In #selftalk

Best Support System itu Dirimu sendiri

Hai, my second life, lama kita tak bersua, sepertinya terlalu banyak hal yang saya dikerjakan sembari mengutuki menikmati hidup belakangan ini. Terakhir menulis mungkin sekitar 5 bulanan. Sungguh konsisten dan displin adalah hal yang mewah bukan?
Saat ini saya sedang memasuki usia akhir di bangku perkuliahan, memasuki fase krisis  -ah agaknya berlebihan kalau ku bilang krisis- setelah hibernasi menulis, finally, I met me again, in this crowded space between us, in this beautiful creepy place called world, or in this little thing called home, intinya saya merindukan dan menemukan kedaimaian dari menulis lagi. 

Dalam hiruk pikuk organisasi dan bimbingan skripsi, dalam keriwehan dengan segala peran dan tanggung jawab, saya merasa sepertinya dan alangkah baiknya apabila melipir ke tepian. Mencari diri dalam kesunyian diantara keramaian dan berimbaslah kepada topik skripsi "Kualitas Hidup", yha, selain karena banyak sekali jurnal quality of life dewasa ini di ranah internasional (yha, memang syarat buat skripsi itu harus cari 5 jurnal inter dengan rentang waktu max 10 tahun kan, saya ini pen cepet lulus jadi cari yang banyak aja, hehehe) ternyata saya sedang mempertanyakan kualitas hidup sendiri saya (pula) tanpa disadari~

Selain dirundung perasaan sedikit cemas, banyak rindunya dengan kehidupanku, ternyata saya dihadapkan dengan fenomena lagi oleh Allah, bahwa yha u r not alone. Semua di dunia ini bukanlah tentang aku dan aku, self-centered memanglah tidak baik, kawan. Perlahan tapi pasti, orang-orang sekitar mempercayai saya menjadi salah satu pendengar kisah hidup mereka, tentu ini sebuah kebanggaan tersendiri. Dapat dipercaya. Apalagi sama si dia, yang diam diam dikagumi selama ini, yah curhat lagi, oke oke, mari kembali ke topik. Singkat cerita, Saya juga memiliki seorang teman akrab yang juga sedang menempuh pendidikan  Psikologi di lain universitas, lalu seperti pada kebanyakan kasus, kami saling bertukar pikiran. 

Locuf of Control
Dia menanyakan mengenai teori Locus Of Control. Teori ini pertama kali digaungkan oleh Julian B. Rotter (1954) dalam Psikologi Kepribadian. Inti dari teori tersebut ialah bagaimana kamu menyikapi tantangan dan permasalahan yang ada dalam hidupmu sendiri, karena Pak Rotter ini orangnya suka to the point dan lebih ke kognitif gitu yha, dia memberikan opsi hitam atau putih. Pertama yang punya kontrol penuh terhadap dirimu sendiri ialah dirimu sendiri (internal locus of control) atau karena orang lain dan lingkunganmu (eksternal locus of control). yha, sesederhana itu. 

Lalu?
Otak saya mulai bisa diajak berpikir, sebenarnya kualitas hidup itu siapa sih yang menentukan, apa saja faktornya, dan bagaimana mencapai kehidupan seperti yang dibayangkan, dan wah, locus of control ini sangat cocok sama kualitas hidup seseorang loh, dan karena saya adalah mahasiswa psikologi peminatan klinis, maka subyek akan saya berikan kepada pasien penyakit kronis, biar makin meyakinkan-lah anak klinisnya hahaha dan jadilah sebuah judul dengan variabel-variabel tersebut. Meskipun belum melakukan penelitian sendiri mengenai korelasi dua variabel yang saya angkat tersebut, namun semakin kesini, saya semakin yakin bahwa mereka ada dua hal yang saling berkaitan entah mana yang nantinya menjadi sebab atau akibat. Mungkin saya termasuk manusia yang mencintai logika dan mempercayai intuisi, karena dua hal ini sangat amat berperan penting dalam pengambilan keputusan dan penyimpulan sesuatu, dan disinilah saya merasa perlu menjabarkan latar belakang keyakinan tersebut.

