku keterlaluan seringnya sehingga melupakan tugas-tugas duniawi lain- memang bisa dibilang akut, hehe. Selama liburan aku bisa berjam-jam duduk di depan laptop hanya untuk menonton drama korea, atau film-film berbagai genre atau video youtube dan dokumenter lainnya. Secinta itu memang dengan aktivitas (yang katanya) mengkhayal. Tapi, semenjak aku menjadi mahasiswa -yang membuat intensitas berkhayalku sedikit berkurang, karena harus menjalani kehidupan nyata- itu, semakin menyadari juga, bahwa menonton film bukan 'hanya' perkara menghibur diri. Di dalamnya aku menemui banyak dimensi. Aku berkenalan dengan mimpi-mimpi, harapan, motivasi, sudut pandang lain dan nilai kehidupan bagi tokoh. Bagiku, aktivitas ini sama dengan kamu yang (mungkin juga) mencintai aktivitas membaca buku, kita terinspirasi, tau, dan lebih kaya dari mereka. Bedanya, aku ini makhluk auditori, yang lebih menyukai sesuatu yang ada suaranya, hehe. Dan sampai detik kesepersekian ini pun, ketika belajar, membaca buku, membersihkan barang-barang ataupun melakukan aktivitas menulis, seperti sekarang (wajib hukumnya) diiringi alunan musik.

Dalam tulisan kali ini, aku akan bercerita mengenai sebuah film yang sedikit berbeda dari yang banyak aku tonton. Animasi garapan Ghibli Studio dengan naskah hasil kolaborasi dengan sineas film pendek asal Belanda, Michael Dudok de Wit, ini berhasil mengubah sudut pandangku mengenai cara komunikasi. Nyata-nya komunikasi non verbal tidak kalah kaya.

"The Red Turtle", sebuah film yang menekankan visual storytelling tanpa komunikasi verbal, suasana dilukiskan lewat cantiknya alunan alam, semacam dentuman deburan ombak, suara kicau burung, dan sesekali teriak keputusasaan manusia yang memekak lantang "aaaakk,", animasi film garapan Ghibli, seperti biasa, selalu mengagumkan, bak melihat lukisan media cat air yang bergerak-gerak dan didampingi dengan lanskap alam detil, tentu menjadi daya tarik visual yang eyegasm.

Kisah dimulai ketika seorang Pemuda yang terdampar disuatu pulau tak berpenghuni (manusia), bersusah payah menyelamatkan diri dengan keluar dari pulau berpopulasi kepiting, burung, penyu, dan hamparan pohon bambu, tersebut. Dalam percobaan pertama yang penuh gairah, ia merencanakan pamit dengan membuat sebuah kayak dari rakitan pohon bambu, namun berakhir gagal, hal itu terulang, bahkan sampai percobaan ketiga, dengan arsitektur kayak yang lebih kuat dan profesional, berhiaskan layar besar dari dedaunan. Short story, ia menyadari, karena eksistensi seekor penyu berwarna merah, ia (selalu) gagal hengkang dari pulau kecil itu. Berenang dengan susah payah ke tepian pantai, dan bertatap muka lagi dengan penyu tersebut, tentu membuatnya, spontan, membalik tempurungnya. Karena Ghibli selalu memberi jahitan fantasi, penyu itupun kini menjadi seorang wanita yang menemani si Pemuda sepanjang film berlangsung. Pemuda yang awalnya ingin segera pergi dari pulau, mendadak memiliki rumah dan menjalani kehidupan seperti selayaknya manusia berbahagia. memiliki seorang anak dan hidup dengan nyaman. Sampai pada saban hari terjadi beberapa peristiwa pada mayoritas takdir insan, ada bencana alam, ada perpisahan, dan ada kematian. Dinamika kehidupan.

Film ini mengajarkan bagaimana cara kita melakukan apa yang kita inginkan, memulai dari apa yang ada, dan untuk mencintai apa yang telah dimiliki, di waktu yang tepat. Dalam kesunyian, ia mampu merepresentasikan pesan besar. Dari perasaan keterpurukan akan ada harapan, dari ketiadaan ada keberadaan, dan dari kehampaan terbesit kehangatan. Hidup tidak akan pernah sepenuhnya hitam atau putih, akan ada abu-abu, jingga, merah, ungu, kuning, hijau, biru, nila, dan warna-warna lainnya. Maka, nikmati selagi masih ada, sayangi sewaktu dibutuhkan, dan hadapi dikala menyerang. Mari tetap bisa menatap kehidupan dari berbagai perspektif. Jangan terlalu cepat menyimpulkan, mungkin semua itu belum berakhir

Tetap penuh harap, penuh asa, dan keyakinan. Kelak, semua keresahanmu akan dijawab, di waktu yang tepat. -cc

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

Diberdayakan oleh Blogger.