Usia dua puluhan anak milenial memang dikatakan lebih mudah terserang stress. Menurut American Psychology Assossiason (APA) hal ini terjadi karena kita terlalu sering menyelesaikan masalah dengan mesin pencari, apa-apa serba cepat dan praktis, dan hal ini yang menyebabkan kita lupa bahwa hidup ini adalah sebuah proses. Tidak bisa cepat dan praktis. Hal ini tidak berlaku buat kalian, saya yang mahasiswa psikologi aja masih susah menerapkan apa yang sudah didapatkan di kelas dan tentu juga moody-an. Sering sedih dan overthinking kalau sedang sendiri, dan paling semangat kalau interaksi dengan orang lain. Dan kembali berterima kasihlah saya -yang lagi-lagi- setelah diskus dengan salah satu senior yang juga kuliah psikologi dan sedang berwisata kuliah exchange, di Aceh mengatakan bahwa ada unfinished bussiness dalam diri saya. Teori yang dikembangkan oleh Frederick Perls (1951) lewat bukunya yg berjudul Gestalt Therapy: Excitement and Growth in the Human Personality.

Unfinished Bussiness?

Baik, akan saya membuka bukunya, supaya tidak salah menulis dan menyebarkan informasi~
Jadi urusan yang tidak selesai ini adalah perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Dan karena tidak diungkapkan, perasaan-perasaan itu stay here, deep in ur deepest heart dan selalu kita bawa kemana-mana dengan cara menghambat hubungan dengan orang lain dan pastinya diri sendiri (Corey, 2005). 

Polster dan Polster (1973) juga menyatakan bahwa arah-arah yang tak selesai itu mencari penyelesaian dan apabila arah-arah tersebut memperoleh cukup kekuatan, maka individu disulitkan oleh pikiran tak berkesudahan, tingkah laku kompulsif, kehati-hatian, energi yang menekan, dan banyak perilaku mengalahkan diri. 

Akibatnya? Oh tentu saja banyak.
Kalau urusan tidak selesai ini membentuk pusat keberadaan manusia, maka semangat pemikiran seseorang itu menjadi terhambat, dengan memaklumi sikap kurang bertanggung jawab atas dirinya. Idealnya, orang yang efektif adalah orang yang punya kebebasan terlibat secara spontan dengan apa saja yang diminatinya sampai minat itu terpuasakan. Dan orang yang berada dalam proses itu akan menjadi lebih fleksibel dan terbuka. ndak berputar dan fokus pada dirinya sendiri, ia lebih bisa berpikir jernih dan tidak overthingking pada hal-hal irasional yang justeru membuat dirinya sendiri terpuruk.

Jadi, Apa ya yang membuat kita mengalami hambatan dalam menyelesaikan unfinished bussiness?

Rasa sesal dan dendam terhadap masa lalu ((yang paling sering dan yang terburuk)).

The First Thing that I need to Realize Untuk melewati serangakaian acara tidak berakhir dari tahun-ke-tahun dengan unfinished bussiness ialah berdamai dengan diri sendiri, dan menyadari bahwa yang menentukan dan bertanggung jawab penuh dengan dirinya sendiri. Ya. Siapa coba? kalau bukan saya sendiri.
Yang menentukan saya mau sedih berlarut
yang menentukan saya mau cari alesan terus buat dimaklumi 
yang menentukan saya mau cari pembenaran atas kesalahan-kesalahan yang selama ini sudah terjadi
yang menentukan saya mau jadi lebih baik dengan lebih berhati-hati
yang menentukan saya mau lebih baik ya juga semua terserah saya
wong ini ya hidup-hidup saya
siapa yang mau bertanggung jawab atas diri saya kalau bukan saya yang menyadarinya

mungkin awalnya sakit dan susah (untuk menyadari semuanya), tapi memang ada ya awal yang mudah?

The Next is
Menerima. Bagaimana kita mau menerima kalau belum kenal dengan diri sendiri?
Terima semua perasaan sakit yang pernah kamu alami, terima semua proses yang menjadikanmu seperti sekarang, rasakan sesedih-sedihnya, sebahagia-bahagianya, rangkul semua emosi itu. Konon, katanya ((dosen favorit aku di kelas)) Pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu merasakan berbagai macam jenis emosi dan menerima semua itu. Tenang, setiap orang memiliki kelemahan dan kelebihannya, kita semua sama. Jangan merasa yang paling buruk, paling tertinggal, atau paling-paling yang lain. Toh, setiap orang pasti punya untold story that make they stronger. Kenali diri lebih baik lagi, buat tabel SWOT Analysis (strenght, weakness, opportunity, dan thread) maksimalkan yang menurutmu sebagai kelebihanmu dan tidak perlu menjadi orang lain. we are just need to be the best version of ourself right? :)

Kadang manusia-manusia itu suka lupa, kalau tiap dari kita punya perjalanan yang berbeda, karena kalau sama jadi bebek dong ((kata bapak aku sih)) 

The little thing we need to practice
Lalu jangan pelit-pelit juga bersikap baik untuk diri sendiri. Ini juga susah banget ya (kalau belum terbiasa) secara kita hidup di budaya sungkanan yang harus mementingkan perasaan orang lain dibandingkan diri sendiri, yang selalu  dituntut baik di depan orang lain, ya giliran di cadepan diri sendiri suka sekali nyalahin, dan jahat. Jangan ya, kasian dia (baca: dirimu) satu-satunya yang mau kamu tinggali bertahun-tahun lo, mari bersahabat dengannya.

The last but not the least
Ketika kita sudah mengenal, menerima dan memiliki kontrol penuh terhadap diri sendiri. semoga saja tidak ada alasan untuk menunda pekerjaan lagi, semoga tidak ada alasan untuk mengeluh dan mengasihani diri sendiri, semoga tidak ada alasan untuk menyalahkan dan merasa bersalah pada diri sendiri. Karena kita tahu apa potensi yang ada didalam diri kita masih terpendam, dan perlu dibangunkan memecah kecemasan yang terlalu sering menjadi penghambat untuk berbuat lebih dari yang dibayangkan terhadap diri sendiri. 

Kalau bukan kita yang percaya dan mau merubah diri kita, siapa lagi?
toh, pada akhirnya dan pada awalnya kita selalu sendiri. sejak dalam kandungan sampai di saat ajal nanti. jadi pendukung terbaik dirimu adalah dirimu sendiri. sama halnya dengan tulisan ini, tulisan yang aku tujukkan buat diriku sendiri dalam rangka memerangi kecemasan tak berarti, jangan khawatir Si, kamu bisa. sama seperti orang lainnya. selama kamu mau dan berusaha. 

Terima kasih teman-teman, sekali lagi, yang sudah mau capai-capai membaca self-talk versi tulisan milliku, semoga kita bisa saling menyelamatkan diri masing-masing. Maaf aku belum bisa membantu apapun, karena sebelum membantu orang lain aku harus menolong diriku sendiri dulu dong ya~
Doakan dua tahun kedepan aku bisa membantu teman-teman di tempat yang lebih profesional ya :)


Salam Hangat, 

sisi
1:47 AM
29 Oktober 2018


Welcome Party adik-adik Beswan 34

Nation Building September 2018

Study Observasi SMPN 4 Waru, 2011

Hiya, ini apa ya~ launching webnya senior~ setahun lalu ini, Desember 2017

Saya dulu pernah jadi dancer waktu SD, SEKIAN.

saya juga pernah jadi anak choir dong, waktu Nation Building di Semarang kemarin September 2018

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

Diberdayakan oleh Blogger.